7. Showtime!

25.3K 1.2K 146
                                    


"Lepaskan aku sekarang juga!" teriak Alaric.

Emosinya tak terbendung lagi, ingin sekali dia menancapkan pisau ke jantung wanita itu. Ya, dia akan melakukannya sekarang juga, tapi tali yang mengikatnya menghambat tindakannya.

"Mainanmu benar-benar menyenangkan, Luc. Aku jadi mau." Wanita itu mengerling genit pada Alaric lalu menatap Lucien dengan senyum licik.

Lucien menggeram. Dia paling tak suka jika ada yang berani mengusik mainannya.

"Sudah kubilang, bocah ini bagianku. Jangan membuatku marah, jalang!" Mata Lucien menatap wanita itu tajam, cukup membuat wanita itu terdiam beberapa saat. Tapi, tawa wanita itu langsung meledak.

"Tenang saja, Luc. Aku takkan mengusik mainanmu."
Suara wanita itu terdengar senang, tapi matanya tak bisa berbohong.
Mata itu cuma menatap dingin dan datar, tanpa emosi, tanpa kehidupan, hanya ada kegilaan di sana.
Dengan kalimat itu,dia berbalik meninggalkan ruangan penyiksaan itu dengan wajah angkuh.

Alaric berteriak-teriak penuh amarah karena wanita itu meninggalkannya berduaan dengan seorang psikopat.
Walaupun wanita itu juga terbilang sinting dan tak ada satupun fakta yang bisa membuktikan kewarasannya.

Alaric tertegun.

'Kemana tatapan lembut penuh kepedulian yang biasa digunakannya?' batin Alaric.

"Bagaimana kalau kita mulai dari satu? Kalau kau gagal,kita akan mulai permainanku."ucap Lucien senang, mata hitamnya berkilat aneh.

"Hitung!" perintah Lucien.

Bugh!

"S-ssatu..."

Bugh!

"D-ddua..."

Bugh!

Tak ada lagi sahutan dari Alaric.
Tubuhnya yang masih terikat pada mursi sudah terkulai lemas.

"Ah, sepertinya bocah keras kepala sudah menyerah. Kenapa? Sakit sekali? Maafkan aku, ya?"ucap Lucien dengan nada sedih dibuat-buat.

Alaric cuma diam dengan nafas terengah-engah.

Lucien berbalik untuk meninggalkan ruangan.Tapi berhenti saat tangannya sudah memegang handle pintu.

Dia memutar badannya dan tersenyum licik pada Alaric.

"Aku akan memulai permainannya. Bersiaplah."

"Apa maksudmu,keparat?!"ucap Alaric dengan nafas terputus-putus.

"Cuma bermain sebentar dengan gadis kecilku."

Alaric menggeram.

"Dasar keparat! Kalau kau berani menyentuh Lily, aku bersumpah akan membunuhmu! Akan kubuat kau berharap tak pernah dilahirkan ke dunia ini!" teriak Alaric, jemarinya mencengkram pegangan kursi kuat-kuat, membuat buku jarinya memutih.

Lucien tertawa mendengarnya. "Kutunggu undangan kematianku. Selamat bersenang-senang di sini."

Lucien berbalik meninggalkan ruangan, tak mempedulikan teriakan, makian, ataupun kutukan Alaric yang ditujukan padanya.

"It's showtime!"

*****

Seorang gadis bersurai biru sibuk mematut dirinya di depan cermin.

"Perfect!"

Senyum manis menghiasi wajahnya, tapi langsung digantikan dengan wajah bingung. Seakan teringat sesuatu, ia merogoh saku, mengeluarkan ponselnya. Dengan tergesa-gesa ia menekan kontak Alaric, menunggu jawaban dari sana yang tak kunjung ada.
Gadis itu menghela napas dan menatap cermin di hadapannya dengan kesal.

Psycho Admirer ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang