Matanya sembap, bengkak, merah dan susah untuk terbuka lebar. Ia tidak menangis terisak atau meraung hingga berteriak. Ia hanya menangis dalam diam mengikuti alur air matanya turun. Hanya agar hatinya lega ia menangis semalam suntuk. Baginya kemarahan suaminya merupakan kesalahan dirinya.
Setelah solat tahajud Naira memohon ampun kepada Sang pemilik hati. Berdoa agar suaminya tidak kecewa lagi kepadanya, agar Allah tidak membenci sikapnya. Naira mencurahkan semua isi hati kegelisahan, kesedihannya kepada Allah
Tidak seharusnya dari awal dia pergi menemui Rei yang bukan muhrimnya. Tidak seharusnya pertemuannya membuat suaminya berburuk sangka padanya. Hawa nafsu dan ego dirinya yang menganggap semua baik-baik saja berakibat suaminya salah paham.
Naira bercermin melihat dirinya. Wajahnya sudah ia make up namun orang lain tetap akan melihat matanya yang bengkak. Mau tak mau Naira memakai kacamata bening seperti kacamata minus untuk meminimalisir penglihatan orang lain pada matanya.
Naira tetap menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pagi ini hanya roti isi coklat dengan teh tawar hangat. Galih tidak solat berjamaah di Masjid karena Naira tidak mendengar suara pintu terbuka. Apa Galih masih marah kepadanya?
Naira duduk di meja makan menunggu Galih keluar kamar. Tadi ia sudah mengetuk pintu kamar suaminya. Pagi ini ia tidak punya keberanian untuk masuk ke kamar suaminya. Biasanya Naira akan menyiapkan baju kerja Galih namun pagi ini keberanian Naira hilang. Naira menatap pintu kamar itu dengan lekat.
Perlahan pintu itu bergerak terbuka. Galih keluar dari kamar itu sudah berpakaian kerja rapi. Naira menatap suaminya begitu juga Galih. Tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat. Galih berjalan menuju meja makan.
Tidak ada yang berbicara. Galih memilih menyantap sarapannya. Naira tersenyum melihatnya. Setidaknya bagi Naira suaminya masih mau menyantap sarapannya.
" Bang, aku minta maaf ya. Maafin aku karena aku ga cerita lengkap ke kamu. Tolong jangan marah lagi. Aku takut Allah melaknat diriku bang. " Kata Naira akhirnya bersuara. Naira memberanikan diri meminta maaf lagi pagi ini. Ia tidak berani menatap wajah suaminya. Entah apa ekspresi Galih saat ini Naira tidak ingin menebak-nebak.
Beberapa menit Galih tidak bersuara. Terdengar bunyi suara sendok diletakkan diatas piring. Dari sudut mata Naira melihat Galih mengambil gelas teh hangatnya. Galih sedang meminum teh hangatnya.
" Mata kamu kenapa sipit begitu?" Tanya Galih
Ketika mata mereka tadi bertemu Galih menangkap mata Naira berbeda. Galih yakin semalaman Naira menangis.
Naira mengangkat kepalanya lalu menatap Galih " Ha? A..aku kurang tidur aja. " Jawab Naira gugup
" Karena nangis? " Tebak Galih datar.
Naira diam, ia kembali tertunduk
" Aku berangkat duluan. Mata kamu kompres atau pakai kacamata hitam saja. Biar orang lain ga tau kamu habis nangis. Asalamualaikum. "
Ujar Galih sinis yang berlalu dari meja makan."Waalaikumsalam."
Naira terperangah. Galih tidak memaafkannya dan pergi begitu saja? Naira tidak habis pikir suaminya berhati dingin. Yang suaminya khawatirkan hanya komentar orang tentang mata Naira. Naira menyenderkan punggungnya lalu kembali mengunyah roti coklatnya yang ketiga. Ia tiba-tiba menjadi lapar.
***
" Syah, pulang naik taksi aja yuk atau naik mobil online aja " Bujuk Gita.
Sore ini Bogor diguyur hujan cukup lebat. Naira tidak suka menggunakan taksi karena daerah tempatnya bekerja adalah wilayah macet. Jika hujan seperti ini macetnya bisa bertambah parah. Ia harus pulang cepat sebelum suaminya pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
E.Y.E
RomanceAku hanya memainkan peranku dengan baik. Menikah dengannya bukan tanpa pemikiran matang dan petunjuk dari Allah. Aku yakin tapi aku tidak mencintainya - BELUM. Naira Rosaline Hafsyah Dia wanita baik dan berjilbab - maksudku agamis, mungkin. Aku meni...