Ify menyodorkan semangkuk susu kepada Ncuss yang sedari tadi mengeong dengan keras. Disebelah kucing gendut itu, terdapat mangkuk makanannya yang telah kosong. Pagi ini sepertinya Ncuss kelaparan.
"Ncuss Ndut, kapan kurusnya kamu kalo makan mulu." Ujar Ify sambil mengelitiki perut Ncuss membuat kucing itu menendangkan kaki belakangnya pada tangan Ify.
Susunya habis, Ncuss mendongak dan menatap Ify dengan wajah imutnya. Ya ampun, ini kucing untung Ify yang ngurus, meski 'kampung' tapi hidupnya kayak kucing-kucing mahal. Ify yang gemas langsung menggendong Ncuss ke pundaknya, membawanya berputar sambil cekikikan. Sampai akhirnya seseorang menyengkat kaki Ify hingga gadis itu jatuh.
Ify meringis sambil mengelus pantatnya, lalu ia mendongak untuk menatap si pelaku. Bukan Rio, tapi dia juga ganteng kayak Rio. Rahangnya tegas, lengannya kekar, dan tubuhnya jangkung sekali. Lama-lama menatap wajah cowok itu membuat leher Ify sakit.
"Dasar gila, ngomong sama kucing." Ejek cowok tersebut sambil membenarkan kacamatanya membuat Ify mendelikkan matanya.
"Dari pada lo, ngomong sama rumput yang bergoyang!" Balas Ify ketus, lantas gadis itu berdiri.
"Nggak ah, gue ngomong sama angin yang mendesah." Kata cowok itu.
"Mendesah? Kayak sesuatu aja."
"Apaan? Dasar omes." Cowok itu menoyor kepala Ify.
"Oh!" Ify berlalu dari cowok tersebut sambil menggendong Ncuss ke pundaknya kembali. Gadis itu berjalan ke meja makan dan menduduki kursinya. Papi dan Mami menatapnya dengan senyum.
"Seharusnya si Zorgon nggak usah balik, Pi. Tukang ngerusuh." Ujar Ify. Papi dan Mami tersenyum lagi.
"Siapa yang lo sebut Zorgon?" Ify menoleh ke sebelahnya, cowok itu sudah duduk disampingnya. Ify menatapnya bengis.
"Yang nanya."
Cowok itu terkekeh pelan lalu mengacak rambut Ify dengan gemas. Tak peduli dengan gadis itu yang merasa sebal, saat ini ia ingin melepas rindu dengan adik tiri semata wayangnya itu. Ditinggal setahun, adiknya ini tak banyak berubah. Masih suka berantem dan menindas yang lemah, meski dirumah ia terlihat menggemaskan -kadang-kadang-
Untuk yang bertanya-tanya tentang saudara tiri Ify, inilah dia, Kelvin Andrean. Cowok itu dua tahun lebih tua dari Ify dan sekarang sedang kuliah. Ia biasa dipanggil Kelvin, tapi Ify memanggilnya Zorgon atau Mpin. Ify selalu membentengi diri dari kakak tirinya itu yang selalu 'menganiaya'nya dengan cara 'halus' dan penuh 'kasih sayang'. Kelvin baru saja pulang semalam dari perantauannya menuntut ilmu di Yogyakarta.
"Ify, nanti kamu diantar sama Kelvin." Ujar Papi ditengah aktivitas sarapan mereka.
"Nggak mau, Ify bisa berangkat sendiri." Balas Ify dan meminum susunya, lalu ia menurunkan Ncuss dari gendongannya ke lantai.
"Nurut aja kenapa, sih? Ntar lo nyasar." Ucap Kelvin.
"Justru kalo gue pergi sendiri gue selamat, kalo bareng lo malah tersesat. Kan jalan hidup lo nggak pernah lurus." Balas Ify seenak jidatnya, tak peduli dengan tatapan tajam Kakaknya. Mami tersenyum geli dan Papi ingin sekali menyentil bibir pedas anak gadisnya itu.
Melihat Ify yang pagi ini terlihat sehat, membuat Papi teringat insiden malam itu dimana ia menampar pipi gadis mungilnya. Ia sangat menyesal, apalagi setelah kejadian itu, besoknya Ify demam. Ya meskipun anaknya sakit karena masuk angin, tapi rasa bersalah itu tetap muncul.
"Pipi kamu nggak sakit lagi, Fy?" Tanya Papi. Ify menatap wajah Papi dan menggeleng.
"Maafin Papi ya." Ujar Papi tulus. Ify tersenyum dan mengangguk, lalu gadis ini menggeser kursinya untuk lebih dekat dengan Papi. Papi tersenyum dan mengecup pipi gadis itu, lalu keduanya melanjutkan sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Ify
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] "Lo tau? Setidaknya hidup gue nggak hancur-hancur amat semenjak kehadiran lo. Lo... buat hidup gue punya arti sedikit, dan selalu bikin gue bahagia. Gue cinta sama lo." -Ify- "Lo mabok ya? Omongan lo ngawur gitu. Tapi, okelah. Setidak...