NINE : RUMAH SAKIT

22.2K 1.4K 17
                                    

Angin bertiup kencang bersama gemuruh yang mulai terdengar. Angin tersebut meniup dedaunan dan benda lainnya dengan serampangan. Pintu balkon kamar yang tak tertutup rapat tiba-tiba terbuka karena terjangan angin itu, membuat gadis tirus yang terlelep dikasurnya langsung terbangun. Ify memijat pelipisnya karena pusing, sebelah tangannya lagi mengurut dada yang masih berdetak cepat.

"Sialan, bikin kaget aja!" Umpat Ify kesal, lalu dengan langkah sempoyongan ia menutup dan mengunci pintu balkonnya.

Ify kembali naik ke kasurnya dan lantas berbaring. Tapi sampai tiga puluh menit kemudian matanya tak kunjung menutup. Sial, kantuknya hilang seketika. Padahal Ify baru tidur pukul 12 malam, dan sekarang masih pukul setengah 3 pagi. Ify belum puas.

Tangannya meraba sisi kosong kasurnya untuk mengambil handphone, tapi tak kunjung Ify temukan. Masih belum menyerah, Ify terus menggerayangi kasurnya hingga ke bawah bantal.

"Ergh, mana sih?!"

Ify mendudukan dirinya dan mulai mengacak kasur bersprei motif bunga Matahari itu. Hingga bantal, guling, selimut dan boneka-bonekanya tergeletak dilantai, Ify baru ingat bahwa handphonenya lagi di charge. Sial!

Ify malas untuk membereskan semuanya lagi, ia pun membawa satu bantal, selimut dan sebuah guling berbentuk pocong menuju sofa panjang disudut kamar. Ngomong-ngomong soal guling pocong, benda itu adalah hadiah ulang tahun Ify Desember lalu dari Rio. So sweet kan?

Ify tak lupa mengambil handphonenya, tak peduli bahwa daya baterainya belum penuh. Ify berbaring di sofa dan mencari kontak Rio di benda canggih itu. Setelah itu ia menyentuh tombol hijau dilayarnya. Bunyi telepon tersambung memenuhi pendengarannya, namun sama sekali tak ada jawaban.

Ify mencoba sekali lagi, namun hasilnya tetap nihil. Ify mengerucutkan bibirnya dengan lucu. Masih dengan semangat 'menganggu Rio tengah malam', Ify kembali menelepon cowoknya tersebut.

"Anjir, ini orang tidur apa mati?" Gumam Ify sendiri. Akhirnya di percobaan yang ke 21, Rio baru menjawab teleponnya.

"Halo? Hoaaamm..."

Ify mendengus sebal, "Dasar kebo."

"Hah?" Sahut Rio dengan malas diseberang sana.

"Dasar kebo!" Umpat Ify lagi.

"Siapa?" Tanya Rio dengan suara serak.

'Anjir, seksi!' Batin Ify, tapi setelah itu ia menoyor kepalanya sendiri.

"Ya elo lah!" Jawab Ify.

"Siapa... yang nanya." Sahut Rio.

"Rio peseek!!!" Geram Ify. Bodo amat kalau setelah ini Rio akan mengamuk atau membanting handphonenya karena kesal di panggil pesek. Cowok tak sadar diri itu sesekali memang harus disadarkan bahwa hidungnya memang mancung.... ke dalam. Huahahaha.

"Apa lo bilang?!" Tanya Rio dengan nada suara yang agak meninggi. Ternyata nyawanya sudah terkumpul.

"Lo PE-SEK."

"Sialan! Siapa lo berani-beraninya ngatain gue?! Mau gue tabok lo, hah?! Gue gak takut sama lo! Meskipun lo bawa pegulat satu kampung, gue telerin semuanyaa! Gue bla bla bla..."

Ify menjauhkan handphonenya dari telinga, lalu menatap layarnya sejenak. Memikirkan Rio yang tiba-tiba kelewat cerewet dan sok-sokan, kepala Ify kembali pusing. Ya Tuhan, kenapa cowok itu sering sekali membuat Ify puyeng dengan segala tingkah lakunya. Apanya yang keren, alim, dan berwibawa? Jelas-jelas kelakuan Rio idiot begini. Dan Ify rasa para fansnya disekolah juga sama sedengnya dengan sang idola.

Ify kembali menempelkan handphonenya ditelinga.

".... ladenin! Ayo, sekarang bilang, dimana lo beraninya? Hah? Di lapangan komplek? Hayuuu! Dikasur? Hay... eh, kagak-kagak! Itu jatah cewek gue. Sekarang lo bilang, lo siapa? Hah?!"

My Bad IfyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang