Belum sempat Ayub mendapatkan jawaban dari serbuan pertanyaan di kepala, secarik kertas meluncur keluar dari bawah pintu. Kebiasaan Salwa kumat lagi. Main surat-suratan. Ayub meraih kertas itu dan membacanya.
Aku pengen nenangin diri
Ayub mengambil pena dan membalasnya.
Jadi aku membuatmu nggak tenang?
Artinya aku bersalah, dong.
Aku minta maaf.Ayub memasukkan kertas dan mendorongnya ke dalam melalui celah bawah pintu. Kertas di tarik masuk dari dalam.
Kamu nggak salah,
aku aja yang sedang sensitif.
Paper bag milik Nabila kuletakkan di atas meja ruang tamu.
Isinya kado untukmu.Salwa, bisa gk kita bicara sebentar?
Gak. Aku lagi nggak mood ngomong sama kamu.
Jangan ganggu aku.Baiklah tenangkan dirimu.
Ayub melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Mengambil paper bag. Isinya kotak kado yang ukurannya agak besar. Tepat di atasnya terdapat serangkaian tulisan.
To Ayub, Malaikat hatiku.
Tanpa kamu sadari, kamu telah menjagaku dengan baik..
Selamat hari lahir..
By Nabila, yg menyayangimuAyub tertegun. Apa yang dipikirkan Salwa tentang kado itu? Apakah mungkin Salwa perduli? Tidak. Salwa tidak memiliki perasaan apa-apa padanya, mana mungkin Salwa perduli. Tapi tetap saja, ia takut perhatian Nabila akan menyakiti hati Salwa karena ia diberi hadiah oleh perempuan lain.
Oh Tuhan, Ayub melupakan sesuatu, hari ini adalah hari kelahirannya. Dan justru Nabila yang mengingatnya. Bahkan Nabila mempersiapkan kado dalam kondisi tubuhnya yang sedang sakit, tidak sempat sarapan. Jadi, ia sms ingin ke rumah dengan tujuan untuk memberikan kado itu? Segitu besarnya rasa cinta dan perhatian Nabila terhadapnya.
Ayub menyimpan paper bag berisi kado itu ke atas bifet ruang tamu.
Baiklah, ia harus melakukan sesuatu. Setelah menerima kado Nabila, ia berkeinginan memberikan hadiah untuk Salwa. Hadiah adalah simbol penghargaan terbaik. Dengan hadiah, hubungan buruk bisa membaik. Banyak orang saling berkasih sayang setelah mendapat pemberian. Dan Ayub ingin memperbaiki hubungannya dengan Salwa melalui sebuah pemberian.
Ia bergegas memasuki kamar. Mengambil buku yang beberapa hari lalu ia cetak dengan cover perempuan berhijab. Pada lembaran pertama ia membubuhkan sebuah tulisan ‘Untuk istriku’. Ia mengikat buku itu dengan pita berwarna merah. Lalu meletakkannya di depan pintu kamar Salwa. Semoga buku itu bermanfaat untuk Salwa.
Ia kembali ke kamar dan menghempaskan tubuh di ranjang. Memandangi langit-langit kamar. Wajah Salwa membayang di sana. Matanya terpejam. Wajah itu mengganjal di pelupuk mata. Terus membayanginya. Ayub mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Entah kenapa hari ini ia sangat memikirkan Salwa.
Suara nyaring ponsel berdering membuyarkan pikirannya. Ponsel bergetar di atas meja. Ayub menjangkau ponsel dengan gerakan malas. Dahinya berkerut melihat nama yang menelepon. Nur. Ayub langsung menjawab.
“Assalamu’alaikum. Ada apa Nur?”
“Wa’alaikumussalam. Maaf malam-malam gini ganggu, Mas,” sahut Nur. Suaranya yang lembut terdengar merdu di speaker handphone.
“Nggak apa-apa. Memangnya ada apa?”
“Mm… Mas, aku cuma mau ngundang kamu di acara pengajian bersama anak-anak yatim di rumahku besok malam. Ajak juga Salwa, ya. Sampein maafku ke Salwa soal masalah waktu itu. Aku takut dia masih marah sama aku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit)
RomansaTersedia di toko buku Juga bisa beli di shopee Highest Rank #1 in spiritual 30/7/18 s/d 07/8/18 "Kita udah nikah dan kamu minta kita tidur di kamar terpisah?" "Ya. Keberatan?" "Oke, kita liat aja entar siapa yang minta sekamar duluan." "Siapa takut...