4. HELP!

31.4K 1.9K 38
                                    


"Kring....Kring.....Kring......"

Bunyi jam weker yang berusaha membangunkan pemiliknya, yang tak lain dan tak bukan adalah Lily.

Gadis berambut biru itu masih setia memeluk lututnya sambil menatap kosong sekelilingnya, seolah-olah ini semua adalah akhir dunianya.

Mungkin akan lebih baik jika ini akhir dunianya,
tapi yang ia takutkan jika ini baru permulaannya.

Jam weker masih setia berbunyi, seakan-akan berteriak nyaring guna melawan suara-suara di kepala gadis itu yang tak kunjung surut.

Beberapa berkas cahaya masuk melalui celah-celah kecil, membuat bayangan-bayangan aneh dalam ruangan itu.

Setelah sekian lama, akhirnya gadis itu pun bersuara.

"Tenang. Dia tak ada. Dia sudah pergi. Ya, pasti!"
ucap Lily, berusaha meyakinkan dirinya tapi justru terdengar tak meyakinkan sama sekali.
Dia bahkan hampir menertawakan dirinya sendiri karena berusaha terlihat kuat dan tak terpengaruh. Jelas sekali jika sikap tegar dan kuatnya penuh dengan kepalsuan. Tak bisa dipungkiri bahwa teror semalam membuatnya ketakutan setengah mati dan terjaga sepanjang malam.

Akhirnya, gadis itu pun bergegas ke kamar mandi dan berharap semuanya akan lebih baik.

"Ayo Lily! Semangat! You'll be fine. Just relax. Relax." ucap Lily sambil menatap pantulan dirinya di cermin dan berusaha memberikan senyum terbaiknya.

1 detik.

2 detik.

3 detik.

Senyuman manisnya perlahan-lahan luntur.
Semua kata motivasi yang diucapkannya menguap tak berbekas.
Karena, pada detik itu juga, nyalinya menciut saat menatap tulisan berwarna merah di cermin.

Kau akan membayar mahal karena telah menolakku, sayang.


Tubuh mungil itu luruh ke lantai. Kakinya yang gemetar hebat tak sanggup lagi menopang tubuhnya.

"Siapa kau?! Kenapa terus menggangguku?! Apa salahku?!" Lily berteriak frustasi, ia tak sanggup lagi menghadapi pria gila ini!

Ya, pria gila yang tergila-gila padanya.

Tanpa dikomando, air mata merangsek keluar membasahi pipi mulusnya.
Hilang sudah keinginannya untuk hidup.

Mungkin kematian lebih baik daripada setengah mati.

*****


Alaric's pov

Sudah berkali-kali aku mengetuk pintu rumah Lily. Tapi, tak kunjung mendapat respon ataupun tanda-tanda kehidupan.

Aku merasa ada yang tak beres dan mulai memperkirakan kejadian buruk yang terjadi.

Persetan dengan pintu terkutuk ini!

Segera kudobrak pintu terkutuk ini sekuat tenaga dan masuk dengan langkah cepat.

Terdengar suara tangisan yang cukup kuat, membuatku bergegas menuju kamar Lily.
Tanganku yang berkeringat berpadu dengan detak jantungku yang makin tak karuan.
Semakin banyak anak tangga yang kupijak, semakin meningkat detak jantungku sehingga membuatku kesulitan bernapas.

Akhirnya tampaklah pintu hitam polos.
Langsung kudorong kuat-kuat pintu hitam itu, tanpa perduli apakah pintu itu dikunci atau tidak.
Pintu menjeblak terbuka dengan suara keras karena sikap brutalku.

Aku mendengarkan.
Suara tangisan itu berasal dari kamar mandi.

Kubuka pintu kamar mandi dengan tak sabaran.
Selama beberapa detik, yang kulakukan hanyalah membeku di tempatku dan menatap horor tulisan di cermin.

Psycho Admirer ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang