Chapter 9: Pisau yang Berlumur Darah

2.4K 256 24
                                    

****

Disinilah aku, terbaring di sebuah tempat asing yang sama sekali tak kukenal. Aku tak tahu sudah berapa hari telah berlalu. Namun, Aku tak pernah bertemu lagi dengan kedua kakak biadabku itu. Aku tidak menyangka bisa tak sadarkan diri selama itu.

Aku terbaring pada tempat tidur di sebuah ruangan. Kedua kaki dan tanganku terasa keram jika menggerakannya. Entah kenapa pikiran masa laluku itu masih terbayang-bayang di dalam benakku.

Aku tahu ini adalah tempat persembunyian kelima psikopat itu. Bagaiman aku bisa sampai ditempat ini? Aku tidak bisa mengingatnya.

Mataku menyapu ruangan ini. Ada beberapa foto terpajang diantara tembok bercat abu-abu. Aku mengedipkan mataku untuk memperjelas pengelihatan. Semua bingkai foto-foto itu berwarna hitam, persis warna kesukaanku dulu.

Aku memutar pandanganku lagi. Kini aku mendapatkan dua buah pisau yang tergeletak di sebuah meja. Meja itu berwarna cokelat tua yang dipoles dengan warna cat yang berantakan, persis juga seperti meja belajarku dulu.

Aku melihat meja itu dengan geram seraya mengepalkan kedua tanganku. Jari-jariku berusaha menahan amarah. Meja itu mengingatkanku pada masa laluku, masa lalu bersama kedua kakakku yang kelam.

Kini aku beralih menatap langit-langit ruangan ini. Aku memicingkan kedua mata menahan tumpahan air mataku. Aku melihat sebuah simbol bergaris-garis seperti pisau. Dua buah pisau yang digambar berlawanan arah meyilang. Ya, inilah rumahku, rumah baruku.

Samar-samar telingaku beralih memainkan perannya. Aku mendengar suara langkah kaki dari luar ruangan. Aku dapat mendengarnya lebih jelas. Suara itu semakin mendekati ruangan ini.

Pantulan bayangan seseorang berada di bagian bawah sela pintu coklat itu. Aku dapat melihatnya berhenti di depan pintu.

SREEK!

Pintu ruangan ini terbuka bersamaan dengan suara gesekannya. Aku dapat melihat jelas seorang lelaki berbadan tegap berdiri di mulut pintu. Pandangannya tertuju ke arahku. Dia pria yang membuat Arnold pingsan.

"Puas dengan tidur panjangmu itu?"

Pria itu bersuara. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku. Aku dapat melihat mata cokelat terangnya. Ia segera berjalan menuju ke arahku.

Suara khas sepatu oxfort kulit hitamnya yang beradu dengan lantai ruangan ini terdengar begitu jelas. Pria itu segera duduk di sebuah kursi, tepat disampingku. Aku melihatnya tersenyum manis. Ia mengenakan sebuah jas berompi mewah. Jas berompi itu terlihat ketat mengisi dada bidangnya. Penampilan yang menarik.

Pria itu menatapku bingung. Salah satu alisnya bergerak ke atas mengartikan semuanya. Aku hanya menatapnya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

Aroma green yang harum dan segar, disertai aroma bunga irish dan violet menerobos masuk kedalam hidungku. Aku dapat merasakan aroma itu menjalar dari tubuh pria ini.

"Berapa berat badanmu?" ucap pria itu. Bibir tipis merahnya terlihat begitu mungil.

Aku memutar kedua bola mataku bosan padanya. Dia menghela napasnya beratnya melihatku. Tunggu, untuk apa dia menanyakan sesuatu yang sama sekali tidak penting?

"Entahlah," ucapku spontan seraya melirik ke arahnya tanpa menunjukkan ekspresi apapun.

Pria itu mengehela nafas panjangnya. Ia menggeleng-geleng kepalanya dengan ekspresi kebingungan melihatku. Ia menatapku tajam seolah ada sesuatu yang ingin ia bicarakan lagi padaku.

"Kau tahu, kau itu sangat berat. Tulang punggungku bisa patah saat menggendongmu dua hari lalu," ucap pria itu.

Ia berjalan menuju meja dan mengambil sebuah pisau yang tadi kulihat. Aku segera bangun dari tidurku. Kini dalam posisi terduduk.

Psychopath AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang