4. Bantuan

104K 5.3K 123
                                    

Sepeninggalan mereka, Nabila mengambil tisu dari dalam mobil dan mendekati Ayub.

"Ini akan sedikit sakit." Nabila menjulurkan tangan ke wajah Ayub.

"Mau ngapain?" Ayub memundurkan wajah melihat tangan Nabila memegangi tisu.

"Mau bersihin lukamu."

"Ooh... Kirain mau ngapain." Akhirnya Ayub diam saja ketika tangan halus Nabila membersihkan darah di pelipisnya menggunakan tisu. Namun ketika tisu mengenai lukanya, ia pun berteriak, "Aaw..."

Nabila tersenyum. Baru kali itu ia melihat sosok lelaki yang selama ini kuat dan tangguh mengaduh kesakitan.

"Sakit?" tanya Nabila sedikit meledek.

"Enggak. Enak, kok."

Lagi, Nabila tersenyum.

"Lama lagi?" tanya Ayub sedikit merintih.

"Kamu kan cowok, masak gitu aja kesakitan."

"Jadi cuma cewek yang boleh kesakitan?"

"Dari jaman batu, cewek dilahirkan untuk mengaduh dan mengeluh. Dan cowok adalah tempat mengeluh. Nah, kalo cowoknya aja udah ngeluh, kemana lagi tempat cewek mengadu?"

"Bener kata orang, cewek selalu benar."

"Dan selalu nomer satu." Nabila tersenyum simpul setelah mengungkapkan kalimatnya.

Ayub tidak berkomentar lagi. Setahunya, Nabila terkesan pendiam dan hanya akan bicara mengenai urusan kuliah saja. Tapi setelah mengenal lebih dekat begini, ternyata Nabila lebih renyah dan supel.

"Masuklah ke mobil," ajak Nabila.

Ayub mengangguk dan melangkahkan kaki, tertatih.

Supir buru-buru memegangi lengan Ayub dan memapahnya, lalu membukakan pintu mobil. Supir memutari mobil dan duduk di bagian kemudi. Ayub di sisinya.

Nabila menyusul masuk ke mobil, duduk di jok belakang.

Mobil melesat cepat setelah supir menginjak gas.

"Ini milikmu?" Nabila menyerahkan dompet tipis yang sudah tidak ada isinya lagi.

"Ya." Ayub meraih dompet itu.

Mobil berhenti di sebuah toko sesuai perintah Nabila. Gadis itu membelikan kopiah putih dan baju koko untuk menukar pakaian Ayub yang sudah sobek. Lagi-lagi, Ayub tak dapat menolak tawaran Nabila.

***

Seorang dokter laki-laki membalut luka di kening dan pelipis Ayub dengan perban. Lalu dokter itu menyerahkan obat yang jumlahnya memabukkan. Padahal Ayub paling anti dengan bau obat. Apalagi obat yang ia terima sekarang segede jempol. Yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimana caranya menelan obat sebesar itu? Sepertinya ia harus kembali mengingat masa kecil, makan pisang, setelah pisang agak lumat, maka ia akan memasukkan obat ke tengah-tengahnya dan merem melek saat menelannya.

Muka Ayub memanas malu melihat Nabila mengeluarkan dompet cantik dari dalam tas dan membayar biaya pengobatan. Hari ini Nabila sudah melakukan perbuatan baik bertumpuk-tumpuk. Ayub jadi segan.

Mereka kembali ke mobil setelah urusan selesai. Hembusan angin AC menyejukkan tubuh dan pikiran mereka.

Mobil melaju meninggalkan klinik. Supir mengemudi dengan penuh konsentrasi.

Nabila menarik buku dari dalam tas dan mulai terlihat asik membacanya. Di sampulnya terlihat gambar masjid, jelas yang sedang ia baca adalah buku bernuansa islami. Nabila memang hobi membaca. Setelah satu buku habis terbaca, buku lainnya menjadi santapannya.

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang