Chapter 29 : Letter From Who?

1.1K 79 0
                                    

Alastair hanya menarik nafas dengan berat. "Aku tidak akan meninggalkanmu di sini, Scars. Aku hanya terus memikirkan Lucas yang masih belum kita temukan. Aku merasa kasihan dengan raja Jorge dan ayahku. Kerajaan kami menjalin persahabatan yang sangat erat dan ayahku selalu memikirkan Lucas dan Scarlett," jelasnya. Aku tidak peduli. Aku terus membongkar isi lemari itu. Nihil. Seharusnya aku tidak usah berharap banyak.

"Aku sudah selesai. Ayo, pergi," Kataku dengan kecewa sembari meletakkan kertas bertempel robekan foto itu dalam saku celanaku lalu menutup lemari dengan kain.

Kami pun kembali ke crimson. Mason dan yang lain belum kembali. "Apa yang tadi kau cari?" tanya Alastair. "Aku sudah bilang aku tidak akan memberi tahu tentang hal itu." jawabku. Alastair menaikkan alisnya dan berbisik, "Oke."

Tak lama, Mason dan yang lain pun tiba. Kami melaporkan apa yang kami lihat begitu juga Mason. Hasilnya masih nihil. Mason dan yang lain serta Alastair kembali ke istana. Aku pun kembali ke rumah.

Seperti biasa, sebelum aku memasuki rumah, aku melepas jubahku dan kunciran pada rambut. Ibu sudah tiba. "Ibu!" sapaku lalu memeluknya. Ibu membalas pelukanmu. "Selamat ulang tahun, Scars walau ibu telat, maaf. Ini hadiah untukmu," katanya. Tumben saja ibuku bersikap baik padaku.

Aku menerima sebuah kotak kecil terikat pita lalu membukanya. Isi kotak itu adalah sebuah jam pasir kecil. "Itu barang yang terkenal di desa." Lanjutnya. Aku mengangguk mengerti. Walau hanya sebuah jam pasir kecil, aku sangat senang. Ini kali pertama ibuku memberi hadiah ulang tahun untukku. Jam pasir itu berukuran kecil. Pasir yang di atas berwarna merah muda sedangkan yang di bawah berwarna hijau.

Jam pasir itu menunjukkan waktu satu menit. "Terima kasih," kataku bahagia. Aku pun pergi ke kamar tidur lalu tidur sambil menggenggam jam pasir dari ibuku. Esok paginya aku melakukan rutinitas seperti biasa. Namun, sebelum aku pergi, aku melihat sepucuk surat yang terletak di atas meja makan.

Aku pun segera membacanya.

Dari: S.R.

Untuk: Jullie

Aku baik-baik saja di sini. Cepatlah selesaikan pekerjaanmu agar kita bisa tinggal di istana ini bersama secepatnya!

Re—rencana apa?

Aku bergegas pergi ke Crimson sambil membawa surat itu. "Wow, wow. Tenang. Ada apa?" tanya Mason. Aku menyodorkan surat itu kepada Mason. Ia membacanya. "Lalu? Ada apa dengan surat ini?" tanyanya lagi. Aku mengatur nafasku. "Surat itu. Aku mencurigai surat itu. Di amplop bercap merah mawar dan.. kurasa itu dari kerajaan," jawabku. Mason menaikan alisnya. "Kurasa, itu cap palsu." Bantahnya. Aku memutarkan bola mataku. Jika saja aku tidak tergesa-gesa, aku bisa membawa buktinya.

"S.R. itu siapa menurutmu?" tanyaku. Tunggu. S.R. adalah singkatan nama, bukan? Scars Rose? Tidak! Aku tidak pernah menulis surat itu! "Entahlah. Mungkin istana yang ia maksud adalah rumahnya. Apa kau tidak pernah mendengar semboyan rumahku istanaku?" katanya. Aku mendengus kesal. Aku mencurigai surat itu. "Kau temukan di mana?" tanya Landon. Inilah pertanyaan yang aku tunggu-tunggu.

"Di rumahku. Surat ini dituju pada ibuku. Jullie adalah nama ibuku. Bukankah ini adalah hal yang aneh? Kami berdua hidup pas-pasan dan tiba-tiba, ibuku mendapat surat seperti ini," jelasku. Mason pun terdiam. Ia terlihat sedang berfikir. "Kurasa kau benar. Surat ini mencurigakan. Tapi singkatan nama itu.." kata Mason.

"Scarlett Rose?" kata Noah. Mataku membelalak saat mendengar nama itu. Nama belakang Scarlett adalah Rose? Sama denganku juga?

"Tidak mungkin! Ia adalah putri raja yang baik," bantah Kei. Aku hanya menggelengkan kepala. Tapi mengapa aku dan Scarlett satu marga? Nama belakang ibuku adalah Bella. Lalu nama belakangku berasal dari nama siapa? Ayahku tidak mungkin!

Tanpa basa-basi lagi, aku pergi meninggalkan mereka dengan menunggangi kuda ke rumah mengerikan kemarin. Aku yakin, ada sesuatu yang mencurigakan di dalam rumah itu. Mason dan yang lain mengikutiku. Aku sudah siap. Aku siap jika aku bertemu penjahatnya. Aku siap jika aku menemukan pangeran. Aku siap jika aku mati untuk menyelamatkan pangeran.

Kami tiba. Aku pun turun dari kelana kuda dan mengambil panahanku. Mason dan yang lain mengikutiku. Dengan perlahan, aku memasuki rumah itu langsung menuju ke dalam ruangan yang kucurigai. Terdapat piring dan gelas yang berbeda dari kemarin. Piring sisa roti dan gelas berisi teh. Aku memerhatikan sekeliling dengan sangat teliti. Sial! Tidak kutemukan apapun. "Aku tidak menemukan apapun," kata Kei. "Aku juga." Kataku pelan.

Scarlett (Book One) : The Hooded ArcheressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang