" Selamat pagi sayang." Galih menyapa Naira namun tak lupa mengecup kening istrinya. Mereka masih di atas tempat tidur.
" Pagi. Udah jam berapa ini? Kamu udah solat subuh?"
" Masih jam 4.30 sayang. Baru azan. Aku siap-siap solat ke masjid ya. Kamu..." Galih belum selesai berbicara namun dipotong oleh Naira.
" Aku bisa sendiri bang. Aku udah hapal semua isi kamar ini. Aku pakai tongkat juga, jadi aku ga akan jatuh." Ujar Naira lembut.
" Baiklah sayang. Kamu hati-hati ya. Aku ga akan lama."
Sementara Galih solat di masjid, Naira berjalan hati-hati menuju kamar mandi. Dengan tongkat di tangan kanan Naira berhasil sampai di dalam kamar mandi.
Naira mencoba menghidupkan keran. Tanpa sadar Naira salah memutar keran. Iya memutar keran air panas. Air panas langsung menyentuh tangan Naira.
" Aww!" Ucap Naira reflek saat air panas mengenai tangannya.
Naira langsung beristighfar kemudian melanjutkan mengambil wudhu kemudian solat subuh.
***
Naira merasakan perih ditangannya namun ia tidak tau bagaimana kulit tangannya berubah warna karena melepuh. Naira tidak tau dimana Galih menyimpan kotak obat.
Naira kemudian melupakan sakit di tangannya. Naira berusaha membuatkan sarapan untuk Galih. Di atas meja ada dua kotak selai dan sebungkus roti tawar.
Naira mencoba kedua selai untuk mendapatkan rasa yang ia cari. Naira memilih selai rasa coklat lalu ia mengoleskan selainya ke atas roti.
Galih kemudian datang dan langsung duduk di kursi makan di depan Naira.
"Terima kasih sayang rotinya. Minumnya aku aja yang bikin ya. Kamu mau apa?" Tanya Galih yang sudah berdiri kemudian berjalan menuju dapur.
" Aku teh manis hangat aja."
Galih lalu membawa dua minuman. Teh manis hangat untuk Naira dan cappucino panas untuk dirinya. Galih meletakkan teh manis dekat Naira tanpa sengaja matanya melihat ke arah tangan Naira.
" Tangan kamu kenapa merah melepuh begini Nai?" Tanya Galih panik. Galih memegang tangan Naira melihat keadaan tangannya.
" Ga sengaja kena air panas di kamar mandi."
" Kenapa kamu ga bilang ke aku? Ko bisa sih Nai? Lain kali hati-hati ya." Kata Galih sambil mengambil kotak obat di lemari dekat dapur.
" Aku lupa yang mana keran air panas dan air dingin."
Galih kembali duduk di samping Naira. Mengoleskan salep ke tangan Naira dengan perlahan.
" Kenapa kamu ga meringis kesakitan Nai? Aku yakin ini perih."
Galih heran kenapa Naira tidak meringis kesakitan sedikitpun. Faktanya salep yang dioleskan ke tangan yang melepuh akan perih.
Naira menarik tangannya perlahan dari genggaman Galih. Naira bukannya tidak merasa perih hanya saja ia memilih diam tidak meringis kesakitan.
" Aku mulai lelah meringis kesakitan. Semua itu menunjukkan aku begitu lemah. Aku sudah buta, jika aku terus mengeluh, meringis kesakitan, teriak. Aku merasa sangat menyedihkan bang."
Galih diam mencoba memahami apa yang Naira rasakan. Naira berubah lebih sensitif dan berusaha tetap kuat. Jika Naira seperti ini terus hati Naira akan menjadi keras seperti batu. Berpura-pura tidak merasakan sakit bahkan kebahagiaan. Lama kelamaan hatinya akan membeku.
" Kamu tidak perlu berusaha terlalu keras Nai. Kamu bisa luapkan apapun yang kamu rasakan kepadaku. Aku dengan sigap akan selalu mendengarkan semua isi hatimu." Ujar Galih.
" Iya bang. Aku akan berusaha. Kamu berangkat kerja sana. Nanti mamaku akan datang kesini jagain aku."
" Iya. Aku berangkat ya sayang."
Galih memberikan kecupan hangat di kening Naira cukup lama. Dalam hati Galih berdoa agar Allah selalu menyayangi istrinya.
Naira yang duduk di kursi roda mengantar Galih hingga depan pintu. Setelah Naira salim kepada suaminya, Galih langsung berangkat kerja.
***
Setiap hari ketika Galih bekerja mama yang membantu Naira beradaptasi. Mama terkadang ditemani papa selalu menemani Naira di rumah.
Naira dibantu mama berusaha menghapal semua letak benda, jalan ke setiap ruangan. Belajar menggunakan tongkat, menguatkan kepekaannya serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
" Sayang, bukan begitu. Kalo kamu bawa gelas seperti itu hanya akan tumpah." Jelas mama ketika melihat Naira memegang gelas.
Naira sedang memegang gelas saat di atas kursi roda. Naira sedang belajar mengambil minum dan membawanya ke meja makan atau ruang tamu dari dapur.
Naira ingin belajar membawakan air minum untuk suaminya. Sejak dirinya buta, Galih lah yang selalu menyiapkan minuman. Apalagi jika air hangat.
" Kamu letakkan nampan berisi air ini di atas paha kamu. Lalu tangan kiri kamu bisa menjaga nampannya. Tangan kanan kamu bisa menjalankan kursi roda nya." Tambah mama menjelaskan.
Kursi roda Naira adalah kursi roda canggih yang bisa digerakkan hanya dengan menggunakan tombol penggerak.
" Aku coba bawa gelas ini ke meja makan ya ma. "
Dalam pikiran Naira tergambar jalur dari dapur menuju meja makan. Dengan yakin Naira melajukan kursi roda automatis canggihnya. Ia ykin bisa membawa gelas berisi air itu hingga meja makan.
Air bergerak seraya Naira melajukan kursi rodanya. Mama melihat dari samping berharap pelajaran ini berhasil Naira lakukan.
" Ma, apa aku sudah sampai di meja makan? Kursi rodaku menabrak bangku sepertinya." Naira mencoba melajukan kursi rodanya namun terhalang benda didepan yang mirip bangku.
" Sedikit lagi kamu sampai Nai tapi kamu melaju ke arah kamar kamu. Kamu menabrak bangku yang ada di ujung dapur sayang." Jelas mama. Mama melihat kursi roda Naira tersangkut di belakang bangku.
" Ternyata tidak mudah menggunakan kursi roda ini. Aku lebih peka jika pake tongkat. Tapi kalo aku pake tongkat aku ga bisa bawa apapun." Terdengar suara kecewa dari Naira.
" Sabar sayang. Kamu masih adaptasi dan belajar. Sabar ya.."
Mama merunduk, menyamakan posisinya dengan Naira.Mama lalu menarik kursi roda Naira. Membenarkan posisinya kembali agar Naira bisa belajar lagi.
" Sekarang kamu coba sekali lagi ya. Pelan-pelan aja. Usahakan agar airnya tidak tumpah."
Naira kembali mencoba. Kali ini ia memasang intuisinya lebih kuat. Naira menggerakan kursi rodanya dengan pelan. Hingga akhirnya...
PRANK...!!!
" Naira. Kamu ngga apa-apa kan?" Tanya mama yang panik.
Naira baru saja menjatuhkan gelas yang ia bawa. Gelas itu kehilangan keseimbangan hingga akhirnya jatuh dan pecah.
" Aku cape ma. Aku mau ke kamar. Tongkat aku dimana ma?"
" Biar mama antar sayang." Bujuk mama yang tidak ingin anaknya bersedih.
" Ngga usah ma. Aku ingin tidur aja. Tongkat aku ma..."
Mama memberikan tongkat kepada Naira. Naira lalu berjalan dan masuk ke kamarnya.
Ini bukan kejadian pertama bagi mama dan Naira. Naira sudah beberapa kali belajar namun masih susah menggunakan kursi roda. Selalu berakhir Naira pergi ke kamar. Mama sudah hapal jika di dalam kamar Naira akan menangis dan berusaha kembali mengingat pelajarannya sebagai bentuk semangat.
***
Haiiii
Maaf banget selalu lama updatenya.
Saya lagi sibuk travelling.Oia ada yang rindu dengan kemesraan Galih dan Naira???
Hepi reading guys ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
E.Y.E
RomanceAku hanya memainkan peranku dengan baik. Menikah dengannya bukan tanpa pemikiran matang dan petunjuk dari Allah. Aku yakin tapi aku tidak mencintainya - BELUM. Naira Rosaline Hafsyah Dia wanita baik dan berjilbab - maksudku agamis, mungkin. Aku meni...