Kontan saja, tawa Raras tersembur hebat. Ia sampai harus menundukkan tubuhnya, seolah harus menempel pada kedua pahanya yang dilapisi skinny jeans, untuk meredam sedikit kegilaannya. Suara tawa Raras tak bisa berhenti. Peduli setan pada cibiran juga tatapan sinis yang akan Raras dapatkan sebentar lagi.
Salahkan Agam yang memasang ekspresi tak berkutik sesaat setelah berbohong pada ibunya. Raras berani taruhan, ibu Agam sedang berceramah tanpa mau dibantah. Di mata Raras itu terlihat lucu, terlebih yang dibahas adalah 'kapan menikah?'. Raras merasakan de javu lagi.
Beberapa tahun yang lalu, Raras juga berada di posisi ini. Bersama dengan Dimas-kakak sepupunya. Dimas yang kala itu sudah hampir kepala tiga diberondong habis-habisan oleh keluarga besar. Di desak, bahkan sampai dijatuhkan harga dirinya karena dianggap tidak laku. Jika anggota keluarganya yang tak ikut memberikan ceramah pada Dimas, memasang tampang prihatin, sebaliknya Raras malah terbahak-bahak.
Bagaimana tidak, Dimas memiliki wajah yang terlihat galak dengan kedua alisnya yang tebal juga hampir tersambung. Pria ini suka iseng, dan selalu mengolok-olok kebiasaan boros Raras. Pantas, pria ini susah jodoh. Intinya Raras tidak suka dengan Dimas. Maka wajar saja jika Raras bahagia di atas penderitaaan sepupu menyebalkannya itu.
Dan Agam. Pria ini memiliki wajah dengan kedua maniknya yang berbinar ramah. Pria ini sering tersenyum, juga bersikap hangat. Tak ada tampang-tampang suka membangkang, seperti dirinya atau mungkin Dimas yang menyebalkan. Jadi kenapa pria ini harus bernasib sama dengan Dimas yang bar-bar. Dunia memang lucu. Tak wajar rasanya jika pria ini masih belum--
"Oke. Ayo kita nikah."
Barangkali ada sebongkah batu yang dilempar ke dalam kerongkongannya. Membuat tawa Raras yang berderai mendadak lenyap. Ia memutar kepalanya, bertemu pada mata Agam yang berkilat marah. Ya Tuhan. Raras hanya bercanda, kenapa pria ini kaku sekali.
"Bercanda sih Mas, gitu aja marah." ujar Raras di sela keberaniannya mempertahankan tawa.
"Kamu pikir lucu?"
Tawanya perlahan hilang, saat Agam masih saja memberinya tatapan tajam, bibir pria itu menipis menahan makian. Oke. Raras meringis, merasa bersalah atas aksi kekanakannya.
"Maaf, aku hanya bercanda, sungguh." kata Raras membela diri. Memang sensitif menggoda singa yang ngebet kawin. Gak bisa disenggol barang sedikit.
"Terserah. Yang pasti, ayo nikah."
Jantung Raras terasa berhenti berdetak. Ia membulatkan mata tidak yakin. "Jangan ngawur, sudah ku bilang aku hanya bercanda."
Emosi Raras menggelegak, sama sekali tidak lucu jika candaannya ditanggapi serius. Dan apa-apaan ini, dipikir menikah mudah. Asal paksa lalu semuanya berjalan dengan baik. Lagipula Raras belum berniat menikah dalam waktu dekat, tidak karena ia belum siap, tidak karena papanya pasti melarang. Ingatan Raras terputar pada perbincangan papanya di sore hati itu, Raras berjanji akan kembali pada Papanya. Bukan pria lain. Jadi ini sama sekali tidak lucu.
Raras menatap Agam sengit. Dibalas tak kalah sengitnya oleh pria itu. Keduanya sama-sama tengah dibakar amarah. Ajakan pernikahan bukan suatu permainan, harusnya Raras paham. Dan Agam sewajarnya tak perlu lagi memperpanjang kesalahpahaman ini. Kendati Raras merasakan lingkupan nyaman bersama Agam, jantungnya berdentum hebat, senyum-senyum hingga ke matanya tersunging mudah untuk pria ini, tapi bukan berarti Raras akan mengiyakan ajakan gila ini. Lagi-lagi, Ini gila.
"Lain kali jaga ucapanmu. Pikirkan dulu sebelum membuka bibirmu yang manis itu. Sekarang tanggung akibatnya. Mau tidak mau, kamu harus menikah denganku."
Raras mengacak rambutnya sebal. "Jangan gila ..."
"Apapun alasanmu, kamu harus tetap--"
"Bodo !!" sergahnya kasar lalu beranjak pergi meninggalkan pria gila yang lagi-lagi menghela napas kecewa padanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/78619891-288-k23132.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Raras
General Fiction[Complete] Raras Ashadewi, gadis manja yang tengah digulung rindu pada Mama yang meninggalkannya tujuh tahun lalu. Mengabaikan ketidaksetujuan sang Papa, Raras membawa kakinya memulai meniti jejak. Sendiri. Lalu dihadiahi oleh Rob seorang 'teman'. T...