11. Tawaran Tuan Putri

29K 3.5K 71
                                    

Raras berjalan lebih dulu. Meninggalkan Agam yang mengamati punggungnya di belakang sana. Hentakan flat shoes yang melapisi kakinya terdengar bersemangat. Debaran jantungnya masih tak beraturan, namun baguslah karena Raras bisa menyamarkan di balik senyum yang tersungging. Baru beberapa langkah, kaki Raras terhenti. Senyum setengah menyertai setelahnya.

Memilih membalikkan badannya, mata Raras berkeliling cepat, bertumbukan dengan mata Agam yang memberinya tatapan heran. Raras hanya menyengir. Ia mundur beberapa langkah, menyamai derap kaki Agam.

"Apa?" alis Agam terangkat curiga.

"Mas aja yang ngetuk pintunya."

"Kenapa harus aku?"

"Katanya mau membawakan kebahagiaanku. Mana janjinya?" tagih wanita itu polos.

Agam memberi Raras tatapan aneh. Menghela napas kasar, memilih acuh pada rengekan Raras. Agam punya firasat, Raras ini gadis bodoh. Tidak peka akan dengan maksud terselubung yang Agam samarkan. Daripada membuat gadis itu lari terbirit-birit karena belum siap terikat, lebih baik seperti ini dulu. Bungkam.

Mereka masih berjalan beriringan. Agam berjalan lurus ke depan, berbeda dengan Raras yang berjalan miring menghadap Agam. Jangan lupakan pandangan jengkel gadis itu. Baru beberapa menit yang lalu Raras berpikir bahwa Agam akan melakukan apapun untuknya. Dan rupanya Raras hanya begitu percaya diri...

"Mas?" rengek Raras entah bermaksud apa.

Agam berhenti tiba-tiba, membalikkan badannya menghadap pada Raras. Raras hampir berjengit kaget. Merasa jarak Agam bisa membunuh kerja jantungnya dengan mudah, Raras mengambil satu langkah mundur. Membuang muka, menolak pandangan lurus-lurus dari pria pemantik penyakit jantungnya ini.

"Kamu mengerti maksudku kan Ras?"

Mengerti. Hanya saja Raras tak mau acuh.

"Aku benar-benar bisa membawamu pada kebahagian, asal-"

"Jangan. Tidak sekarang !!" sergah Raras dengan muka memerah. Raras belum siap.

Ia membawa kakinya meninggalkan Agam. Kepalanya sempat tertoleh. Sempat menangkap Agam meraup wajahnya kasar. Sempat pula melihat manik hitam itu menatapnya kecewa. Raras tak pernah menabur benih. Jangan salahkan Raras jika tak ingin memanennya saat ini. Raras terdengar egois.

Fine. Sekarang pikirkan Mama lebih dulu. Raras berdiri tepat di depan pintu. Tangannya bergetar kala tergantung di udara. Perlahan Raras mengetuk pintu berplitur ini. Satu ketukan tak mendapatkan jawaban. Ketakutan Raras kembali bersahutan. Ia tak siap jika ini hanya muslihat lagi. Raras mengulanginya. Ketukan kedua, tetap tak ia dengar suara Mamanya. Ketukan ketiga, keempat, hingga entah ke berapa, tetap tak ada sahutan. Raras memejamkan mata kecewa. Lagi-lagi ini hanya semu. Mamanya tak ada di sini. Barangkali Diana telah berbohong. Atau mungkin Mama telah pergi dan menghilang lagi.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak," ujar Agam lagi-lagi tepat sasaran, "barangkali Mamamu sedang pergi sebentar," imbuhnya.

"Kalau tidak?"

"Maksudmu?"

"Kalau ternyata Mamaku memang lebih suka pergi dan menghilang dari hidupku, bagaimana?"

"Mamamu sakit jiwa." tukas Agam tajam, lalu berbalik pergi menuju mobil. Meninggalkan Raras yang masih termangu tak menyangka akan jawaban yang Agam berikan.

Tangan Raras terkepal erat. Ingin sekali rasanya, ia menyarangkan dua atau tiga kali tinjuan pada perut Agam yang kurang ajar itu. Bagaimana boleh, pria itu menghina mamanya sakit jiwa. Jika Agam sakit hati padanya, tak perlu mencela mamanya seperti itu. Kekanakan !! Sungguh.

Jungkir Balik Dunia RarasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang