Ini flashback terakhir. Yang nggak suka baca masa lalu Ardi-Ovi ya udah, lewatin aja. Nggak ada paksaan kok :)
***
Delapan Belas
Ardi membuka pintu rumahnya dengan wajah lelah. Ovi masih di rumah sakit untuk proses pemulihan. Tetapi, besok menurut dokter istrinya itu sudah boleh pulang. Momi, yang langsung terbang dari Bali begitu mendengar kabar Ovi, sedang menggantikannya menunggui wanita itu di rumah sakit, sementara Ardi pulang sebentar untuk mandi dan berganti pakaian, sekaligus mengecek Kaia di rumah Mamah. Ovi juga minta dibawakan baju dan pakaian dalam ganti tadi.
Selesai mandi, Ardi berpakaian dengan cepat, lalu membuka wardrobe berisi pakaian Ovi. Dia mengambil beberapa, kemudian menarik keluar laci berisi pakaian dalam. Ketika mengambil beberapa pasang dalaman Ovi dari sana, matanya menangkap sesuatu yang mencuat. Ujung kertas. Ardi menariknya hingga benar-benar keluar.
Amplop dengan logo sebuah RSIA sekarang berada di tangannya. Saat membongkar bagian bawah laci dalaman Ovi, Ardi juga menemukan berbagai jenis obat dan vitamin di sana.
Sesaat, Ardi terdiam. Rasa penasaran mengambil alih, membuatnya nekat membuka amplop yang sudah dibuka itu. Begitu menarik keluar kertas di dalamnya, sebuah benda lain meluncur jatuh. Ardi memungutnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat benda apa di tangannya.
Sebuah cetak hasil USG, bertanggal dua minggu yang lalu. Nama Ovi yang tertera di sana membuat kepala Ardi pening seketika. Dia duduk di sofa yang ada di walk-in closet itu, memejamkan mata demi menenangkan dirinya.
Jadi, Ovi mengetahui kalau tengah hamil, tetapi tidak memberitahukan apa pun padanya. Ardi bisa menebak alasannya. Fashion week yang sudah di depan mata sudah membutakan istrinya itu. Ovi tahu kalau Ardi akan melarangnya berangkat kalau sampai kehamilannya diketahui. Karena itu Ovi memilih bungkam.
Seharusnya Ardi merasa marah. Keegoisan Ovi membuat mereka harus kehilangan calon bayi, anak kedua mereka. Adik Kaia. Tetapi, dia menatap berbagai vitamin di tangannya. Di balik keegoisannya, Ovi masih berusaha menjaga calon bayi mereka dengan caranya. Dia tetap check up ke dokter, juga mengonsumsi vitamin. Apa yang terjadi sekarang murni kecelakaan, bukan salah siapa-siapa.
Pandangan Ardi berubah nanar saat menatap kembali hasil USG di tangannya. Belum terbentuk jelas, masih berupa kantung. Dia mengusap permukaannya, merasakan perasaan bersalah mendera demikian hebat. Ardi mendekap benda persegi itu di dada, seolah sedang memeluk bayinya.
“Maafin Papa ....” bisiknya, serak. “Maafin Papa, Nak ....”
Seharusnya dia tidak terlalu keras pada Ovi, hingga membuat istrinya itu mengambil keputusan untuk menyembunyikan kehamilan darinya. Seharusnya dia bisa lebih mengerti Ovi, memaklumi pilihannya. Dia yang memaksa Ovi menikah, dan berjanji untuk tidak membatasi apa pun langkah yang diambil wanita itu untuk kariernya. Seharusnya dia bisa lebih perhatian, bukan hanya sibuk melarang ini-itu.
Lama Ardi termenung di sana, sambil terus mendekap satu-satunya bukti kalau dia dan Ovi hampir memiliki anak kedua. Matanya berkaca-kaca, tetapi tidak bisa menangis. Dia hanya duduk diam, hingga merasa lebih tenang.
Menghela napas pelan, Ardi bangkit berdiri, menyimpan kembali surat, hasil USG, serta obat-obatan Ovi di tempat semula, kemudian membawa pakaian ganti Ovi ke kamar. Dia memasukkan semuanya ke dalam travel bag, lalu memanggulnya meninggalkan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss The Past Goodbye
General FictionSejak bercerai dari istrinya dua tahun lalu, hidup Ardi hanya diisi dengan bekerja dan merawat Kaia, putri sematawayangnya. Dia tidak pernah memikirkan tentang berkencan lagi. Setidaknya, hingga dia bertemu Nadin. Bagi Nadin, Ardi bukan hanya pelang...