Dita tak henti mengumpati bossnya yang lebih mirip dengan Jenderal Daendels hari . Menyuruhnya bekerja rodi, dalam waktu yang cepat, pun tanpa ada penambahan dalam hitungan gajinya bulan depan. Pekerjaan yang harusnya bisa ia selesaikan hingga jam empat sore nanti, harus dipercepat menjadi sebelum waktu makan siang. Ini pelanggaran. Arght. Ingin sekali Dita melemparkan molotof pada wajah tampan namun berhati setan itu.
Lebih menjengkelkannya lagi, kala Dita melihat bos sialannya tak henti mengulum senyum. Pria itu belum marah-marah hari ini, semua yang ia perintahkan selalu menggunkan nada boss idaman, semua yang Dita berikan juga sama sekali tidak diprotes. Bermain ke kuburan siapa hingga membuat setan satu ini berubah menjadi banyak senyum? Cibir Dita dalam hati.
Tapi tetap saja, semua nada santun juga enak didengar itu terdengar bullshit di telinga Dita. Bagaimana tidak, ia harus pontang-ponting sejak pagi. Dicibiri oleh beberapa manajer karena mengubah jadwal meeting seenak jidat. Dita juga harus berlari kesana-kemari menjemput berbagai data dan laporan dari berbagai sub yang tak bisa diantar sekarang oleh bagian itu sendiri. Bukan hanya Dita. Pasti semua karyawan sudah bekerja seperti tangan menjadi kaki, kaki menjadi tangan. Sialan.
"Bapak bisa berhenti tersenyum?" Sela Dita dengan sinis, kala melihat Agam yang kembali tersenyum, Bahkan saat mempelajari laporan produksi olahan buah hasil panen agro wisata ini. Sebodo amat jika gajinya terancam terpotong.
Bukannya Dita takut akan terpesona. Ia sedang dalam mood tidak baik, karena ritme kerjanya yang diusik. Dita lelah. Ingin segera pulang atau lebih dulu mengobrak-abrik meja Agam yang begitu rapi ini. Berbanding terbalik dengan raut Agam yang semringah, wajah Dita sudah memerah menahan geram. Agam benar-benar sialan.
Agam menatap tajam pada Dita, "Bukan urusanmu !!" sergah Agam tak kalah sinis. Delikam itu tak lama karena ia lebih memilih bertekur lagi dengan serangkaian kertas ini. Agam lebih dulu melirik jam tangannya. Batinnya girang kala melihat waktu makan siang tinggal setengah jam lagi. Oke. Memikirkannya saja, sudah membuat jantung Agam berdebar tak karuan.
"Saya lelah. Bisa saya tunggu di luar saja?" sindir Dita karena ia tak dipersilahkan duduk, alih-alih dibiarkan berdiri di atas pantofelnya.
"Keluarlah !!" kata Agam pendek.
Dita mengepalkan tangan di samping pahanya. Sialan !! Dengan sumpah serapah yang berdumel di batinnya, ia melangkah pergi dari sarang iblis tampan ini.
Agam mendengus keras. Beberapa saat kemudian, ia telah merapikan kertas-kertas yang bercecer di mejanya. Ia membanting punggungnya untuk bersandar pada kursi. Kursi hitam tempatnya mencari pundi-pundi uang ini berputar bersamaan dengan pejaman mata Agam, juga secarik senyum yang begitu langgeng menempati ujung bibirnya.
Bukan hanya Dita yang mungkin sudah jengah melihatnya tersenyum. Ibunya juga memicing curiga saat Agam datang ke meja makan dengan suaranya yang bersemangat juga senyumnya yang memuakan. Ck. Mereka berlebihan. Sungguh. Agam terbiasa tersenyum.
Sudahlah. Mari menghabiskan hari dengan si cantik.
"Dit ??"
Dita yang tengah menelungkupkan kepala, harus dengan berat hati mengangkatnya. "Ya, Pak?"
"Kamu boleh pulang, kalau sudah jam kantor berakhir." Ingatnya tegas pada Dita. Yang diingatkan hanya mengangguk lemah. Tidak biasanya sekretaris bar-bar ini akan menuruti perintahnya dengan mudah.
"Sebelum pulang, tolong ruanganku di nyalakan lampunya." ingatnya kesekian kali yang hanya dijawab dengan sebuah gerakan manggut. "Kuncinya kamu simpan. Besok datang lebih pagi."
Oke. Cukup pembantaiannya.
"Sepenting apa urusan bapak hari ini?" geram Dita tanpa ragu.
"Penting sekali." kata Agam dengan sebuah seringaian. "Aku mau kencan, sudah ya?" tambahnya dengan senyum geli kala melihat mata Dita yang melotot keras padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Raras
General Fiction[Complete] Raras Ashadewi, gadis manja yang tengah digulung rindu pada Mama yang meninggalkannya tujuh tahun lalu. Mengabaikan ketidaksetujuan sang Papa, Raras membawa kakinya memulai meniti jejak. Sendiri. Lalu dihadiahi oleh Rob seorang 'teman'. T...