14 - Photoshot

79 12 5
                                    

Pagi ini mereka berlima memiliki planning untuk pergi ke salah satu cafe di Surabaya. Mereka akan melakukan Photoshot.

Mereka berada di dalam mobil menuju tempat yang sudah direncanakan dengan teman-teman Nathan yang lainnya. Kelimanya berencana kembali ke Jakarta tiga hari lagi dimarenakan pada hari ke empat mereka sudah memasuki sekolah.

Setelah sampai, mereka memasuki Cafe yang bernama Y n I Coffe. Adera sendiri baru tahu cafe ini, mungkin tidak membuka cabang, yasudahlah tidak penting.

Nathan duduk di sebelah temannya yang memakai kemeja flanel kotak kotak berwarna merah itu.

"Woi cok." Nathan menjabat tangan teman-temannya.

Adera sedari tadi hanya diam saja. Selain tidak dalam mood yang baik, kepala Adera rasanya pusing dari semalam. Mungkin ini efek ia kehujanan dan tidak langsung mandi.

"Gimana? Siap? Gue kemaren ngecek E-mail lo noh, banyak banget yang minta." Yang duduk disebelah Nathan tadi berbicara.

"Siap sih, gue masih males buat foto, duit gue belum abis." Semua orang diruangan itu tertawa kecuali Adera.

"Oke kenalin ini temen-temen gue waktu di Surabaya, yang ini namanya Rio, dia dulu temen paling deket sama gue kayak manager sih lebih tepatnya mangknya dia tau semua password akun umum gue, kalo ini Katy, dia bawel banget terus suka nangis mantan gue dia, terus yang pada sibuk ngaturin kamera tuh namanya Dion sama Elmi." Nathan mengenalkan satu persatu teman-temannya.

Setelah semua berkenalan, mereka langsung menuju lantai atas di kafe itu.

"Adera kenapa?" Kafka bertanya kepada Adera. Memang sedari tadi Adera hanya diam saja dan wajahnya sedikit pucat dari biasanya.

"Gue gapapa kok." Adera menjawab dengan lesu. Sebenarnya kepalanya sangat pusing dari semalam namun ia tidak boleh merusak liburan teman temannya. Kafka memegang kening Adera, namun Adera segera menepis tangan Kafka.

"Seriusan badan lo panas banget Der."

"Gue gapapa Kaf, udah sana ikutan anak anak mumpung gratis."

"Eh gue tuh peduli sama temen! Lo di peduliin malah kayak gini! Ke dokter aja Der sakit makin parah lo! Lagian ngapain aja sih semalem?" Suara Kafka mengeras, hampir saja semua orang ingin memarahinya namun Kafka sudah meminta maaf.

"Gapapa kok Kaf."

"Gue tanya kemana aja lo semalem anjing?"

"Biasa aja dong, ngga usah pakek anjing anjing."

"Kenapa ga naik Kaf, Der?" Nathan datang tiba-tiba.

"Adera sakit, kalian aja yang naik gue mau nemenin batu yang satu ini ke dokter atau ke klinik kemana aja deh." Nathan menaikkan satu alisnya.

"Bareng bareng aja deh, emang loh tau dimana tempatnya?" Nathan menuruni tangga dan berdiri tepat di depan Adera.

"Kafka naik aja ditungguin anak-anak, Adera juga nanti abis foto kita ke dokter." Nathan hampir saja melangkahkan kakinya naik kembali, namun ia membalikkan badannya lagi.

"Lo cantik kalo lagi pucet, tapi mendingan lo nggak pucet biar cantik lo keliatan alami."

-

Foto pun selesai sekitar pukul tiga sore. Adera sebenarnya sudah tidak tahan dengan sakit kepalanya.

"Ke dokter nggak?" Nathan menghampiri Adera yang sedari tadi hanya diam.

"Nggak usah Nath, gue nggak papa." Nathan mengangguk-anggukkan kepalanya.

Mereka keluar menuju tempat parkir menuju mobil Nathan. Abhizar dan Adera hari ini belum memulai percakapan panjang seperti biasanya. Mereka berbicara dengan gaya 'Abhizar yang Dingin'.

"Maen yuk!" Nathan memecahkan keheningan di dalam mobil.

"Kemana Nath?" Dinda bertanya kepada Nathan.

"Gaada yang pengen ke Tanjung Perak?"

"Ngapain disana?" Adera akhirnya membuka suara setelah diam. Tanpa Nathan sadari, Nathan tersenyum saat Adera ikut menyahuti.

"Ya liat sunset, kita bisa liat dari atas kapal."

"Bayar gak Nath?"

"Iya, parkir doang sih palingan cuma sepuluh ribu masuknya nggak bayar, terus nanti kita pulangnya ke kita lanjut ke Suramadu."

"Okee ayokk!"

-

Mereka sampai di Tanjung Perak pukul empat sorean. Disana ramai sekali. Mulai dari remaja pacaran, anak kecil bersama orang tuanya, sampai orang lansia berada disana. Adera tersenyum senang.

Setelah naik ke salah satu kapal yang ada disana, mereka ber lima berjajar berdiri di tepi kapal sambil berpegangan batas kapal.

Entah ada apa, tiba-tiba Adera berdiri disamping Abhizar. Ia sebenarnya sangat ingin membuka percakapan dengan Abhizar, namun lagi-lagi rasa gengsi yang menghambat sebuah hubungan.

"Bhi?" dengan keberanian triple Adera memberanikan diri berbicara dengan Abhizar.

Abhizar hanya menaikkan satu alisnya. Mereka bertatapan. Adera merasa sangat gugup sekarang. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengalihkan pandangannya kedepan, melihat pemandangan laut sore yang indah.

Canggung. Diam. Hening.

Mereka berdua tidak melanjutkan perbincangan mereka lagi. Adera sangat menyesal dengan insiden semalam.

"Maaf." lagi lagi Adera yang membuka suaranya terlebih dahulu. Abhizar masih tetap saja. Dia budek apa gimana sih?

"Maaf Bhi, maaf karena gue udah ngungkapin perasaan gue ke lo kemaren. Gue udah bilang, lo nggak harus bales perasaan gue, so, lo juga nggak harus berubah gini dong Bhi." Mereka berdua terdiam.

"Kadang lo harus menjauh dari seseorang, bukan karna lo berhenti peduli, tapi lo harus melindungi hati lo dari rasa sakit kan Der?"

Sakit.

Banget.

Adera menelan ludahnya dengan susah. Apa tadi itu adalah kode keras untuk menyuruh seseorang wanita yang sudah berjuang untuk mundur?

Adera hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan menjawab dengan pelan.

"Lo nyuruh gue mundur?"

"Gue nggak nyuruh lo mundur dan gue nggak nyuruh lo berjuang, gue cuma nyaranin, jangan merjuangin gue nanti lo bakal sakit hati." Abhizar masih saja berbicara dengan santai.

"Gue nggak peduli kok, gue sayang lo, gue pengen lo sama gue bareng bareng, simple kan?" Adera menirukan gaya bicara Abhizar semalam.

"Temenan aja apa nggak bisa?" Adera bungkam. Namun tetap saja ia tidak mau kalah debat dengan Abhizar sekarang.

"Gue tau cara bisa deket sama seseorang yang kita sayang ya cuma diem sama berteman, tapi gue bisa apa? Hati sama otak gue lagi nggak sinkron."

Ganti, sekarang Abhizar yang diam dan bungkam.

Setelah Abhizar terkena skak dari Adera mereka berdua diam. Bertepatan dengan itu, di depan mereka berdua matahari sudah mulai tenggelam.

Orang yang melihat ini pasti akan tersenyum lebar, namun tidak dengan Adera. Ia hanya terdiam sambil menahan air mata yang akan jatuh dari matanya.

"Nggak usah nangis, adek gue permennya ilang aja nggak nangis masa masalah gini lo nangis." Adera menoleh ke samping kanan. Nathan disana. Adera menoleh ke kiri dan belakang. Tidak ada Abhizar disana. Kemana perginya?

"Kok lo sih Nath? Perasaan tadi-"

"Abhizar ya? Udah pergi dari tadi."

Adera semakin ingin menangis. Tapi ia harus menahan karena ini di tempat umum.

About FriendWhere stories live. Discover now