Sebelas

19.2K 2.1K 137
                                    

Olin tidak bisa memutuskan siapa yang lebih tidak menyukai situasi yang harus mereka hadapi saat melihat Nadin dan Ovi duduk berhadapan. Senin ini, tidak seperti biasa, dia dan Nadin berada di Nad’s-Cave untuk membicarakan kue ulang tahun dan camilan-camilan manis untuk teman-teman Kaia nanti. Sebagai baker utama, Olin juga harus ikut dalam rapat itu.

“Ini chocolate cake, rasa dan teksturnya sama kayak cupcake yang biasa dimakan Kaia di sini.” Nadin menjelaskan kue pertama yang akan menjadi dasar kue ulang tahun Kaia.

Ovi menyendok sedikit, mengendusnya, lalu memasukkannya ke mulut. Ekspresinya tidak terbaca selama dia mengunyah. “Rasanya oke. Tapi saya mau teksturnya lebih lembut kalau buat kue ulang tahun.” Dia berpaling pada Kaia yang duduk di sebelahnya. “Non mau cobain juga?”

Kaia membuka mulut, menerima suapan Ovi. Wajah anak itu berbinar senang saat mengunyah, sangat berbeda dengan ekspresi datar mamanya.

“Oke. Itu pilihan pertama.” Nadin berdeham. “Saya tahu dari Ardi kalau Kaia suka susu stroberi. Di sini juga dia selalu pesan strawberry milkshake. Jadi, saya minta Olin nyiapin strawberry shortcake buat pilihan kedua.”

Ovi kembali mencicipi kue kedua, juga menyuapi Kaia.

“Mau dua-duanya!” ucap Kaia, sebelum Ovi mengeluarkan komentar. “Cokelat satu. Storebi satu.”

“Beneran? Nggak satu aja?” Ovi membujuk Kaia. “Gimana kalau yang cokelat aja? Terus minta tantenya bentuk jadi kebun stroberi?” pandangannya mengarah pada Olin dan Nadin bergantian. “Bisa, kan?”

“Gampang,” jawab Olin.

Ovi memaksakan senyum kecil, sebelum kembali pada Kaia. “Gimana, Non?”

Dahi mungil Kaia berkerut sejenak. “Tapi, Non mau storebi juga, cokelat juga.”

“Ya udah, gini aja. Bagian bawahnya strawberry cake, nanti yang atas pake chocolate cake sekalian jadi tanah kebunnya. Nanti tinggal dilapisin rumput-rumput, sama stroberi. Atau stroberinya mau dari cokelat juga? Gue bisa bikin dalamnya ada lelehan sirup stroberi.”

Perkataan Olin itu tampaknya berhasil menarik perhatian Ovi. “Oh, kayaknya menarik,” balasnya. “Maaf sebelumnya, sekadar penasaran. Kamu sekolah pastry di mana?”

Olin menggeleng. “Manajemen, kayak Nadin. Beda konsentrasi. Gue ambil Marketing.”

“Dia pernah summer course di Sydney,” Nadin menambahkan.

“Tiga bulan terindah di hidup gue,” lanjut Olin. “Balik ke kuenya. Jadi mau dibikin model 3D kebun stroberi, kan? Pake tambahan ornamen pagar-pagar, sama petaninya sekalian?”

“Semuanya eatable?”

Of course,” jawab Olin. Dia mengeluarkan tablet, membuka aplikasi sketsa. Kurang dari lima belas menit, dia menyelesaikan sketsa kasar bentuk kue yang nanti akan dibuatnya.

Selama  mendengarkan penjelasan Olin, Ovi diam sepenuhnya. Begitu selesai, wanita itu memberi sedikit tambahan, tidak terlalu banyak koreksi, kemudian topik berpindah ke camilan manis untuk anak-anak. Ovi meminta sajian canapé, berisi empat sampai lima kue. Selain itu, dia juga sudah memesan box cokelat di salah satu toko cokelat ternama untuk hampers teman-teman Kaia nanti. Begitu sepakat canapé apa saja yang akan disajikan, Ovi mengucapkan terima kasih, lalu mengajak Kaia pulang.

Nadin melempar pandang takjub bercampur tidak percaya pada Olin begitu mobil yang dikendarai sopir Ovi menjauh. “Lo emang keren.”

I know. But, why?”

Kiss The Past GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang