0.3 Story Z and B

124 3 0
                                    

[]

Kasih Tak Sampai

Lagi-lagi mendung yang aku rasakan
Awan keabuan menggumpal di bola mataku
Lalu tetesan air meluncur satu-persatu
Menelusuri setiap inci wajahku
Mungkin karena hari ini aku mendapatkan kabar
Membuat benteng yang telah ku buat kuat seolah terguncang
Kemudian retak dan hancur sedemikian rupa
Peasaanku sesak
Nafasku tersenggal di paru-paru yang tiba-tiba terhimpit
Jantung ku berhenti dan entah kenapa pita suara ku tak berfungsi lagi
Kabar tentang kamu membuat tubuhku hancur
Perasaanku tak karuan
Pikiranku kalut akan keberadaanmu sekarang
Kamu menghilang,
Tanpa jejak,
Meninggalkan ku dengan kasih yang tak pernah sampai kepadamu

***

Jakarta Ramai.
16 Februari 2005.

Seperti kata orang, bangun siang berarti rejeki dipatok ayam. Sama halnya dengan apa yang  Zafa alami saat ini. Yaitu harus terlewatkan dua jam pelajaran Fisika di hari Rabu. Bukan, Zafa bukan siswa yang sangat menyukai pelajaran tersebut. Tapi Zafa harus mengulang ulangan harian Fisika yang berlangsung tepat saat dua jam pelajaran di pagi hari. Udah harus ketinggalan mengikuti ulangan harian, dia juga lupa membawa dasi pramuka sehingga dia dapat hukuman tambahan. Yaitu, menyikat lantai toilet perempuan di lantai 1 yang terkenal berbau tidak enak. Heuh, benar-benar sial deh hari Zafa kali ini.

Selesai menyikat lantai toilet bertepatan dengan bunyi bel berganti jam pelajaran. Gadis itu segera bangkit dari posisinya yang semula berjongkok untuk kembali berdiri tegak. Sebelum ke kelas, Zafa menyemprotkan parfum ke seragam pramukanya terlebih dahulu. Barulah ia berlari menuju lantai 3 di mana kelasnya berada. Baru sampai di lantai 2, gadis itu sudah ngos-ngosan dan memilih berjalan santai menuju kelasnya saat melihat gundakan tangga yang selalu berada di tempatnya itu.

Di kelas yang ia kira akan disuruh keluar untuk mengerjakan ulangannya sendiri, ini malah disuruh berdiri di depan teman sekelasnya dengan kaki kiri diangkat lalu kedua tangan menarik telinga. Hal yang biasa memang, tapi tetap sangat memalukan. Ini memalukan bukan karena di hadapan Zafa ada beberapa teman sekelas yang menertawakan dirinya. Tetapi karena ada seseorang yang tersenyum geli melihat dirinya berdiri dengan posisi memalukan seperti ini. Seorang cowok yang selalu bisa membuatnya tersenyum melihat tingkah cowok itu yang semakin ke sini, semakin baik. Seorang cowok yang selalu membuatnya terpekik tertahan saat cowok itu sedang bermain futsal di lapangan dengan poninya yang mulai memanjang, berkibar tersapu angin. Cowok itu... Brian Alvaro.

Zafa menunduk malu dengan senyum kecil yang ia tahan untuk keluar, wajah gadis itu sudah memerah sekarang. Hanya karena senyum geli Brian, Zafa bisa merasakan blushing memalukan seperti ini.

Tidak apa, seperti ini sudah cukup baginya.

Karena bisa sekelas dengan Brian di kelas X ini... sudah cukup baginya.

***

“Gimana? Lo bisa?”

Mungkin hari sial belum tentu sial. Maksudnya, kejadian memalukan di pagi hari, belum tentu berlanjut hingga siang hari seperti ini. Semacam kejadian di mana Zafa harus satu kelompok di pelajaran Sejarah bersama dengan Brian. Bukan apa-apa, Zafa sangat bahagia mendengar kabar itu. Kabar di saat guru Sejarahnya, pak Feri, mengumumkan nama-nama yang berada di kelompok 3—kelompok di mana Zafa dan Brian berada. Padahal, absen Zafa dengan Brian terpaut jauh. Zafa berada di absen hampir akhir, yaitu; tiga puluh tiga. Sedangkan Brian berada di absen nomor lima. Jauh banget ‘kan?

Tapi tak apalah, yang penting ia bisa sekelompok dengan Brian kali ini.

“Mungkin bisa,” jawab Zafa pelan saat Brian bertanya padanya. Dalam kelompok 3 terdiri dari Zafa, Brian, Adam, Maya dan Yolanda. Mereka berlima ditugaskan untuk membuat presentasi yang akan ditampilkan pada hari Rabu depan. Kelompok mereka ditugaskan untuk membuat presentasi tentang salah satu kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia dengan nama kerajaan Banten.

Adam yang berperan sebagai ketua, harus pasrah mendengar keputusan para anggotanya untuk mengerjakan tugas tersebut hari ini. Karena, mendengar beberapa alasan yang diberikan 4 anggotanya itu. Membuat cowok yang juga ketua kelas di X-2 terpaksa mengangguk setuju. Walaupun sebenarnya, ia sangat ingin tugas ini dikerjakan di hari Sabtu minggu ini.

Kring...

Mendengar bel pulang berbunyi, semua murid yang sedang berkumpul dengan anggota kelompoknya, langsung kembali ke tempat duduk semula untuk mengikuti doa bersama sebelum pulang. Selepas pak Feri keluar dari kelas, Zafa memasukkan buku catatan beserta buku cetak Sejarah ke dalam tas, disusul oleh tempat pensil berwarna birunya. Gadis itu menyampirkan tas abu-abunya ke pundak kiri lalu mengikuti teman sekelompoknya keluar kelas. Sebenarnya, Zafa biasanya pulang bersama Elin. Tapi sahabatnya itu harus pasrah mendengar pernyataan Zafa, bahwa dirinya tidak bisa pulang bersama gadis itu. Dengan wajah sedih, Elin keluar kelas lebih dulu saat pak Feri baru ingin beranjak dari duduknya.

“Lo naik apa?” pertanyaan dari Yolanda membuat Zafa berfikir keras. Ia baru ingat bahwa dia tidak pernah membawa kendaraan bermotor ke sekolah, gadis itu selalu berangkat menaiki bus atau kadang diantar oleh abangnya. Dan sekarang, ia harus menekuk bibirnya, sedih. Karena dia harus terpaksa menaiki kendaraan umum sendiri.

Baru saja Zafa berjalan keluar gerbang menuju halte yang tidak jauh dari sekolahnya, sebuah motor berhenti di hadapannya. Zafa mendongak dan sesaat nafasnya berhenti karena yang berdiri di hadapannya kini adalah Brian.

“Bareng gue aja,” ucap cowok itu sambil menunjuk jok motor vespanya yang masih kosong tanpa penumpang. Tanpa menjawab, Zafa segera naik ke motor tua berwarna biru muda tersebut lalu memakai helm yang diberikan oleh Brian untuknya. Gadis itu tersenyum dalam hati karena ini adalah hari sial yang sangat menyenangkan. Tunggu, memang ada yah hari sial yang menyenangkan? Ah, bodo lah. Yang penting Zafa bahagia.

Rangkaian KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang