Chapter 13: Empat Banding Lima

2.2K 192 57
                                    

****

Perhatian: part ini mengandung aksi pembunuhan dan sadis. Dimohon jangan ditiru adegannya. Terimakasih.

Kini aku, Renold dan yang lainnya telah keluar dari kawasan organisasi kami. Jamez sudah memantau keadaan dengan baik saat satu persatu dari kami keluar dari gerbang peot gedung ini. Jamez punya banyak strategi, ia tidak ingin jika seseorang pun tahu tentang kehidupan gedung lusuh itu.

Suasana kota New York agak tenang. Hembusan angin yang bertiup lembut sesekali mengombang - ambing gerakan rambutku. Lampu - lampu kecil yang di tempatkan disetiap atap gedung bagaikan gemerlapnya bintang. Jalanan cukup sepi, sedikit kemungkinan terdengar kebisingan. Namun tidak sama sekali membuat gentar terhadap hewan - hewan kecil yang terbang diantara terangnya lampu - lampu jalanan.

Aku memasukkan kedua tanganku kedalam saku hoodie tanpa memuat rasa takut akan dua buah pisau yang berada di dalamnya. Kami berjalan melewati trotoar jalanan ini, sesekali melihat beberapa kendaraan yang melaju kencang pada bentangan lapisan aspal yang digilas berulang kali. Ada juga kami melewati sebuah danau kecil dengan bantuan jembatan diantara kegelapan.

Jamez membagi kelompoknya memisah saat berjalan. Ia tidak ingin membuat orang curiga jika ada yang mengecap jika kami lah pembunuh berantai itu. Kini tubuhku lebih dekat bersama Renold dan Karen. Renold memberi kode pada aku dan Karen untuk memperlambat langkah. Hingga sukses posisi kami bertiga sudah agak jauh dari kelompok Jamez walaupun mereka mendahului kami.

Jujur saja, aku bisa beranggapan bahwa kami bagaikan sekelompok bunglon di tengah kesunyian malam. Semua orang yang berjalan di sekitar tidak sama sekali curiga akan tampang dan raut wajah kami yang membunuh, bahkan mereka tidak sama sekali memperhatikan tulisan di hoddie yang membalut  di tubuh kami secara terang - terangan.

Aku selalu melihat keadaan sekitar saat berjalan, seolah seperti seoarang wanita aneh yang baru melihat barisan kota New York di depan matanya. Namun ada satu pertanyaan yang terus terngiang di dalam pikiranku; Kapan akan sampai ditempat itu? Dimana tempat yang ditunjuk Jamez untuk aksi pembunuhan kami? Aku sama sekali belum mendapat kode dari Jamez untuk berhenti.

Aku melirik wajah Renold, kemudian berpindah menuju wajah Karen namun dalam tatapan halus. Mereka berdua sibuk dengan jalannya, tidak sama sekali berbicara ataupun tersenyum.

"Huh, aku bisa mati kelelahan jika terus berjalan. Kapan kita akan sampai di tempat itu?" aku menghembus nafas berat seraya menunggu jika ada yang menjawab.

"Tidak lama lagi kita akan sampai."

Renold merespon pertanyaanku dengan uap yang menyembul di depan mulutnya. Renold melirikku sejenak, kemudian kembali fokus  berjalan. Tapi tidak lain kemungkinan dengan Karen, ia memasang raut wajah jengkel padaku seraya mengepal erat tangannya walau tanpa berkata - kata. Oh, ayolah, apa salahku? Maksudku, apa perkataanku menyinggung perasaan Karen?

Selang beberapa detik kemudian Jeniffer berjalan menyongsong ke arahku. Ia membisik pelan di telingaku, "kau tidak ingin cape, kan?" tanya Jeniffer, membuatku mengangguk pelan, "kalau kau tidak ingin cape. Keluar dari kelompok Renold, sekarang!" teriakan Jeniffer nyaris membuat kedua gendang telingaku  pecah.

Aku menggeram kesal terhadap perlakuannya padaku. Jeniffer bersyukur aku dicap sebagai orang baru di organisasi ini, jadi dia bisa bersikap seenaknya denganku. Seandainya aku sudah lama di organisasi ini, aku pasti sudah membalas perlakuannya dengan menumbuk wajahnya, bahkan sekalipun ingin mencungkil dua puluh kukunya itu.

Dalam keadaan naik darah, aku melihat Cahrlie menatap tajam ke arah Jeniffer. Charlie berkata, "Apa kau bisa diam? Setiap saat bertemu Angel, kau selalu saja marah padanya."

Psychopath AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang