Hari ini semua terasa sangat sibuk. Remidial Fisika, PKn, juga tentang kamu yang tiba-tiba terpikirkan lagi oleh ku. Iya, aku memikirkan Angin lagi, setelah sekian lama aku terus memperhatikan Langit yang tiap detiknya hanya menggoreskan luka di hatiku.
Aku tidak mengerti dengan kelabilan hatiku. Aku tidak mengerti dengan sikap anehmu yang selalu mendekat akhir-akhir ini. Aku tidak mengerti.
"Angin!" seru Ranum. Sahabatku yang sering sekali menggoda Angin-ku. "Bebeb, ih, kok cuek sih?!" Ranum memanggil Angin yang langsung mendelik ke arahnya.
"Apa sih, bebeb-bebeb, jijik gue," katamu lalu menghampiri Genting.
Ranum nampak kesal karena Angin tidak pernah mengacuhkan panggilan bebebnya itu. "Ih, pas ada Jingga aja, langsung cuek," ketus Ranum memandangku kesal.
Aku melotot ke arah Ranum dan menunggu reaksi Angin yang tidak memberi respon apa-apa pada Ranum. Aku berharap, itu hanya karena ia merasa bahwa pembicaraan ini tidak penting. Aku berharap seperti itu.
"Jingga siswa IPA 1, 'kan?" tanya Ping padaku yang saat itu sedang mengobrol dengan Tangga.
Aku mengangguk. Aku pun digandeng oleh Ping menuju IPA 1 bersama Tangga di belakangku. Di depan kelas 11 IPS 1, ada Langit. Dia sempat melirikku, lalu dia menghindar. Padahal saat tadi aku tidak sengaja menemukannya bersama Goblin, dia memperhatikan gerak-gerikku saat berbicara dengan Goblin. Ini tidak adil. Dia menjauh dan itu membuatku semakin kekeh untuk kembali pada Angin. Meski aku tau, keduanya sama-sama tidak bisa aku gapai.
Lalu, aku harus berjalan ke arah mana?[]
a.n
Cukup satu kata untuk menggambarkan cerpen ini. Bimbang.
regards,
Defi Fitri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rangkaian Kata
PoetryMenantimu untuk mengobrol denganku itu hanyalah sebuah mitos Melihatmu tertawa bersamaku hanyalah sebuah ilusi Tapi perasaanku tetap sama Bukan mitos, juga bukan ilusi ☆☆☆ Puisi itu adalah ungkapan perasaan yang berasal dari hati. Meski kadang beris...