Chapter 15 : Ghafa, Kei, and Yuan

1.2K 83 0
                                    

Usai sarapan, aku pergi ke Crimson tak lupa membawa panah dan memakai jubahku. Aku pergi ke halaman belakang lalu menyapa Ivory. Usai menunggu Ivory makan, aku langsung menungganginya pergi ke crimson. "Kami sudah menunggumu. Kata Landon, ada yang ingin kau ceritakan," kata Mason.

Aku melihat tiga orang laki-laki lainnya yang tak kukenali namanya. "Oh, ya. Kenalkan diri kalian," perintah Mason pada tiga temannya itu.

"Aku Ghafa,"

"Aku Kei,"

"Aku Yuan,"

Aku hanya membalas perkataan mereka dengan menyebutkan namaku lalu tersenyum. "Baiklah, kemarin aku menemukan rumah yang kupikir mencurigakan," jelasku. Mason mengangguk-angguk. "Bagaimana kau bisa sedangkan kami sudah mengelilingi hutan ini berkali-kali?" tanya Noah. Aku menaikkan bahuku lalu berkata, "Tidak tahu."

"Baiklah, tunjukkan di mana jalannya," perintah Mason. "Tunggu! Ada yang ingin kutanyakan pada kalian. Apakah kemarin ada pengiriman surat dari kerajaan?" tanyaku. Mason dan yang lainnya tampak kebingungan. "Maaf, itu urusan pribadi bahkan kami tidak boleh tahu," jawab Kei. Aku hanya menganggukan kepala. "Baiklah, " kataku. Aku memimpin mereka ke arah rumah yang kutemukan kemarin. Rumah itu memang tertutup pepohonan dan semak belukar yang menyeramkan. Bahkan terdapat pohon tumbang di sekitar situ. Tak terlihat pencahayaan dari rumah itu. Memang terlihat menarik dan mencurigakan bagiku.

Kami tiba tak jauh dari rumah itu. Aku tak ingin berada terlalu dekat pada rumah itu karena akan gawat jika ketahuan. "Itu rumahnya. Tertutup pepohonan dan semak belukar yang mengerikan," kataku sambil mengarahkan jari telunjuk pada arah yang kutuju.

"Lalu kita akan masuk ke dalamnya?" tanya Ethan pada Mason. "Aku tidak berfikir itu adalah ide yang bagus," jawab Mason. "Aku setuju pada Mason," tambah Landon. Aku hanya diam, memikirkan cara yang paling efektif. "Aku akan masuk ke dalamnya," usulku. Terlihat jelas kedua bola mata biru muda Mason terbelalak. "Sendirian," tambahku. Kini gantian mata Landon yang terbelalak. Rasanya aku ingin tertawa melihat mata mereka.

"Ide paling gila yang pernah kudengar," kata Kei. Aku tertawa lalu menuruni kuda yang kutunggangi. "Aku sangat penasaran dengan rumah itu. Lagipula, aku sudah ke sini kemarin," kataku. "Aku janji, jika aku butuh bantuan, aku akan memberi tanda," tambahku. Kami terdiam sejenak. Berfikir kembali.

"Baiklah, aku setuju," kata Mason dengan mantap. Landon menghela nafasnya dengan berat lalu mengangguk padaku. Ia tahu pasti aku tak akan pergi jika ia tidak membolehkanku. Setelah mendapat persetujuan yang pasti, aku langsung beranjak memasuki rumah itu. Terkadang aku harus melompati batang pohon yang tumbuhnya miring serta harus terluka karena terkena duri dari semak belukar. Aku tiba di depan rumah mencurigakan ini.

Terlihat tua dan rapuh serta satu lagi, gelap. Aku akan melontarkan anak panah pertama pada pohon yang paling tinggi di dekat mereka sebagai tanda aman. Panah dua kali, tandanya aku akan masuk ke dalam. Serta panah tiga kali tandanya aku butuh bantuan secepat mungkin. Aku melontarkan panah sebanyak dua kali sebelum melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah yang tepat berada di depanku.

Aku membuka pintu rumah lalu berjalan masuk perlahan. Kosong. Seperti yang kuduga. Mereka pasti sedang pergi bersama ibuku. Aku memutuskan untuk menjelajahi rumah itu lebih dalam lagi. Aku membuka ruangan satu per satu. Terlihat rapih dan bersih di dalamnya. Memang kita tidak seharusnya menilai sesuatu dari luar saja. Tak ada yang mencurigakan. Bahkan aku melihat target jual yang menempel pada dinding dekat kamar.

Aku lalu langsung bergegas ke luar dari rumah ini. "Tidak ada apa-apa. Kosong," kataku saat bertemu dengan Mason dan yang lain. Mereka terlihat lega. "Kami mempercayaimu, Scars," kata Mason. "Kau yakin tidak ingin masuk ke dalam?" tanya Kei pada Mason. "Tidak. Kau tak ingat peraturannya? Kita harus percaya dengan sesama," tegas Mason.[]

Scarlett (Book One) : The Hooded ArcheressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang