===========**===========
Waktu terus bergulir, Batavia kini tengah diburu jadwal UNSI (Ujian Negara Standar Indonesia) yang semakin dekat. Para Baried kelas Xll sibuk untuk mengikuti kegiatan tambahan untuk memperdalam ilmu 10 mata pelajaran yang merupakan syarat lulus UNSI tahun ini.
Standar nilai 9,0 untuk sekolah bertaraf internasional sedangkan sekolah Negara dan swasta hanya 7 mata pelajaran dengan standar nilai 8,0 dan semua itu sudah ditetapkan oleh Kemendiknas.
Ashya dituntut untuk fokus dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan UNSI. Tapi disisi lain, seluruh otaknya masih terisi tentang Zano yang sampai saat ini belum dia temukan.
Seluruh Baried merasa aneh, ketika The Populars tiba-tiba duduk bersama Ashya dan Vanesh didalam kantin Batavia.
Sekarang mereka bisa menerima bahkan bahagia karena perubahan sikap Rasckia dan The Populars yang mulai bersahabat dan memahami sekitarnya. Di lantain dasar itu masih saja terdengar riuh-riuh tentang masalah Zano.
Ashya mengedarkan pandangan ke lantai Dasar, “Kita harus temukan Zano, setidaknya dia bisa ikut UNSI bulan depan. Aku udah ngomong sama Papi, seluruh pihak sekolah setuju dengan usulanku. Dia punya hak dan kewajiban yang sama kan?”
Rasckia mengendikkan bahu sambil mengernyit, “Trus, mesti cari kemana? wartawan aja belum tahu mereka dimana.”
Vanesh tampak muram sembari bertopang dagu, “Udah berbulan-bulan kita cari dia, sampai-sampai semua dektektif sewaan orang tua kita pun belum ada yang berhasil menemukan mereka.”
“Atau mungkin… Zano udah meninggal?” ucap Ayuira asal.
“Heh, kalo ngomong jangan asal ya, jaga omongan kamu!” bentak Ashya marah lalu pergi meninggalkan kantin, sedangkan yang lain hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap Ayuira.
“Maaf, aku salah ngomong yah?” tanya Ayuira memelas.
***
Setelah menikmati makan siang berdua di Restaurant Khuzha, Bu Dian mengajak suaminya untuk berkunjung ke laluna lotus. Sepanjang jalan Bu Dian terus bercerita tentang semua tetangga dan pengalaman hidupnya selama tinggal disana.
Setiba mereka disana, Bu Dian tersenyum bahagia karena tidak melihat banyak perubahan dari rumah asrinya dulu. Yang berbeda hanya pondok gado-gadonya. Pondok itu telah direnovasi dan berubah nama menjadi ’Pondok rujak buah Pak Awan’.
Bertemu dengan semua tetangga lamanya, membuat Bu dian sejenak melupakan suaminya dan segera berbincang melepas rindu, Sedangkan Pak Havi ikut mengantri untuk memesan rujak buah.
“Pesan apa, Pak ?” tanya Pak Adjhie konsentrasi memotong buah.
“Rujak buah pedas dibung...“ Pak Havi berpaling dan tampak terkejut, “Adjhie? Adjhie!” pekiknya tak percaya.
Pak Adhjie terbelalak, “Havi?” berhenti memotong buah, “Sedang apa kamu disini? apa kalian masih belum puas membuat hidupku hancur? sebaiknya kamu segera pergi dari sini, sebelum aku naik pitam!”
Pak Havi terbata, “Bu-bukan itu maksudku. Aku dan istriku hanya…“
“Hanya apa? hanya ingin membuatku terjatuh semakin dalam!” sela Pak Adhjie lantang.
Sontak semua yang ada di halaman depan menoleh kearah sumber keributan, termasuk Zano yang baru keluar dari dalam rumah.
“Cepat pergi!!” bentak Pak Adjhie sambil mengacungkan tangan.
“Cukup, Pi!” teriak Zano dari pintu rumah, “Biarkan Pak havi masuk dan bertamu pada kita.”
Bu Dian segera mengenali wajah yang sangat familiar itu. Walau sudah bertahun –tahun lamanya tidak bertemu, “Ano? ya ampun, nak.” lalu berjalan mendekati Zano, “Kenapa kamu seperti ini? badan kamu kurus sekali, nak.” lalu memeluk Zano penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are we still Bestfriends?
Teen FictionCopyright to @TyanSatria & @Xiezha, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepenge...