Chapter 24

1.4K 132 6
                                    

Happy reading! :)

***

"Aku harap kalian betah tinggal disini. Kita hanya menyewa untuk beberapa hari saja. Lagipula, besok lusa kalian akan menjalankan tur," ucap Drew, sambil membaca notebook hitamnya. Ia membuka lembar demi lembar.

"Apa tidak apa-apa dengan tetap melakukan tur? Kita semua tahu, jika keadaan untuk sekarang, tidak benar-benar baik. Kemungkinan paling buruk bisa saja terjadi, Drew," kata Kate.

"Kita akan naik jet pribadi. Paul sudah merencanakannya dari awal." Mike berkata. "Kru tidak bisa begitu saja membatalkan tur. Fans akan kecewa, dan bertanya banyak hal. Sementara, kita tidak bisa bicara terlalu jujur tentang semua penyerangan yang sudah terjadi. Mereka akan semakin khawatir, lalu membabi buta."

Liam mengangguk. "Mike ada benarnya. Lebih baik, kita tetap tidak merubah rencananya. Tur akan tetap berjalan, hanya saja kita harus lebih matang dan siap jika sesuatu tiba-tiba terjadi. Kami semua juga tidak ingin mengecewakan Directioners. Itu adalah hal paling buruk dalam hidupku, jika betulan terjadi."

"Baiklah. Sudah kita sepakati jika kalian akan tetap berangkat lusa pagi," kata Drew, kemudian melirik arlojinya. "Kalian boleh istirahat terlebih dahulu, persiapan untuk nanti malam-rekaman radio. Selamat siang." Adalah perkataan Drew, sebelum semuanya membubarkan diri, kecuali Mike.

"Aku ingin pergi sebentar," ucap Mike, kemudian berjalan agak cepat menuju pintu. Tangannya baru setengah jalan menyentuh daun pintu, ketika Drew memanggil namanya.

"Ingin kemana?"

Mike mengedikkan bahunya, lalu membuka pintu. "Hanya mencari angin, lalu membeli makan siang. Aku akan pulang cepat, kok."

***

Harry merebahkan dirinya di tempat tidur dengan posisi telentang. Kedua tangannya, ia jadikan bantal dibelakang lehernya. Ia memandang langit-langit kamar yang dominan dengan warna hijau itu-yang untuk sementara waktu ini menjadi miliknya-sambil berpikir. Untuk apa perlakukan sok pendiamnya di dalam mobil tadi? Laki-laki keriting itu bahkan tidak tahu, kenapa ia merasa sangat kesal saat itu. Ketika ia mencoba berpikir lebih luas lagi, sebuah pernyataan melintas cepat.

Mengetahui tentang apa penyebab ia malas berbicara beberapa jam yang lalu, Harry cemberut. Ia bangun dari posisi tidurannya, kemudian mengusap wajahnya, dilanjutkan dengan aksi menepuk-nepuk pipi. Kenapa malah jadi dihubungkan dengan Kate dan Zayn? Oke. Sekarang, Harry tidak bisa mengelak lagi, jika ia menaruh perasaannya pada Kate. Ia baru menyadarinya, kira-kira ketika Kate mendapat luka gores di lengannya. Ada banyak perasaan khawatir, bercampur dengan gelisah dan emosi ketika dirinya melihat Kate terluka.

Well, tapi, kalau boleh jujur, sebenarnya Harry sudah merasakannya ketika Crawford bersaudara itu barusaja bertemu mereka. Ketika, Simon baru mengenalkan mereka kepada the boys. Laki-laki itu, dulunya tidak terlalu percaya dengan slogan 'Cinta pada pandangan pertama'. Itu memang betul, tapi tentu saja diawali dengan rasa tertarik, berakhir dengan rasa ingin memiliki. Namun, Harry tetap saja tidak terlalu percaya pada slogan itu.

Dan, emosi Harry semakin bertambah ketika ia melihat Zayn dan Kate di kolam renang malam itu, saat Harry untuk pertama kalinya melihat Kate menangis. Kemudian bertambah lagi ketika ia melihat mereka berdua saling menggenggam tangan satu sama lain, ketika aksi pelarian dari konser semalam. Lalu, emosinya nyaris meledak ketika matanya melihat jelas, Kate dan Zayn yang hampir menabrakkan wajah mereka berdua.

Harry menarik rambutnya kebelakang, agak kuat.

Ingat, Harry, Zayn itu sahabatmu. Saudara laki-laki, malah. Mau bagaimanapun, dia itu tetap orang terdekatmu; peringat Harry untuk dirinya sendiri.

Sementara itu, Kate tengah mengobrol dengan Drew, di kamar mereka bertiga, tanpa Mike, tentu saja. Omong-omong, mereka bertiga memang satu kamar. Hanya ada 4 kamar tidur, 3 kamar mandi, dan 1 dapur, serta ruang tamu. Jadi, sudah diputuskan, jika Crawford bersaudara akan tidur bersama, Liam sendiri, Louis bersama Niall, dan Harry bersama Zayn. Well, begitu kata Drew.

"Aku masih belum mendapat kabar dari Peter ataupun Paul tentang kantor polisi di pusat kota," ungkap Kate. "Jika masih tidak ada kabar apapun dari mereka berdua, aku akan pergi sendiri kesana."

Drew mengernyit. "Kenapa kau kelihatan khawatir sekali dengan para polisi disana? Kupikir, tidak ada saudara ataupun kerabat dekat dari Charlie atau-"

"Peter sahabat dekat Scott, Andrew," kata Kate. Perempuan itu menghela nafas. "Itu, kenapa aku khawatir. Aku tidak ingin kehilangan orang-orang terdekat dari orang yang kita anggap orang tua kita sendiri, untuk yang kedua kalinya. Cukup Jean saja."

"Oke, aku mengerti. Sekarang, sebaiknya kita berdoa saja semoga Peter dalam keadaan yang baik-baik saja." Drew meraih laptop miliknya dari tas ransel. Ia bermaksud untuk mengubah nomor mereka semua, agar tidak dapat dilacak. "Bicara tentang Peter, hal apa saja yang kalian bicarakan?"

"Jadi, begini." Kate menarik napas, kemudian mulai menceritakan apasaja yang mereka obrolkan. Dari mobil, pengemudinya, pendapat Peter tentang Scott yang berubah, sampai penyerangan di kantor polisi. Sedangkan Drew sendiri, tengah mendengarkan dengan baik apa yang diceritakan oleh adik perempuannya, sambil terus mengutak-atik laptop. Kate juga bercerita tentang identitas dirinya dan kedua kakaknya yang sudah diketahui oleh Peter. "Kurang lebih seperti itu."

Drew terkekeh. "Wow. Itu tadi terlalu akurat," katanya, kemudian tersadar akan sesuatu. "Tunggu dulu. Kau bilang, markas The Troublemakers berada di gudang tua, bawah jembatan rel kereta api, dan jauh dari pusat kota? Maksudku, apa Peter memberitahu lebih rinci tentang lokasinya? Itu tadi terlalu umum. Banyak gudang-tua-bawah-jembatan-rel-kereta-api-dan-jauh-dari-pusat-kota."

"Hanya itu yang Peter katakan," kata Kate. "Lagipula, aku juga tidak ingin merepotkan pihak kepolisian. Mereka tidak memiliki masalah apapun dengan The Troublemakers. Aku tidak ingin menyulut api diantara kedua belah pihak itu. Cukup kita, dengan gangster sialan itu. Dan, ternyata banyak polisi yang sebenarnya membantu kita di penyerangan konser semalam."

Drew hanya mengangguk mengerti, sambil tangannya yang terus menari-nari diatas keyboard. Tinggal beberapa detik lagi, ia akan berhasil menyamarkan nomor mereka. Lalu, sesuai ekspetasinya, lokasi mereka tidak bisa dilacak. Drew tersenyum.

"Sekarang, bisa kau temukan dimana itu gudang-tua-bawah-jembatan-rel-kereta-api-dan-jauh-dari-pusat-kota?" Lanjut Kate, membuat Drew cemberut. "Oh, ayolah, Drew. Tidak ada Mike disini, sedangkan aku tidak terlalu pandai dibidang teknologi."

"Coba pikir lebih dalam lagi. Apakah Peter hanya mengatakan begitu saja?"

Kate memaksa otaknya untuk berpikir. Ia berdiri, kemudian memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket. Katie berjalan mondar-mandir didekat Drew. Seingatnya, Peter tidak mengatakan apa-apa lagi, selain clue gudang tua itu. Sampai ia menyadari tangannya mulai merogoh-rogoh sakunya, dan tahu-tahu, sebuah kertas sobekan sudah ada di tangannya.

Pinggir kota.

TO BE CONTINUED!

author's note: kurang enak apa hi

The Mission [One Direction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang