Tangga Perubahan

1.2K 47 0
                                    

Degup jantung yang berfrekuensi cepat mengiringi ketidakjelasan hati seorang pria ketika berdiam lama di kursi kayu berwarna coklat itu.

Ponsel yang berjarak 45 derajat dari pandangannya pun seolah tak terlihat. Padahal cahaya panggilan masuk sedari tadi minta diberi jawaban.

Hatinya masih bergetar tak karuan hanya karena melihat sosok yang ingin terus dilihatnya--pergi.

Ah, mengapa pada akhirnya dia sendiri yang kelimpungan bertanggung jawab dengan rasa yang tiba-tiba muncul itu. Rasa yang baru bisa dia pahami setiap kali melihat gadis istimewa itu.

Ayesha.

Gadis yang bisa membuat tubuhnya tiba-tiba kaku, dan mulut yang tiba-tiba terkunci. Hanya gadis itu yang sukses membuatnya tidak berkutik hanya karena melihat sosoknya dari kejauhan.

Jadi ini yang namanya cinta?

Rafif menggelengkan kepala.

Ah, mengapa bisa Rafif suka perempuan itu? Perempuan yang dilihatnya menangis dengan make up berantakan ditambah pakaian yang seksi pula.

Seumur-umur, ia tidak pernah membayangkan akan menyukai perempuan seperti Ayesha, ah lagipula siapa yang tahu kapan cinta akan datang?

Perempuan yang membuat perasaannya terbelenggu itu benar-benar sukses meruntuhkan pertahanan prinsipnya.

Astaghfirullah Fif. Jaga pandangan!

Secercah penyesalan muncul di benaknya. Ia mengingat ketika menantu kesayangan Rasulullah bercerita bahwa 'Orang yang tidak menguasai matanya, hatinya tidak ada harganya'.

Astaghfirullah Fif.

Rutuk dirinya lagi. Mengapa harus seperti ini? Mengapa cinta itu harus datang? Dan mengapa rasanya semenyakitkan dan seindah ini disaat bersamaan?

Rafif memang hanyalah seorang manusia yang masih dikelabui setan kapanpun dan dimanapun. Tapi akankah dirinya bisa kuat? Ia harus apa? Memendam perasaan tak karuan ini?

"Woy!" Tubuhnya mengerjap kaget saat Ryan menepuk bahunya.

Akhirnya, alasan Rafif masih berdiam di Biboo Cafe itu muncul juga. Menunggu Ryan datang.

"Ah lo, Yan." Ia menarik napas panjang, seolah sedari tadi ia menyelam dikumpulan pikiran yang membuatnya sesak.

"Lagian bengong aja."

Rafif diam. Aduh, harus jawab apa dia?

"Gue telpon nggak diangkat sih, Fif."

"Kapan lo nelpon?" Ryan berdecak.

"Lihat hp lo coba. Sebelas kali gue telpon."

Rafif mengerutkan alis dan melirik ponsel yang tergeletak di depannya. Sama sekali tidak menarik.

Tapi pada akhirnya, dengan rasa tidak enak ia memeriksa panggilan dan melihat sebelas panggilan tidak terjawab.

"Iya sorry nggak lihat gue."

"Di depan lo gini nggak lihat? Lagi mikirin apa sih? Penasaran gue." jawab Ryan kesal karena tidak menduga jawaban Rafif. Sebelas panggilan tidak terjawab hanya dibalas seperti itu? Tidak ada penyesalan sedikitpun dari Rafif.

Ditanya gitu, mata Rafif membulat sempurna. Ah, jangan sampai Ryan tahu kalau dirinya sedang dimabuk asmara dan juga dilanda kebimbangan. Yang ada, Rafif akan ditertawakan.

Bagaimana tidak? Yang Ryan tahu 'kan Rafif laki-laki aneh yang tidak menyukai makhluk bernama perempuan.

Rafif berpikir bermaksud mencari alasan. Tapi pikirannya masih terfokus pada perempuan itu. Ia memang masih memikirkan indahnya saja. Indahnya jatuh cinta dengan pandangan yang perlahan mengikis prinsipnya.

SEGITIGA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang