Saat kedua kelopak matanya terbuka, Raras berhadapan dengan bantal yang kosong. Tangannya meraba-raba ranjang di sebelahnya yang terasa dingin. Seketika, Raras diserbu ketakutan. Buru-buru Raras melonjak dari ranjang. Berlari sekuat tenaga ke luar kamar.
"Mama..." teriaknya keras. Jantungnya berdegub hebat. Ia ketakutan. Ia tak mau kejadian delapan tahun lalu terulang kembali. Ia tak mau jika semalam adalah mimpi.
"Dapur, Sayang." Balasan teriakan dari Indira membuat Raras memejamkan mata penuh kelegaan.
Kaki Raras terayun pelan. Seolah tenaganya sudah habis karena jantungnya yang bekerja berkali-kali lipat sebelumnya. Setibanya di dapur yang merangkap dengan ruang makan, Raras menghampiri Mamanya yang tengah bertekur di depan kompor. Raras memberi kecupan selamat pagi untuk Mamanya. Indira tersenyum hangat. Keduanya kembali bertingkah bak wanita kuat tanpa tertimpa masalah.
"Raras pikir, Mama pergi lagi."
"Mama hanya masak. Susunya diminum dulu. Pasti sudah dingin sekarang."
Raras patuh. Di atas meja makan tersedia segelas susu dengan setangkup roti. Raras memang tidak menyukai susu yang masih mengepul panas. Dan Indira dengan sengaja membuat susu itu jauh sebelum putrinya bangun.
"Ayu, mana Ma?"
"Sekolah lah. Makanya bangun pagi, jangan mau kalah sama ayam jago."
Cibiran Indira hanya ditanggapi dengan sebuah cengiran dari Raras. Ia melihat Mamanya sibuk sekali di depan kompor. Sekedar menengok kepadanya saja tidak mamanya lakukan.
"Mama masak apa?"
"Kari."
Satu kata yang membuat keduanya sama-sama terdiam. Pikiran mereka kembali lagi pada luapan kesedihan mereka semalam. Tak ada yang berbicara setelah itu. Raras meneruskan menggigit roti tawarnya. Sedang Indira berusaha mengendalikan rasa sakitnya. Ia tak ingin kembali menangis.
Ingatan Indira tertumbuk pada sebuah malam delapan tahun lalu. Selepas ia mengecek Raras di kamarnya, memberikan sebuah kecupan di kening putrinya, Indira kembali ke kamarnya di lantai bawah. Saat pintu terbuka, Indira menyunggingkan senyum kepada suaminya yang baru saja pulang dari luar kota. Namun ada yang berbeda malam itu. Darius tak memberinya kecupan apalagi pelukan. Alih-alih Pria itu memberinya tatapan tajam sarat emosi. Indira bertanya dengan bingung.
Lalu Darius melempar setumpuk rekening koran tepat di depan kaki Indira. Indira terkejut, Darius tak pernah sekasar ini kepadanya. Dengan tangan bergemetar, Indira meraih rekening koran itu. Ia meneliti setiap tanggalnya dengan jeli. Tak ada yang patut di curigai. Semua transaksi yang tercantum jelaslah atas sepengatuan Indira. Lalu apa masalahnya?
"700 juta? Kamu buang kemana uang itu?" desis Darius kala itu.
Indira kembali menciut. Memang ia tak membicarakan masalah ini pada suaminya. Karena Darius bukan tipikal pria yang perhitungan. Sebanyak apapaun uangnya yang dihabiskan oleh Indira juga Raras, tak pernah pria itu besar-besarkan. Memang pria itu seringkali menghela napas kasar saat Ia dan Raras membawa pulang berkantong-kantong belanjaan. Suami baik hatinya itu tak pernah terang-terangan menasihatinya untuk bersikap hemat. Indira pikir, Darius juga tak akan mempermasalahkan hal ini. Dan rupanya, Indira salah menduga.
"Temanku kena tipu, Mas. Ia butuh uang secepatnya. Ia berjanji akan mengembalikannya seminggu lagi. Makany-"
"Dan hal seperti ini, kamu tidak bercerita terlebih dulu padaku !!!" desis Darius lagi.
Indira meremas tangannya gugup, "seminggu lagi akan di kembalikan. Kurasa Mas tidak perlu semarah ini. Uang itu tak akan hilang, lagi pula kita sedang tidak butuh sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/78619891-288-k23132.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir Balik Dunia Raras
General Fiction[Complete] Raras Ashadewi, gadis manja yang tengah digulung rindu pada Mama yang meninggalkannya tujuh tahun lalu. Mengabaikan ketidaksetujuan sang Papa, Raras membawa kakinya memulai meniti jejak. Sendiri. Lalu dihadiahi oleh Rob seorang 'teman'. T...