Hari demi hari bergulir dengan cepat. Dua bulan sejak malam pengakuan sang papa, membuat hati Raras selalu terasa damai. Rumah tak lagi dingin. Suasana tak lagi acuh. Ketidakpedulian seiring waktu mulai tergeser oleh riuh canda penghuni istana. Semua terasa lebih baik.
Mengenai Papa, Mama, juga Maminya, Raras tak ikut campur. Suatu pagi, Papa dengan tegas meminta alamat Mamanya. Raras juga tak banyak omong, segera saja ia berikan alamat itu.
Papa menghilang selama dua hari. Selama Papa pergi, Mami terlihat murung. Namun dasar wanita baik hati, Mami Della tak menyalahkan semua masalah yang Raras timbulkan. Mami Della tetap memberi senyum pada Raras, meskipun kemungkinan ia menjanda tetap ada.Kepulangan Papa juga seorang diri. Entah apa yang Mami dan Mama Papanya putuskan. Hanya saja Papa tetap tinggal di rumah ini, tetap menjadi suami bagi Mami Della. Namun saat Raras bertandang ke Malang. Papa juga ikut. Beralih menjadi suami untuk Indira.
Oh, please. Jangan kecam Darius. Apa yang harus ia perbaiki dari sebuah piring yang terlanjur pecah. Yang bisa ia lakukan hanya membentuk sesuatu yang baru, lalu menjaganya lebih baik lagi. Melepaskan Indira yang masih sah berstatus istri yang amat ia cintai untuk kedua kalinya, bukan suatu perkara yang akan ia terima. Ataupun meninggalkan Della untuk kembali pada Indira, juga tak akan adil untuk Della. Semua serba salah. Dan ini penyelesaian yang tiga orang dewasa itu ambil. Toh Mama Indira tak pernah protes, soal waktu Darius juga dua buah hatinya yang lebih banyak mereka habiskan dengan Della. Mami Della juga tak keberatan saat ditinggal oleh Papa mengunjungi istrinya yang lain. Mami Della tak merasa dirugikan. Ia mendapat banyak keluarga di rumah ini.
Bersama Agam, juga semakin indah. Meski tak jarang perdebatan dan saling mendiamkan itu tetap menyusup perlahan, kemudian menguasai emosi keduanya selama beberapa waktu. Alasannya beragam, dari hal sepele hingga yang paling krusial saat ini. Menikah. Kalau bisa secepat mungkin. Mereka sama -sama berwatak keras. Tipikal anak semata wayang juga anak bungsu yang tak pernah kalah oleh siapapun. Dari situ mereka harus belajar mengurangi ego masing-masing, agar terjadi keselarasan yang mereka inginkan.
Hubungannya dengan Mega tak lagi sedingin dulu. Barangkali karena Raras bisa melakukan apapun yang Mega bisa. Tak lagi ada rasa iri. Seperti kali ini, sesiangan dua gadis ini menghabiskan waktu mencari buruan. Tak perlu risau, Raras hanya menemani kakaknya. Entah kenapa ia tak ingin lagi membeli dress atau bahkan sekadar jeans. Entahlah.
Suara deringan dari smartphone yang ia genggam sejak tadi, membawa Raras kembali ke daratan. Nama Agam yang kembali berteriak-teriak mengganggu telinganya. Malas-malasan, Raras menggeser layar. Tak langsung menyapa, gadis itu memilih menunggu. Suara Agam berdesing kemudian,
"Dimana?" tanya Agam.
"Butik. Nemenin kak Mega beli gaun."
"Kamu beli yang tertutup. Pakai lengan." titah pria itu seperti biasa. Raras hanya bergumam.
"Aku lagi nemenin Ibu beli cincin."
"Hm."
"Kamu masih marah."
"Aku gak akan marah, kalau Mas setuju untuk bersabar sebentar lagi."
"Kurang sabar apa aku sama kamu, Ras?" jawab Agam dengan suara lirih.
Ah. Tuhan. Apa yang baru saja ia lakukan. Apa yang kurang dari Agam, hingga Raras membuatnya seperti ini. Raras memejamkan matanya sejenak. Mendinginkan kepala yang mendadak panas hanya karena mengingat pertengkarannya semalam.
"Aku tahu. Tapi kenapa kita harus terburu-buru sih, Mas?"
"5 bulan masih terlalu terburu-buru untukmu. Aku hampir 29. Mau nunggu sampai aku 39 dulu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Raras
قصص عامة[Complete] Raras Ashadewi, gadis manja yang tengah digulung rindu pada Mama yang meninggalkannya tujuh tahun lalu. Mengabaikan ketidaksetujuan sang Papa, Raras membawa kakinya memulai meniti jejak. Sendiri. Lalu dihadiahi oleh Rob seorang 'teman'. T...