Altair melirik Ardi yang duduk di depannya, sedang menggenggam gelas berisi Bailey's Irish cream yang masih utuh dengan pandangan kosong. Sudah hampir dua jam mereka duduk di bar, tetapi hanya Altair yang sibuk berbicara. Ardi lebih banyak diam, melamun, menanggapi ucapan Altair dengan, "Hm", "Ya", "Oh", dan sejenisnya, lalu kembali memasang wajah tanpa ekspresi.
"Nyet, kalau lo mau jadi patung semaleman, gue cabut nih," ancam Altair, akhirnya.
Ardi akhirnya memberikan sedikit reaksi. Dia menghela napas pelan. "Sori," ucapnya. "Gue cuma ... lagi pusing."
"Gue tahu bukan masalah kerjaan." Karena Altair tahu pasti Ardi lebih memilih mengoceh panjang lebar jika ada masalah pekerjaan yang membuatnya stres.
Ardi kembali diam sejenak, menatap minuman di hadapannya. "Ovi mau nikah."
Pertanyaan senilai 2 miliar rupiah-nya terjawab. Seharusnya Altair juga tahu, hanya Ovi yang bisa membuat Ardi semurung ini. Dia berdecak. "Dua tahun, Di. Dia malah udah move on dari setahun yang lalu."
"Dumbass, I know."
Altair melipat tangannya di meja. "Kenapa lo ngiyain pas dia minta cerai?"
Ardi tidak menjawab.
"Gue kenal lo dari kita masih sama-sama maba culun. Gue tahu banget lo nggak pernah gampang ngomong putus, ngiyain ajakan putus, apalagi cerai. Lo bukan belum move on, tapi nggak mau."
Ardi mengalihkan pandangannya ke sekitar tempat itu. Waktu yang dilaluinya bersama Ovi tidak bisa dikatakan sebentar. Mereka kenal sejak SMA. Ovi merupakan adik kelas Ardi saat itu, setahun di bawahnya, tetapi hanya sebatas tahu nama, tidak pernah berinteraksi langsung. Mereka bertemu lagi di kampus. Ardi masuk ke Fakultas Hukum dan Ovi Fakultas Ilmu Sosial, mengambil Jurusan Ilmu Komunikasi. Saat itu Ardi sudah semester 3, sementara Ovi masih maba. Saat universitas membuat acara kesenian untuk memperingati dies natalis, Ovi mendaftar menjadi panitia. Di sanalah, untuk kali pertama, mereka banyak berinteraksi. Selesai acara, interaksi itu berlanjut. Semester berikutnya, mereka resmi berpacaran.
Ovi mencintai dunia modeling. Dia bergabung di agensi sejak berusia 16 tahun. Di usia 18 tahun, sebulan setelah lulus SMA, dia mengikuti kontes modeling tingkat nasional, dan berhasil mengantarnya mengikuti ajang serupa di tingkat Asia. Dengan kesibukan Ovi menjalani berbagai photoshoot, runaway, juga menjadi brand ambassador banyak produk, menghabiskan waktu berdua bukan hal mudah. Ardi sendiri cukup aktif mengikuti organisasi di kampusnya, baik tingkat fakultas maupun universitas.
Lulus kuliah, Ardi melamar di berbagai Firma Hukum incarannya. Salah satu firma, yang cukup terkenal, menerimanya sebagai internship. Setahun kemudian, dia diangkat menjadi junior advocate. Dua bulan setelah itu, di usia 23 tahun, Ardi melamar Ovi. Alasannya sederhana. Demi kualitas dan kuantitas pertemuan yang lebih baik. Putus tidak pernah menjadi pilihan mereka, meskipun sering bertengkar karena komunikasi yang kurang, terutama saat Ovi sedang menerima pekerjaan di luar negeri. Walaupun kariernya saat itu tengah menanjak, Ovi menerima lamaran Ardi tanpa ragu. Bimasakti & Rasyid Corporate 'lahir' setahun setelah kelahiran Kaia.
Tiga tahun pacaran, empat tahun menikah. Ovi yang menemani Ardi di saat dia masih meniti segalanya dari bawah. Tanpa pernah mengeluh, di masa terburuk sekalipun. Hidup mereka memang tidak bisa dikatakan menderita. Orangtua selalu sedia membantu saat dibutuhkan. Tetap saja, selama berumah-tangga mereka bisa dikatakan berjuang berdua.
Bagaimana mungkin Ardi bisa membuang semua itu begitu saja? Ditambah lagi, kehadiran Kaia membuktikan kalau rasa cinta antara dirinya dan Ovi itu pernah nyata.
"Coba buka diri lo." Suara Altair menarik Ardi dari lamunan panjangnya. "Nggak perlu langsung buka hati. Cukup bikin lo mau nerima orang baru dulu." Saat Ardi masih tetap diam, Altair menambahkan. "Move on itu bukan cuma tentang jatuh cinta lagi, tapi juga gimana lo bisa dan mau damai sama keadaan. Ngasihani diri nggak bantu sama sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss The Past Goodbye
General FictionSejak bercerai dari istrinya dua tahun lalu, hidup Ardi hanya diisi dengan bekerja dan merawat Kaia, putri sematawayangnya. Dia tidak pernah memikirkan tentang berkencan lagi. Setidaknya, hingga dia bertemu Nadin. Bagi Nadin, Ardi bukan hanya pelang...