Setiap Sabtu, Ardi kadang ikut menemani Kaia di sekolah. Mengantar, menunggu di sana hingga waktu pulang. Tetapi, karena Sabtu ini Ovi yang mengantar, Ardi hanya akan menjemput supaya Ovi bisa langsung ke bandara dari sekolah Kaia. Melihat Kaia yang masih tampak enggan berpisah dari mamanya, Ardi akhirnya menawarkan diri untuk mengantar ke bandara. Awalnya Ovi menolak, berniat tetap pada rencana untuk naik taksi. Namun, Kaia lebih dulu menggandeng dan menariknya menuju mobil Ardi.
Ini bukan kali pertama mereka bertiga bisa berada di satu mobil sejak bercerai. Suasana canggung hanya pernah muncul di awal-awal, saat masih berusaha beradaptasi atas status baru sebagai mantan suami-istri. Kecanggungan itu sudah berkurang banyak lama-kelamaan. Hari ini, semuanya seolah kembali. Ardi lebih banyak diam sepanjang jalan, membiarkan Ovi, yang duduk di bangku depan, mengobrol dengan Kaia, yang duduk di belakang Ardi.
"Pesawat jam berapa?" tanya Ardi, akhirnya, begitu menyadari percakapan antara Ovi dan Kaia terhenti, sementara jalanan depan mereka dipenuhi kendaraan.
"Satu empat lima."
Ardi melirik jam mobil yang baru menunjukan pukul sebelas. "Nggak dianter Ivan?"
"Dia udah balik ke Singapura. Berangkat kemarin. Kantor yang di sana masih butuh diawasin. Yang di sini udah lebih bisa dilepas."
"Oh."
Kembali hening. Sunyi itu dipecahkan Kaia yang merasa bosan dan ingin meminjam tablet Ardi untuk menonton kartun. Ovi mengambilkan tablet Ardi, berniat mencari video yang diminta Kaia. Bibirnya membentuk senyum kecil saat melihat wallpaper di layar tablet itu. Foto Kaia sedang tidur tengkurap di karpet ruang tengah, wajahnya menghadap kamera, dan Ardi meniru pose anak itu, dengan puncak kepala saling menempel.
"Aku mau dong, foto-foto Non yang baru," pinta Ovi, setelah menyerahkan tablet pada Kaia dan membiarkan anak itu menonton.
Ardi mengerdikan ponselnya di cupholder. Begitu Ovi membuka gallery dan folder foto, wajah Kaia langsung bermunculan. Ardi punya kebiasaan mengambil foto putri mereka setiap ada kesempatan, sejak Kaia lahir. Lebih daripada Ovi. Dalam sehari, bisa ada 10-15 foto baru Kaia di ponsel Ardi. Itu di hari kerja, di mana Ardi tidak seharian bersama Kaia. Saat libur, foto barunya bisa mencapai 30an. Walaupun posenya kadang sama, tidak satu pun foto-foto itu dihapus Ardi. Dia bahkan punya hard-disk sendiri untuk semua foto Kaia.
"Nggak buat di Instagram, ya," pesan Ardi, ketika melihat Ovi mulai mengirimi foto-foto dari ponselnya.
"Iya. Aku juga masih nggak mau foto Non nyebar di mana-mana," balas Ovi. "Tahu nggak sih, temenku ada yang anaknya diculik di sekolah. Pas ketangkep, pelakunya ngaku lihat dari medsos. Makin serem aja main gituan ngelibatin anak."
Ardi sering mendengar kasus sejenis. Itulah alasan utama sejak awal Kaia lahir, dia dan Ovi sepakat untuk menyembunyikan wajah Kaia. Terutama saat karier Ovi makin menanjak. Setiap wawancara, Ovi juga meminta dengan penuh hormat agar para wartawan tidak mengambil foto putri mereka, candid maupun terang-terangan, jika Kaia sedang bersamanya. Terserah dianggap sombong atau apa. Mereka lebih memedulikan keamanan dan keselamatan Kaia. Membayangkan berita penculikan anak, hanya bermodalkan foto yang disebar orangtua di berbagai media sosial, ditambah bayangan para paedofil yang menggunakan foto anak-anak sebagai objek 'senang-senang', makin membulatkan tekad mereka untuk 'menyembunyikan' Kaia.
Pukul 12.17, sesuai angka yang tertera di jam digital, mobil Ardi memasuki Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dia menghentikan mobilnya di perhentian dekat keberangkatan internasional. Menyadari mereka sudah tiba, Kaia meletakkan tablet Ardi dan ikut turun.
"Mama pulangnya kapan?" tanya Kaia, sementara Ardi mengeluarkan koper Ovi dari bagasi.
"Sebelum ulang tahun Non," janji Ovi. Dia berjongkok hingga sejajar dengan Kaia. "Non mau kado apa? Nanti Mama beliin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss The Past Goodbye
General FictionSejak bercerai dari istrinya dua tahun lalu, hidup Ardi hanya diisi dengan bekerja dan merawat Kaia, putri sematawayangnya. Dia tidak pernah memikirkan tentang berkencan lagi. Setidaknya, hingga dia bertemu Nadin. Bagi Nadin, Ardi bukan hanya pelang...