9. The Real Devil

24.1K 1.1K 127
                                    


Seorang pria terduduk dikursi dengan kepala terkulai lemas.
Terdapat banyak sayatan serta lebam yang menghiasi tubuhnya. Nafasnya yang terengah-engah berpadu dengan erangan menyakitkan yang lolos dari bibir tipisnya.

Berbanding terbalik dengan keadaan sang korban, si pelaku berdiri santai dengan wajah datar, tak terpengaruh sedikitpun dengan rintihan ataupun teriakan memilukan sang korban.

Sang korban, yang tak lain adalah Alaric, menatap benci orang dihadapannya. Jemarinya mencengkram erat lengan kursi sebagai pelampiasan kebencian pada orang dihadapannya. Mata abu-abunya menatap dingin sekaligus muak pada Lucien.
Ya, Lucien --bajingan itu-- akan membayar semuanya.

"Masih kuat?" ucap Lucien dengan nada mengejek. Tangan kanannya dengan terampil memainkan pisau kesayangannya. Sesekali dia tersenyum sinis melihat penderitaan Alaric. Baginya, teriakan serta jeritan korbannya bagaikan musik yang mengalun indah di indera pendengarannya.

"Aku bersumpah akan membunuhmu, bajingan!" ucap Alaric dengan nafas memburu, bukti bahwa dirinya tak segan-segan untuk membakar  manusia dihadapannya.
Oh, ralat. Lucien bahkan tidak cocok disebut manusia. Sejak kapan dia bersikap manusiawi?

"Oh, benarkah? Ah, aku takut! Seseorang tolong aku!" ucap Lucien dramatis dengan nada mengejek. Sedetik kemudian, terdengar tawa mencemooh dari bibir Lucien. Tawanya bergema di setiap sudut ruangan, menimbulkan gema mengerikan dalam ruangan temaram itu.
Tawanya berhenti dalam sekejap, digantikan oleh pukulan telak di wajah Alaric.

Alaric mengerang hebat merasakan tulang hidungnya patah. Darah mulai jatuh membasahi jeansnya, membuat noda darah baru di kain itu. Belum sempat bereaksi, sebuah pisau tertancap dengan mulus di pahanya.

"Fuck!" umpat Alaric, merasakan 'pisau terkutuk' itu menembus setiap lapisan kulitnya.

"Oh, lihat! Apakah mainanku kesakitan? Owh, cup, cup, cup, Poor Alaric."

Manik kelabu Alaric menatap benci pada Lucien. Hal itu membuat Lucien tersenyum.

"Jadi bagaimana?Kau ingin bekerja sama?" tanya Lucien.

Karena tak kunjung mendapat respon, Lucien menjambak rambut Alaric, membuat pria bersurai coklat itu mengerang.

"Jawab aku, keparat."

"Sampai mati pun, aku takkan sudi bekerja untukmu!" teriak Alaric dengan tenaga yang tersisa. Tatapan matanya menantang Lucien tanpa keraguan sedikitpun.

Lucien tertawa iblis mendengar ucapan Alaric. Kakinya dengan santai melayang ke perut Alaric, membuat darah mengotori lantai. Tubuh Alaric tersentak karena tendangan dahsyat Lucien. Belum sampai disitu, Lucien dengan kejamnya mencekik Alaric. Senyum remeh tersungging di bibir Lucien sedangkan mata Alaric membelalak kaget.

"Aku benci mengulang perkataanku, sialan. Apa kau bersedia bekerja untukku?!"
Tangan Lucien masih setia mencekik leher Alaric, membuat pria bersurai coklat itu pucat pasi karena kekurangan oksigen.

"T-ttidak akan p-ppernah!" ucap Alaric dengan nafas terengah-engah.
Setelah itu, Alaric meludah dan sukses mengenai sepatu mahal Lucien. Sang empunya sepatu menggeram dan refleks melepaskan tangannya dari leher Alaric. Alaric menghirup oksigen dengan rakus yang justru membuatnya terbatuk-batuk.

Pria berambut hitam itu menatap geram manusia dihadapannya. Dengan wajah angkuh, Lucien menekan pisau yang tertancap di paha Alaric, membuat pisau terkutuk itu tertancap semakin dalam.

"Aaarrrghhh...!"

Kepala Alaric terhentak ke belakang saat merasakan sakit luar biasa di pahanya. Darah mengalir deras membasahi lantai, jeans Alaric yang tadinya berwarna biru, sekarang basah kuyup oleh darah.

Psycho Admirer ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang