Chapter 19

1.4K 133 2
                                    

Happy reading! :)

***

Masih bertahan pada posisi yang sebelumnya, Harry Styles, Liam Payne, Niall Horan, Zayn Malik, dan Louis Tomlinson merunduk. Mereka berlima mulai memisahkan diri, merayap keluar dari area panggung, sementara teriakan histeris yang berbeda dari yang terakhir mereka dengar, mengisi stadium. Suasananya berubah drastis, menjadi mencekam. Para penonton yang sebelumnya menangis bahagia, sekarang tengah berhambur kesana kesini, panik.

Pihak keamanan juga sedang berusaha keras untuk menetralkan keadaan, walaupun suara tembakan dari berbagai arah turut terdengar, menambah kebisingan yang terjadi. Jean Blythe memuntahkan banyak peluru untuk siapa saja yang mengenakan topeng putih, dengan beberapa sayatan buatan. Ia berkata dengan microphone yang entah ia dapat darimana, menyuruh semua orang untuk tetap tenang, berjalan ke pintu keluar tanpa tergesa-gesa.

Tapi, pada akhirnya, mereka tidak bisa tenang. Bagaimana mau tenang, jika sekarang mereka sudah dikelilingi oleh psikopat-psikopat gila yang menembak dengan asal? Namanya juga manusia biasa, masih remaja juga, pasti akan panik jika mengalami hal semacam ini. Instingnya pasti akan menyuruh mereka untuk berlari kencang, menggapai pintu apapun yang menuju keluar, tidak peduli jika mereka tersandung dan jatuh. Yang terpenting adalah, mereka selamat.

BANG! BANG! BANG! BANG! BANG!

Kate Crawford menggeram ketika ia melihat beberapa kameramen dan kru terjatuh tepat di hadapannya. Kacau, kacau, kacau, batinnya. Pun, ia menarik beberapa orang yang berada di area panggung ke belakang panggung. Menengok ke belakangnya, ia melihat the boys dengan ekspresi khawatirnya, menempel pada lantai panggung. Jadi, Kate naik ke atas panggung, sambil menembak orang-orang yang menyerbu panggung dengan senjata.

"Aku tidak melihat Theo sampai sekarang ini." Kate berteriak lewat wireless headset.

Mike Crawford mempertajam penglihatannya pada layar televisi besar yang menampilkan beberapa video. Setelahnya, ia mengecek ponselnya. "Dia bilang, dia akan membantu kita untuk penyerangan kali ini."

Kate mengumpat pelan. "Tetap pada posisi dan tembak siapa saja yang mengenakan topeng. Aku bersama the boys."

"Cepat ke belakang panggung! Kita tidak punya banyak waktu!" Teriak perempuan itu, sambil menunjuk-nunjuk kearah belakang lima laki-laki yang sekarang mengangguk, dan merayap cepat ke belakang panggung. "Drew, amankan pintu. Suruh anak buahmu untuk memeriksa lapangan parkir dan sekitarnya. Kita tidak butuh banyak korban lagi."

"Dimengerti."

BANG!

Satu peluru, berhasil mengenai bahu depan Kate. Perempuan bermata biru itu mengepalkan tangannya, kemudian menembakkan peluru terakhirnya untuk orang yang berada beberapa meter dibelakangnya. Ia berlari cepat menyusul the boys, sambil menekan-nekan luka di bahunya.

"Tolong tunjukkan mana jalan yang aman."

"Jalan terus sampai kau menemukan pertigaan. Jangan sampai kau terlihat dari lorong kanan."

Kate mengangguk, meskipun ia tahu jika Mike tidak bisa melihatnya, tapi ia tak peduli. Kate mengisyaratkan pada the boys untuk mengekor dibelakangnya, dan direspon dengan anggukan kelima laki-laki itu. Setelahnya, Kate berjalan mengendap-endap sesuai instruksi dari Mike, dengan Rifle yang ditodongkan ke depan. Langkah mereka terhenti ketika seorang polisi datang dari arah yang berlawanan, dengan senjata laras panjang.

Melihatnya, Kate langsung menembak kepala dari polisi itu. Louis terhenyak. Apa perempuan ini sudah gila? Sebenarnya ia ada dipihak siapa?, batinnya.

"Kau menembak seorang polisi, Kate," jelas Harry, mengutarakan isi pikiran Louis.

Kate mengangkat senjata yang sebelumnya dibawa oleh polisi itu. "Bukan seperti senjata standar kepolisian. Lain kali, kalian harus lebih berhati-hati," katanya, mengalungkan senjata itu di pundaknya. "AK-47."

Mereka berlima kembali berjalan pelan namun waspada disaat yang bersamaan. Ketika sampai di pertigaan, Kate merapatkan dirinya pada dinding, begitu juga yang lainnya.

BANG! BANG! BANG!

"Kate, posisi. Kuulangi, posisi."

Setelah mendengar suara Drew, Kate malah semakin menempelkan dirinya pada dinding, sambil berjongkok. Ia menodongkan senjatanya kedepan, tepat ketika beberapa orang menyadari posisi Kate dan the boys.

"Tenang, Kate. Ini aku, Drew," ucap Drew. Ia membantu Kate dan yang lain untuk berdiri. "Kemana lagi?"

"Lurus, belok kiri. Arah jam dua, beberapa orang dengan senjata pistol, membawa granat."

Zayn menarik pergelangan tangan Kate, mencegah perempuan itu untuk berjalan. "Aku tidak yakin semuanya akan jadi baik-baik saja setelah konser ini," ucap Zayn, menatap dalam mata Kate. "Apa kita harus menyerah saja? Maksudku, ini semua akan percuma. Pada akhirnya—"

"Tidak. Mereka akan senang jika kita menyerah begitu saja. Dan itu hanya membuat mereka semakin gencar dalam mengincar kita semua." Kate mengelus punggung tangan Zayn. "Percaya padaku, aku dan kedua kakakku akan menguak semuanya, memberi mereka pelajaran yang setimpal."

Setelah itu, Kate tersenyum pada Zayn, kemudian melepaskan genggamannya. Ini tidak benar, batin Kate. Tetapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sentuhan tangan Zayn terasa menyengat di sekujur tubuhnya, memberikan reaksi aneh sekaligus geli dan panas dalam waktu yang bersamaan. Mau bagaimana lagi jika sudah seperti ini? Dia tak bisa langsung melupakan rasa yang seperti itu.

Kate dan Drew memimpin didepan, sementara Jean dibelakang, bersama 3 orang yang lain. Mereka berjalan cepat, seperti perintah dari Mike. Dan saat itu juga, pikiran Drew mulai membawanya kepada kondisi Mike. Bagaimana keadaannya sekarang? Dirinya adalah orang yang patut disalahkan ketika Mike kenapa-kenapa—Drew gagal menjadi kakak yang baik.

"Ah!"

Suara teriakan Jean membuat yang lain menengok kebelakang. Salah seorang dari mereka menusuk jantung Jean. Pengkhianat, batin Kate. Pun, Kate langsung berlari kebarisan belakang dan menembak kepala orang itu berkali-kali. Kate hendak mendekati tubuh Jean, ketika lelaki itu mulai berteriak, "lari, Kate! Cepat!"

Pun, mau tidak mau, Kate dan kawanannya kembali berlari. Perasaan bersalah mulai menghantui diri Kate maupun Drew. Persis seperti apa yang dikatakan Mike sebelumnya, ada 4 orang bersenjata yang tengah menelusuri lorong. Drew mengangguk, mengambil posisi bersama 2 yang lain, sementara Kate merentangkan tangannya yang bebas—memberi isyarat agar the boys berada disekitarnya.

Suara tembakan mulai terdengar, lagi. Niall memejamkan matanya, tidak mau tahu tentang apa yang sedang terjadi. Ia mencengkeram kaus Kate, ketika ia merasakan kausnya basah. Dengan hati-hati, Niall mulai membuka matanya, melihat noda darah yang membasahi kaus Kate. Matanya mendelik.

"Kate. Kau, kau, tertembak," katanya dengan suara semut, membuat Kate menoleh.

"Hanya luka kecil," jawabnya. "Sebaiknya kita bergegas."

Setelah berkomunikasi kecil dengan Mike tentang arah yang harus mereka tempuh, mereka semua berhasil menuju pintu keluar, tentunya setelah menembak mati banyak orang. Mereka bertemu Paul dan Mike di pintu belakang, dengan luka melintang di perut Mike.

"Kita harus cepat-cepat pergi dari sini. Mereka memasang bom dibawah panggung. Theo berhasil mengulur waktu dengan baik—ia yang bertugas untuk mengaktifkan bomnya."

TO BE CONTINUED!

The Mission [One Direction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang