=========**==========
Pagi tetesan embun membasahi setiap dedaunan taman milik keluarga Hendrawan. Seusai mandi dan memakai pakaian santai, Zano turun ke ruang makan di lantai satu. sebelumnya Zano sudah membuat teh kelopak bunga mawar kesukaan Papinya.
Zano senang beberapa bulan terakhir ini Papinya sering berada dirumah dan menghabiskan waktu dengannya.
“Hari yang berat untuk Papi pagi ini. Papi sudah tidak sanggup, semua bisnis Papi sedang dalam krisis. Beberapa bulan ini Papi berusaha menanganinya tapi belum ada kemajuan.” lalu menyeruput teh.
“Terus?” respon Zano yang serius menyimak.
“Papi membutuhkan dana besar untuk menyelamatkan bisnis kita, tapi apa yang harus Papi lakukan?” tanyanya dengan raut cemas.
“Apa isi brankas Papi tidak bisa menutupi krisis perusahaan? Papi kelarkan saja semuanya.”
“Papi tahu, tapi itu tidak cukup. Papi pikir aset rumah serta isinya, bisa mencukupi semua krisis perusahaan.” wajah Pak Adjhie berubah dari cemas menjadi tak rela.
“Tapi Pi, rumah ini penuh kenangan sama Mami. Apa Papi tega menggadai seluruh isi rumah ini?”
“Maaf, Papi terpaksa. Apa ada pilihan lain?”
***
Siang ini Bu Dian terlihat tidak membuka pondok gado-gadonya, karena Kebiasaan rutin setiap 3 hari menjelang tahun baru. Dia terlihat sedang menikmati acara hiburan disaluran Tv CTV sembari memakan kue-kue kering buatannya sendiri.
Tiba-tiba mobil Zaztov putih mewah terparkir dihalaman rumahnya dan tak lama turunlah lelaki paruh baya bersama gadis berambut panjang.
“Ini rumah saya, Pak. Terima kasih sudah mau mengantar.” ujar Ashya.
Pak Havi terlihat sedang mengingat sesuatu.
“Kenapa pak? Bapak pernah kesini?” tanyanya yang heran dengan sikap Pak Havi.
“Mungkin hanya perasaan Bapak.”
“Kita masuk dulu pak, nanti Ashya kenalin sama Mama.” ajak Ashya lalu diikuti oleh langkah Pak Havi.
Ashya mengetuk pintu, tak lama Bu Dian membukanya. Dalam hitungan detik, dua pasang mata terbelalak terkejut saling memandang. Ashya segera mempersilakan Pak Havi duduk diruang tamu.
“Ma, ini Pak Havi. Dia kepala yayasan Batavia High School. Aku gak sengaja ketemu Pak Havi di supermarket.” ujar Ashya sembari tersenyum, “Ma, aku ke dapur dulu ya. Belanjaannya berat nih. Mama bisa temenin Pak Havi sebentar?” tambahnya tanpa melihat reaksi sang Mama yang shock dengan kedatangan Pak Havi.
“Mama bikin teh dulu buat tamu.” lantur Bu Dian tak lepas pandang dari Pak Havi.
“Udah, sekalian Ashya yang buat, Ma.” Ashya langsung ngeloyor ke dapur.
“Clara? akhirnya, aku bisa menemukan kalian setelah sekian lama. Jadi, Ashya itu putriku? kamu mengubah identitasnya hanya untuk menghindariku?”
“Apa pedulimu? setelah kamu sakiti aku dan Ashya, sekarang kamu masih menganggap dia putrimu?” bentak Bu Dian.
“Aku tahu... Aku tahu itu, tapi itu masa lalu. aku khilaf Clara. Tolong maafkan aku?” Pak Havi memohon, “Lagipula, sampai kapanpun tidak pernah ada kata mantan anak atau mantan Bapak. Sampai aku meninggal, Ashya tetap putriku.”
Ashya sedari tadi mendengarkan diambang antara ruang tengah dengan ruang tamu, refleks menjatuhkan nampan yang berisi cangkir dan kue-kue kering. Dia terkejut dengan semua yang di dengarnya. Pak Havi dan Bu Dian spontan menoleh pada Ashya yang diam terpaku.
![](https://img.wattpad.com/cover/9373714-288-k821904.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Are we still Bestfriends?
Teen FictionCopyright to @TyanSatria & @Xiezha, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepenge...