============**=============
“Pi, Zano bawain makan malam buat papi.” Zano membuka pintu kamar Papinya.
Sekarang sang Papi terlihat sangat murung di ambang jendela kamarnya. Zano paham, semua yang telah terjadi menjadi pukulan terberat untuk Papinya. Apalagi selama ini Hendrawan Interprise merupakan setengah jiwa sang Papi dan prioritas utama dalam hidup Pak Adjhie Hendrawan.
Zano meletakkan makan malam di nakas.
“Pi, tadi pagi pak Arlon, pak Havi dan pak Andi datang kesini. Mereka khawatir dengan keadaan kita. Aku tahu Papi tidak mau bertemu dengan siapapun, tapi tidak dengan mereka kan, Pi?" Zano memiringkan kepalanya, "mereka sahabat lama Papi kan? mereka tulus ingin menolong kita, Pi.”
Pak Adjhie segera berbalik dan memandang tajam, “Tidak!! papi tidak akan pernah percaya dengan mereka lagi!”
Zano mengernyit tak mengerti, “Kenapa? bukannya mereka itu sahabat Papi? Apa ada salah sampai bikin Papi gak percaya sama mereka?”
“Mereka itu dalang dari semua ini! mereka hanya ingin menjebak kita." Pak Adjhie meremas edua bahu Zano lembut, "Jangan percaya sama mereka. walaupun mereka adalah orang yang wajib kamu hormati. Mereka sedang balas dendam sama Papi, Zano!”
"Apa Papi punya bukti?” Zano menyelidik kedalaman mata papinya, dia berjalan mendekati papinya, “Mereka tulus mau... “
KRAAAAAK
“Arghhh! “ Zano meraung lalu terduduk di tepi tempat tidur.
Pak Adjhie berjalan mendekati Zano dengan wajah panik, “Kenapa? ada apa denganmu, Za?”
Zano menggeleng pelan, “Gak, Zano gak apa-apa, Pi. Mungkin Zano cuma kecapekan. Zano mau cari udara segar dulu, ada urusan yang harus Zano selesaikan.” Zano mengigit bibir bawah menahan sakit.
Zano bangkit perlahan-lahan dan berjalan menuju ruang tamu dengan langkah tertatih-tatih sembari menahan sakit. Zano duduk sejenak diruang tamu. Kaki gue kenapa lagi? kenapa sering begini? apa kecelakaan tempo lalu bisa serius? sebaiknya gue segera ke dokter Marco. batin Zano.
"Monseur Zano, ada tamu untuk anda. Ashya Tytania." Android Voice menggema
Zano pun langsung melangkah malas membuka pintu. ketika pintu terbuka, Ashya segera memeriksa Zano dari ujung rambut hingga kaki.
"Zano, kamu gak apa-apa kan? kenapa pesan dan telepon aku gak pernah dijawab? aku khawatir sama kamu dan soal berita keluarga kamu itu, aku turut berduka.” Ashya tampak cemas.
Zano hanya diam, dia kembali berjalan tertatih-tatih menuju garasi mobil. Ashya bingung dengan sikap Zano malam ini dan khawatir melihat langkah Zano. Ketika dia mengekor dan menahan lengan Zano.
Zano menghempaskan tangan Ashya, “Tolong jauhin gue! Lo gak perlu repot-repot khawatir soal keadaan gue, karena kita gak ada hubungan apa-apa!" bentaknya, "jadi tolong tinggalin gue! dan asal lo tahu, yang gue butuhin saat ini bukan lo tapi Rasckia, paham!”
Belum sempat Ashya menjawab, Zano sudah masuk kedalam mobilnya dan melaju cepat meninggalkan Ashya yang mulai meneteskan airmata.
Justru aku kesini cuma mau bilang, kalau Rasckia udah buang kamu kayak sampah! apa kaki kamu sakit karena aku? apa itu alasan kamu membenciku?. Batin Ashya.
***
Mereka berbincang-bincang seputar film yang baru saja ditontonnya. Mereka terihat tertawa berdua di teras halaman rumah Rasckia.
"Iya lucu banget!” tawa Ramon mereda ketika dia mengingat sesuatu, “Rasck, gimana kamu sama Zano? Aku takut dia terluka saat melihat kita. apa kamu gak khawatir soal itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Are we still Bestfriends?
Ficção AdolescenteCopyright to @TyanSatria & @Xiezha, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepenge...