16. Musik

68.2K 4.5K 131
                                    

"Alhamdulillah..." Ayub mengusap wajah lembut.

Di hari pertama bekerja, ia tidak menemukan kendala. Sekarang, ia berjalan keluar dari garasi setelah memarkirkan motor. Lelah di tubuhnya terasa sangat menyiksa karena ia harus membagi waktu, kuliah sambil bekerja.

Arloji di tangan sudah menunjuk angka 11.00 pm ketika kakinya menginjak lantai teras. Ada lembur di kantor sehingga pulang kerja sampai larut malam. Sore tadi ia sudah menelepon Salwa dan memberitahukan akan pulang telat.

Ayub terkejut hingga ia berhenti berjalan sesaat ketika mendengar suara asing bersumber dari dalam rumah. Ia terdiam memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Suara musik berdentum-dentum menggema. Cepat-cepat ia mendekati pintu dan terkejut saat memutar kenop, pintu langsung lolos terbuka.

Sudah selarut ini pintu tidak dikunci? Padahal Ayub sudah berpesan agar pintu dikunci saja karena ia membawa kunci serap.

Ayub berjalan memasuki rumah, suara dentuman musik semakin keras. Ia mendekati sumber suara. Kamar Salwa. Lalu membuka pintu setelah sebelumnya menarik napas panjang. Ruangan gelap, hanya terlihat remang-remang diterangi lampu ponsel. Ia menutup hidung dengan punggung telapak tangan saat mencium aroma menusuk. Bau asap rokok bercampur minuman keras. Bau yang sama dengan bau mulut Malik, lelaki yang gemar minum-minuman keras.

Tampak Salwa yang berbaju tanpa lengan dan rok mini yang panjangnya hanya sejengkal sedang berjoget lincah bersama tiga orang perempuan seusianya. Mereka menggoyangkan tubuh dengan gaya meliuk-liuk. Seorang lelaki duduk di pojok sambil menelepon, sesekali menghisap rokok yang terselip di sela jari. Seorang lelaki lainnya duduk di lantai sembari merangkul pinggang perempuan yang duduk di pangkuannya. Keduanya terlihat sangat mesra, sesekali lelaki itu mendaratkan kecupan mesra di bibir wanitanya. Semuanya mengenakan seragam putih abu-abu.

Tap!

Dengan sekali sentuh tombol saklar lampu, ruangan langsung terang benderang. Semuanya terkejut dan menghentikan goyangannya. Sepasang kekasih yang duduk di lantai bergegas bangun dan berdiri.

Ayub mendekati VCD di sudut kamar dan menekan tombol power. Musik mati. Suasana langsung hening.

Sejurus pandangan mengarah ke wajah Ayub yang beku.

Salwa terdiam dengan pandangan lurus ke mata Ayub. Mengawasi gerakan lelaki tampan itu.

Ayub mengedarkan pandangan ke wajah-wajah yang berdiri kaku di depannya. Mereka bergegas menyambar tas masing-masing begitu melihat tatapan Ayub yang tidak bersahabat. Sibuk ke sana-sini mengambili barang-barang. Kemudian berhamburan keluar kamar.

Sepi.

Hanya tinggal Ayub dan Salwa yang bersitatap di tengah ruangan yang berserakan seperti kapal pecah. Beberapa botol minuman beralkohol tergeletak di lantai, bantal terjatuh di lantai, gelas menggelinding dibiarkan saja. Plastik-plastik bekas bungkus jajanan bertaburan. Pusing sekali melihat barang-barang yang porak-poranda.

Seorang remaja lelaki kembali memasuki kamar sambil cengengesan dan mengambil sebungkus rokok yang tertinggal.

"Sorry ganggu!" serunya kemudian berlalu pergi menutup pintu.

Salwa salah tingkah melihat tatapan Ayub yang dingin.

Uuughh... Andai saja iman di dada Ayub tidak kuat, pasti ia sudah menggunduli rambut Salwa hingga plontos. Ya Tuhan, beri ia kesabaran.

Begitu banyak kata-kata yang bertabur dalam hatinya. Tapi tidak satupun yang ia lontarkan. Ia memilih diam dan berjalan keluar meninggalkan kamar. Takut emosinya terpancing dan berujung dengan kemarahan.

Cahaya Cinta Dari Surga √ (Sudah terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang