TWENTY : APOTEK STORY

11.7K 843 29
                                    

"Dari mana, Yo? "

Langkah kaki Rio terhenti di anak tangga pertama ketika mendengar suara Bundanya. Rio menoleh, mencari posisi sang Bunda. Dan didapatinya wanita itu sedang berada disudut rumah, dibalik tangga, tengah mengelap guci yang sampai saat ini Rio tak mengerti mengapa Bundanya menaruh benda tersebut disana. Percuma beli mahal-mahal kalau ditempatkan dibalik tangga.

"Dari...luar. " jawab Rio polos.

"Habis nganterin Ify lagi? " tanya Bunda.

"Nggak, dia pulang bareng Sivia."

"Kok kamu pulangnya masih telat? "

"Nyamperin Ify dulu tadi di apotek. " jawab Rio sambil cengengesan.

Wanita paruh baya itu meninggalkan guci cantiknya, perlahan mendekati Rio yang masih diam di tangga. "Acha tadi kemari, tapi kamunya nggak ada. " ucapnya.

"Ngapain?" Rio mengangkat alisnya sebelah.

"Nyariin kamu lah. " jawab Bunda, "Kamu jarang banget main sama dia, katanya. "

"Ya, mau main apa? Udah gede ini. "

"Ihh! " Bunda menepuk tangan Rio kesak, "Bukan main begitu! "

Rio tertawa kecil, lalu cowok tersebut menggaruk belakang telinganya pelan. "Ngerti kok, Bun. Cuma, gimana ya... " kata Rio menggantung. "Dia udah beda. "

"Beda gimana? "

Rio menghela nafas, lalu memasrahkan dirinya duduk di tangga. "Dia suka sama Rio, Bun. " ujar Rio.

Bunda mengedipkan matanya beberapa kali, "Oh ya? " tanyanya tak percaya.

"Iya. Makanya Rio jadi canggung kalo bareng dia. "

Tidak bohong, Rio memang merasa canggung bila bersama Acha sekarang. Kenyataan bahwa sahabatnya tersebut menaruh perasaan terhadapnya membuat Rio merasa tak nyaman. Selain itu, ia juga takut menyakiti Acha kalau ia tetap memberi perhatian lebih seperti dulu. Takut gadis itu semakin berharap, sedangkan dirinya tak bisa membalas perasaan gadis tersebut. Apalagi sekarang ada Ify yang selalu cemburu kalau Rio bersama Acha. Haduh.

Setiap Acha bertandang ke rumahnya, paling-paling Rio hanya say hi kalau tiba-tiba berpapasan. Lalu ia kembali ke kamar. Kecuali saat Bunda memaksanya untuk menemani Acha. Dan disitulah yang terkadang membuat Rio kesal. Acha mulai menebar perhatian padanya sekaligus pada Bunda. Entah itu dengan cara membawakan sesuatu untuk orang rumah, atau dengan yang lainnya. Yang jelas, yang paling senang disini adalah Bunda.

"Tapi dia baik loh, Yo. " ujar Bunda.

"Ya...emang baik." balas Rio.

"Lah, terus? Kok kamu malah kayak nggak seneng gitu? " tanya Bunda.

"Bukannya nggak seneng, nggak enak. Nggak enak sama Acha, sama Ify juga. " jawab Rio.

Rio melihat Bundanya menghela nafas ketika ia menyebut nama Ify. Kan, ini yang membuat Rio malas kalau Acha sudah datang ke rumah. Pasti gadis itu mengatakan yang tidak-tidak tentang Ify. Eh, tapi memang Ify sering melakukan yang tidak-tidak, sih.

"Ify kan nggak tau. Tapi Bunda lebih suka Acha, Yo. " ucap Bunda.

Rio menghela nafas, "Tapi Rio sukanya sama Ify, bukan Acha. "

Bunda diam, tak membalas. Rio pun berdiri dan menyentuh tangan Bundanya yang masih memegang lap basah yang digunakannya membersihkan guci. "Bunda cuma nggak tau gimana istimewanya Ify. Bunda juga nggak terlalu dekat sama dia. Gimana kalo Rio ajak dia main kesini? "

"Mau ngapain? "

"Ya, main aja kesini. Kan dia super duper jarang kesini. Nggak bosen liat Acha mulu?" tanya Rio dengan tatapan teduhnya.

My Bad IfyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang