"Se...ra...tus."
Nafas Riu tersengal-sengal. Dadanya naik turun cepat tidak berhenti. Badannya lunglai, jatuh begitu saja di atas matras ungu muda miliknya. Peluh keringat sudah banjir.
Riu terus mengambil nafas secara cepat. Memberi kesempatan untuk paru-parunya agar tetap mendapat pasokan oksigen. Riu harus tetap hidup meski tadi lelah push up seratus kali.
"Udah hari ke dua puluh satu, tapi kok lu ga putihan juga?"
Argh. Sudah bisa ditebak itu pasti suara Refar, abang tersongong di dunia ini. Tanpa menolehkan wajah pun Riu sudah hapal nada mengejek dan suara menyebalkan itu.
"Dek, coba liat muka lu," pinta Rafa menoel-noel pantat Riu yang sedang tengkurep dengan kakinya. Hih tidak sopan sekali sih, meskipun usianya lebih tua dari Riu tetap saja tidak sopan.
Hih. Riu selalu tidak ada stok kesabaran jika berhadapan dengan abang paling rese ini. Rasanya dia ingin melayangkan tinju di pipi kanan Refar kalau dia sedang tidak sesesak ini nafasnya.
Riu berdiri dalam sekali lompatan. Meski lelah, fisik anak karate seperti Riu tetap terbilang kuat dan tahan banting.
Riu menatap tajam abangnya. Kalau tatapan mata saja bisa menyakitkan, sudah pasti mata abangnya akan dibawa ke rumah sakit saking tajamnya penglihatan Riu saat ini. Bendera peperangan sudah berkibar di antara keduanya.
"Mau apa lu?!" tanya Riu sangar.
Rafa manggut-manggut santai, "Masih item muka lu, Dek."
"Heh, Botak! Dengerin gue baik-baik ya, siapin kuping lu yang congean itu, gue ini olahraga bukan biar put—"
"Tapi jerawat lu juga masih banyak." Refar memotong. Dilihatnya wajah Riu dengan jeli. Kemudian abangnya itu tersenyum. "Gue udh belanja sayur, jangan lupa masak. Gue laper!"
Setelah mengucapkan itu, abangnya keluar dari kamar Riu. Mengingat tampang konyol abangnya, Riu mengeratkan jemarinya dan menggertak. Menyebalkan sekali punya abang seperti itu. Rasanya pengen direfund saja ke Yang Maha Kuasa.
•••
Namanya Lyariu Alamera. Putri tunggal dari keluarga Alamera yang kini harus berjuang hidup sendirian di antara dua laki-laki konyol, abangnya dan sang ayah. Semenjak bunda meninggal sekitar enam bulan yang lalu, segala pekerjaan yang dianggap adalah pekerjaan perempuan semuanya Riu yang kerjakan sendirian. Mulai dari mencuci piring, mencuci baju, menjemur, menyetrika pakaian, memasak, semuanya Riu yang mengerjakan.
Abangnya? Ah, cowok paling menyebalkan sedunia itu tidak pernah ada niatan membantu Riu sedikitpun. Kerjaannya hanya berdiam diri di kamar, katanya sih belajar, tapi Riu sama sekali tidak percaya. Alih-alih belajar, pasti abangnya itu bermain game atau mungkin telfonan sama temannya.
Ayahnya bisa dibilang sudah tidak pernah bertemu dengan Riu semenjak ibu tiada. Pukul setengah empat pagi, ayah sudah pergi ke kantor dan menghilang begitu saja dari rumah. Tidak pernah ikut sarapan bersama, tidak pernah ikut menonton tv bersama lagi. Ayah menjadi benar-benar berubah. Malamnya, pukul dua belas malam, ayah baru akan pulang. Pernah sekali Riu sengaja menunggu ayah pulang karena ia saking rindunya dengan ayah, tapi yang ayah katakan hanya, "ayah sibuk, tidak ada waktu untuk itu, Riu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cape, Tau!
Teen FictionDear Rafshan, Jangan sok jual mahal ya kamu, nanti aku cicil loh.