“Shit!”
Umpatan itu otomatis keluar dari mulut Ovi, mendapati pertanda yang muncul dari benda di tangannya. Sebuah test pack yang menunjukan dua garis merah.
Ini akan menjadi bencana besar baginya. Jauh lebih besar dari kehamilan pertama.
Dua tahun ini benar-benar masa berat bagi karier Ovi. Renata yang masih kesal, membuatnya harus bekerja dua kali lebih keras dari sebelumnya demi mendapat kepercayaan bosnya itu kembali. Setelah semua cobaan dan usaha keras yang dilakukannya, tahun ini akhirnya Renata mengizinkannya ikut fashion week di Milan akhir tahun ini. Dua bulan lagi. Agensi-nya sedang sangat sibuk berlatih dan mempersiapkan diri untuk pagelaran besar itu. Ovi sendiri sudah diharuskan terbang ke Milan sebulan sebelum acara.
Dan sekarang dirinya dinyatakan positif hamil.
Ovi jadi menyesal sudah melakukan tes. Dia hanya penasaran karena mens-nya yang semula teratur, jadi agak berantakan. Kali ini, dia terlambat hampir dua minggu. Tubuhnya juga menjadi lebih cepat lelah belakangan ini. Saat mampir ke apotek untuk membeli vitamin, dia melihat test pack dan memutuskan membeli satu.
Seharusnya dia tidak perlu tahu kenyataan ini, setidaknya sampai fashion week berlalu. Tetapi, sekarang sudah terlambat. Renata akan kembali murka, dan Ardi tidak akan mungkin mengizinkannya pergi.
Bayangan buruk tentang kariernya yang berada di ujung tanduk, membuat Ovi nyaris menangis. Dia sudah berjuang keras demi semuanya. Tinggal satu langkah lagi, sedikit lagi impiannya ikut dalam pagelaran besar di dunia modeling itu akan terwujud, kenyataan ini menghantamnya.
Apa yang harus dilakukannya sekarang?
Suara ketukan pelan di pintu kamar mandi, diiringi tangisan Kaia, menyentak pikiran Ovi. Dengan panik, dia buru-buru menarik tisu toilet dan menggulung test pack itu ke dalamnya, termasuk kotak dan plastik pembungkusnya, kemudian membuang semuanya ke tempat sampah.
“Yang? Masih lama, ya?” tegur Ardi dari luar kamar mandi.
“Iya, iya, bentar!” balas Ovi. Dia menyalakan keran wastafel untuk mencuci tangan, mengeringkannya dengan handuk, kemudian baru membuka pintu.
Tangis Kaia berubah jadi rengekan merajuk saat melihat Ovi. Balita dua tahun itu langsung mengulurkan kedua tangan pada mamanya, yang disambut Ovi dalam gendongan. Dengan sigap, Ovi duduk di sofa kamar, menyingkap kausnya ke atas untuk menyusui Kaia.
Ardi ikut duduk di sebelahnya. “Emang masih ada susunya, ya?” tanya lelaki itu, penasaran.
“Nggak ada. Dasar aja pengin nenen dia. Pengin mulai aku berhentiin, tapi nangis terus gini jadi nggak tega sendiri.”
Ardi menjawil pipi tembam Kaia yang sekarang tampak tenang, begitu menikmati apa yang dilakukannya. “Habis kamu fashion week, boleh bahas tentang adiknya Kaia, kan?”
Ucapan itu membuat Ovi sedikit tersentil, tetapi memaksa diri bersikap wajar. Setahun belakangan, Ardi mulai merayunya untuk program anak kedua. Dia ingin satu lagi, kalau bisa laki-laki, supaya pas sepasang. Ovi waktu itu berkata kalau mereka akan membahas itu saat dia sudah berhasil ikut fashion week.
Ovi tertawa hambar dalam hati. Seharusnya dia tidak asal bicara waktu itu. Sekarang ucapannya menjelma doa yang terkabulkan. Fashion week di depan mata, dan dirinya terduga hamil.
Karena tidak tahu harus menanggapi bagaimana, Ovi hanya berkata, “Lihat aja nanti”, membuat Ardi tersenyum lebar. Terlihat jelas bahwa suaminya itu sangat menginginkan seorang anak lagi darinya. Sebelum mereka menikah juga Ardi memang berkata kalau dia ingin punya anak banyak. Ovi mau saja, asalkan kehidupan mereka sudah stabil dan dia juga sudah puas menikmati karier.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss The Past Goodbye
General FictionSejak bercerai dari istrinya dua tahun lalu, hidup Ardi hanya diisi dengan bekerja dan merawat Kaia, putri sematawayangnya. Dia tidak pernah memikirkan tentang berkencan lagi. Setidaknya, hingga dia bertemu Nadin. Bagi Nadin, Ardi bukan hanya pelang...