10. Tekad

28.9K 3.4K 16
                                    

Demi menghindari pecahnya perang saudara, Raras memilih pura-pura tidak tahu. Toh ia tak melakukan apapun. Selepas bantuan terakhir Agam ini, ia akan pulang. Tidak akan lagi bercerita masalah ini pada Agam, jika tak ingin kembali dicegah. Raras terdengar terlalu percaya diri? Ah. Maafkan. Itu yang ia rasakan.

Beberapa kali, ekor mata Raras menangkap Agam yang tengah meliriknya. Raras bergeming. Ia memilih diam, terfokus dengan teka-teki silang di smartphonenya. Jalanan yang lancar seakan mendukung bantuan Agam agar cepat berakhir. Membebaskan Raras dari rasa asing yang berhari-hari menyergapnya.

"Kenapa diam?"

Oke. Sopan tidak jika Raras tidak perlu menjawabnya?

"Ras?"

Pria yang pantang menyerah rupanya. Raras menelengkan kepala, memberikan cengiran bodoh yang ia harap bisa menyamarkan keengganannya, "Maaf, lagi seru," tambah Raras mengacungkan gamenya.

Agam menganggukkan kepala sekali. Kembali fokus pada jalanan di depannya. Merasa tidak perlu menghindar sebegini banyak, membuat Raras menghela napas diam-diam. Ia kembali menelengkan kepalanya pada Agam. Mengamati cermat-cermat bagian mana yang membuat Raras kalang kabut seperti ini. Tampan. Alisnya tebal, terkesan galak. Matanya lebar, dengan manik hitam khas timurnya. Hidung cukup bangir. Bibirnya tidak hitam, pertanda bukan perokok hebat. Lengan pria itu terlihat kokoh, bulu-bulu tipis ikut mendukung betapa pria, pria ini. Yang tersimpan di balik kancing kedua kemeja itu, Raras jamin juga dada yang nyaman. Ah. Apa pria itu juga sering berdebar-debar kala bertatapan dengannya?

"Kenapa?" tanya Agam yang membuat Raras gelagapan.

Buru-buru Raras membuang muka ke arah luar. Memejamkan mata menenangkan debaran jantungnya. Raras sempat mendengar kekehan Agam. Ah Tuhan. Bisa jadi bahan tertawaan ia, jika sampai Agam membeberkan hal memalukan ini pada Mega.

"Ras?"

"Hm?"

"Yang gaun putih itu, kenapa kamu ganti?" Agam gatal ingin menanyakan ini. Ia begitu ingin tahu alasan Raras.

Sebelah alis Raras terangkat bingung. Beberapa saat setelah ia mengerti maksud pertanyaan Raras, bibir Raras tercebik jengkel, "Ada pria menyebalkan yang menjudge gaunku terlalu terbuka. Aku sempat dongkol. aku menggerutui pria itu kuper, tak tahu fashion. Gara-gara dia juga, aku gak nyaman pakai baju model begitu. Alhasil aku menyumbangkan semua gaun-gaun cantik model kembenku. Menyebalkan !!" imbuh Raras menyindir.

Yang disindir alih-alih terkekeh geli, "Jadi bener kamu ganti gaunmu karena ucapanku?"

"Iya lah. Siapa lagi?"

Balasan Raras yang sinis entah bagaimana terdengar sebagai kepastian yang Agam tunggu-tunggu. Bagaimanapun perasaan gadis ini, setidaknya mampu mendengarkan ucapan Agam. Bahkan bersedia melaksanakannya. Mengagumkan.

"Kamu lebih cantik pakai gaunmu yang kemarin."

"Iya???" tanya Raras antusias. Ia memiringkan badannya, memandang Agam dengan binarnya yang menawan.

Senyum Raras merambat pada Agam, "Sangat cantik."

Raras hanya mampu menyengir. Wajahnya sontak memanas, membuat kedua pipinya memerah padam, "Aku pakai baju apapun juga cantik," jawaban percaya diri Raras membuat Agam mendengus. Kendati dalam hati ia membenarkan, Agam tetap mencibir pelan.

Keduanya kembali tertawa bersama. Tembok yang Raras bangun nyatanya tak sekuat itu menahan gempuran. Baru beberapa menit mencoba, Raras sudah kembali lemah. Ia tak tahan untuk tidak menyambut ajakan bercerita ngalor ngidul Agam. Berdebat hal tidak penting, hingga bertanya seputaran pribadi, yang tak pernah Raras lakukan dengan siapapun. Jika Agam tetap kekeuh dengan misi untuk membuat Raras perlahan-lahan merasakan hatinya. Sementara Raras bagai gadis bodoh yang tak mampu memegang tekadnya untuk menjaga jarak.

Jungkir Balik Dunia RarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang