2. Meeting Him

18.3K 1K 39
                                    

Happy reading :)

Larissa-

Tanganku terangkat untuk memukul kepala pelan. Mencoba menghilangkan kejadian sebulan lalu. Tepatnya saat pengenalan General Manager baru di kantorku. Di mana aku melotot shock melihat laki-laki yang mengenalkan bahwa dirinya adalah General Manager yang baru. Demi apapun, kejadian itu terjadi sebulan yang lalu, tapi aku tidak bisa melupakan -minimal menghilangkan memori itu beberapa jam saja dari kepalaku. Apa-apaan ini?!

Aku menutup mata sambil menghela nafas kasar berkali-kali. Lalu menarik nafas panjang, dan mengeluarkan nya lebih pelan.

Sampai aku memutuskan segera berdiri untuk membereskan dokumen-dokumen yang masih berserakan di meja, dan mengembalikan ke tempatnya. Karena harus segera pulang sekarang, sebelum tidak ada taksi yang lewat lagi. Lagipula jika terus di sini, aku akan mengingat kejadian -tepatnya seseorang tadi. Dengan tergesa aku berjalan keluar ruangan menuju lift. Kulihat masih ada beberapa ruangan dengan lampu menyala dan beberapa orang juga keluar dari ruangan masing-masing menuju lift. Sama sepertiku.

Mereka menyapa sebentar, lalu kembali sibuk dengan kegiatan sebelumnya. Ngomong-ngomong, kantor tempat ku bekerja ini memang sedang sibuk. Ada sebuah project besar untuk bulan ini. Jadi, wajar jika semua orang terlihat sibuk. Termasuk aku tentunya. Tapi aku tetap bisa mengontrol waktu. Pekerjaan selalu urusan kantor, tidak akan aku bawa pulang kecuali kalau sangat-sangat mendesak.

Suara lift membuatku mengangkat kepala, lalu segera memasuki lift diikuti beberapa orang tadi. Aku memilih berdiri paling belakang, untuk menyandarkan tubuhku sebentar. Tidak ada suara apapun di dalam lift sampai kami tiba di lantai paling bawah.

Aku segera berlari menuju gerbang utama saat tidak sengaja melihat jam di dinding meja resepsionis. Sepertinya aku akan sulit pulang, dan itu buruk.

Aku terus mengetuk-ngetukkan sepatu berhak 5 cm ku tidak sabaran, di tanah yang masih terasa basah sisa hujan tadi sore. Sambil memperhatikan jalanan yang masih sedikit ramai dengan kendaraan, tapi tidak ada satu taksipun yang lewat sejak tadi. Ya ampun...apa aku harus memesan ojek online? Demi apapun aku pernah bersumpah tidak mau memesan alat transportasi umum semacam itu, bukan tanpa alasan. Aku hanya takut berada terlalu dekat dengan seseorang yang tidak aku kenal sama sekali.

Hah.....harusnya aku langsung pulang tadi. Bukan malah melamun gaje dan mewek-mewek alay. Yang tentunya sangat membuang-buang waktu berhargaku.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku, aku menoleh dan mendapati pak Fajri yang sudah berdiri tegap di depanku.

" Bu Rissa, belum pulang?" Tanya satpam kantor itu ramah pada ku.

" Belum pak Fajri, saya masih tunggu taksi"

" Nggak naik mobil Bu?" Tanya satpam itu lagi dengan alis terangkat.

" Nggak pak, mobil saya sedang di bengkel"

Terlihat pak Fajri mengangguk pelan dan terlihat berpikir. " Kalau jam segini cari taksi susah Bu, bagaimana kalau saya carikan tumpangan " tawar pak Fajri dengan senyumnya. Aku segera menggeleng.

" Nggak pak, nanti saya bisa pesan ojek online saja" jawabku sambil meringis pelan, karena aku benar-benar tidak pernah berencana akan melakukan hal tadi.

" Yasudah, Bu. Hati-hati" Aku mengangguk dan tersenyum. Pak Fajri langsung beranjak dari hadapanku.

Sampai 15 menit berlalu tapi aku masih tidak mendapatkan taksi, tubuhku mulai gemetar kedinginan dan takut. Sementara jalan di depanku kini semakin sepi, sudah banyak juga remaja maupun laki-laki dewasa yang berkeliaran di depan kantor. Sampai tiba-tiba aku kembali dikejutkan dengan tepukan pelan dibahu.

Into the Arms (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang