Chapter 29

1.3K 125 1
                                    

Happy reading! :)

***

Beberapa menit yang lalu.

"Claire, ada yang ingin kutanyakan padamu."

Claire melihat Mike dari ujung matanya, sebelum akhirnya memutar bola matanya sendiri, sambil terus berjalan dan menahan rasa nyeri dipahanya. "Tanyakan saja."

Mike berpikir sekali lagi. Apa ia benar-benar perlu menanyakan hal ini? Tidak bertemu selama bertahun-tahun, tentu saja membuat perasaan Mike ragu, apakah Claire benar-benar Ibu kandungnya atau bukan. Belum lagi kemungkinan tentang Claire yang bisa saja membentak dirinya, karena tidak ingin membahas topik ini. Sementara, kondisinya ketika ia pertama kali ditemukan oleh pihak panti asuhan, sudah seperti anak yang sangat tidak diharapkan lahir ke dunia.

Oh, bayangkan saja, jika dirimu melihat seorang bayi, yang sebenarnya malah dititipkan di tempat pembuangan sampah. Dibuang, adalah kesan pertama Mike ketika ia melihat hal semacam itu, sedangkan ia bahkan masih ragu, apa dirinya ditemukan di dekat tempat pembuangan sampah. Mana mungkin Claire setega itu?

"Kau.. sungguhan Ibu kandungku?" Tanya Mike, agak gugup. Ia menunduk, menolak untuk membalas tatapan dari pemilik sepasang mata biru sapphire itu. Sebagai pelampiasan atas sikap gugupnya, ia mengulum bibir bawahnya sendiri, dan sesekali meremas-remas tangannya.

"Kau meragukanku?" Claire balik bertanya, dengan suara yang agak melengking, kemudian berhenti berjalan, hanya untuk menatap Mike—yang tidak balas menatapnya. "Kau tidak bisa melihat adanya persamaan fisik diantara kita berdua? Kupikir, kau juga sempat menyadari warna rambut Douglas yang menyamai milikmu."

Mike menggeleng cepat. "Bukan begitu, Claire." Laki-laki itu menyangkal, kemudian mulai berjalan lagi. "Maksudku, kenapa kau malah menitipkan diriku di panti asuhan, ketika kau ataupun Douglas masih bisa merawatku? Dan, kenapa kau tidak berusaha untuk mengambilku lagi, beberapa tahun setelahnya, saat aku beranjak dewasa?"

Claire nyaris tersedak oleh air ludahnya sendiri, ketika mendengar pernyataan Mike. Alih-alih menjawab berbagai pertanyaan Mike, Claire hanya diam saja, memutar otaknya sendiri agar menemukan kata-kata yang tepat, untuk menjawabnya. Sebelum akhirnya, ia berkata, "aku sibuk. Lagipula, aku juga tidak ingin meninggalkan dirimu dirumah sendirian. Berhenti memikirkan berbagai spekulasi yang aneh-aneh."

Claire membuka pintu ruangan isolasi, dibantu oleh Mike. Mata sapphire nya langsung bertemu dengan pemilik mata cokelat hazel, yang saat itu tengah dibakar oleh rasa amarah dan jengkel yang mendalam. Zayn mengepalkan tangannya, sementara batinnya yang terus meneriakkan kata-kata umpatan. Ia sudah sangat berkeinginan untuk meludahi wajah Claire saat ini juga. Tapi, apa daya laki-laki berparas timur tengah itu, ketika dirinya akan tetap berakhir terikat di kursi, tanpa bisa melakukan apa-apa.

Claire tersenyum puas, karena melihat ekspresi nyaris-putus-asa milik Zayn. Paling tidak, masih nyaris. Laki-laki itu, masih memiliki lumayan banyak ide gila di otaknya, yang sebenarnya bisa ia tunjukkan detik ini juga, ketika ia menyadari jika dirinya tengah terikat dikursi, di detik berikutnya. Claire mendekati Zayn dengan langkah terseok-seok, kemudian duduk dikursi yang sebelumnya sudah ditempatkan didepan Zayn, ketika beberapa orang dengan topeng masuk kedalam ruangan, dengan membawa beberapa kamera.

"Bagaimana kabarmu, setelah melihat drama gratis dengan level yang tinggi?" Kata Claire tanpa berpikir. Ia menyandarkan dirinya di sandaran kursi, sembari bersedekap.

Kali ini, Zayn tidak main-main. Ketika instingnya menyuruh laki-laki itu untuk meludah, Zayn meludah sungguhan, tepat mengenai celana jeans Claire, membuat Claire menggeram. Tetapi, Zayn sudah tidak peduli lagi, jika Mike akan menghajarnya sekarang juga.

"Hentikan omong kosongmu," desis Zayn. Ia mendecak, sudah sangat jengkel dengan Claire dan Mike. Sudah cukup telinganya kenyang mendengar semua bualan beberapa menit yang lalu. Tidak perlu ada basa-basi sampah lagi dari Claire. "Kami, tidak pernah membuat masalah dengan dirimu, ataupun gangster sialan itu. Jadi, cepat bicarakan, apa sebenarnya masalah yang sedang kau permasalahkan!"

"Calm your dick down, asshole." Claire tergelak ironi. Ia mengibas-ngibaskan sebelah tangannya keudara. "Didalam kasus ini, seharusnya, aku yang marah! Karena ulah fans berengsekmu itu, Angela mati! Anak kesayanganku, diinjak-injak oleh kaki-kaki terkutuk, ketika ia tengah berada di konser murahan kalian semua! Kalian tidak bertanggung jawab! Seharusnya, kalian sadar dengan apa yang sebenarnya kita permasalahkan!"

"Siapa Angela? Dia kakakku?" Kata Mike. Claire mengangguk, ketika sebuah fakta melintas di otak Mike. "Sekarang, semuanya menjadi masuk akal," lanjut Mike. "Kau membuangku, karena kau merasa, hanya Angela yang terbaik untuk dirimu. Aku tidak tahu, bagaimana yang betul, tapi aku yakin; aku dibuang. Lalu, kau membuat Douglas amnesia, agar dia tak menyadari perilaku kejimu selama ini. Akui saja, tidak perlu repot-repot berbohong, Claire."

"Makan itu, jalang. You deserve it," kata Zayn, kemudian tersenyum miring.

PLAK!

Satu tamparan dari Claire, mendarat mulus di pipi Zayn, sampai membuat kepala Zayn menengok kebawah. Ia memejamkan matanya, berusaha keras untuk meredam emosinya, ketika the boys masuk kedalam ruangan, bersama Theo.

Claire mulai mengeluarkan sebuah perintah untuk meletakkan the boys dalam posisi berlutut, dan terikat. Melihat hal itu, Mike menepukkan tangannya sekali, entah untuk apa, sebelum akhirnya Theo keluar dari ruangan sendirian.

"Siapkan generator, dan kameranya. Kita akan segera tayang dalam beberapa menit lagi!" Teriak Claire, dilanjutkan dengan suara geramannya.

***

Kate mengubur kepalanya di tekukan lututnya. Ia sudah sangat lelah, baik batin, maupun fisik. Iya, memang, hidup memang seperti drama sampah murahan. Tapi, bagaimanapun, seorang tokoh didalamnya pasti akan mancapai klimaksnya, dimana mereka sudah sangat lelah dengan apa yang sedang mereka alami. Dan, kebanyakan dari mereka, akan lebih memilih untuk menyerah daripada bertahan.

Scott menatap Kate dan Drew dari balik bulu matanya. Di detik itu juga, rasa bersalah yang berlebihan kembali merayapi diri Scott. Dirinya, adalah orang pertama yang patut disalahkan, ketika Kate dan Drew menjadi pribadi yang lebih berbeda. Scott menundukkan kepalanya, sembari mengusap wajahnya kasar. Berbagai kalimat yang disertai kata 'seharusnya', sudah mengisi penuh kepalanya. Namun, kosa kata 'seharusnya', sudah tidak berguna lagi dalam keadaan seperti ini.

Drew, Kate, Scott, Jonathan, Paul dan yang lainnya, pun, mendongakkan kepala mereka secara bersamaan, ketika suara jeritan yang tertahan, diikuti dengan berisik yang dihasilkan oleh pintu sel yang terbuka, terdengar dengan jelas di telinga mereka. Theo berdiri di depan pintu, dengan peluh yang bercucur jelas di sekitar wajahnya.

"Ayo, cepat keluar darisana—kita sedang dikejar waktu! Kita semua, harus berbuat sesuatu, sebelum semuanya menjadi lebih kacau."

TO BE CONTINUED!

The Mission [One Direction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang