12. Disappointment.

9.2K 495 29
                                    

Happy reading :)

Larissa-

Tanganku sudah berkeringat dingin sejak aku masuk ruangan ini. Begitu juga dengan mataku yang sejak tadi beralih fokus dari layar monitor di depan dan laki-laki yang duduk di seberang meja sana. Aris.

Laki-laki itu hanya terfokus pada layar didepannya, kadang beralih pada laptop di hadapannya, atau pada orang yang sedang berbicara dengannya. Sama sekali tidak mau melihatku -atau sekedar melirik. Bahkan saat ia sedang berbicara dengan seseorang yang duduk di sampingku. Matanya tidak sedikitpun bergeser, meskipun untuk melihatku sekilas.

Hell!

Apa yang terjadi dengan laki-laki brengsek itu!

Oke, setelah semalam dia meminta maaf -dan aku usir terang-terangan- sekarang dia kembali bersikap semacam itu? Seorang General Manager dingin dan arogan yang selalu membawa aura menakutkan?

Fuck you, bastard!

Dia itu sebenarnya sungguh-sungguh atau tidak ketika meminta maaf?

Bilang saja, kamu menyesal mengusirnya semalam, Rissa. Kamu menyesal tidak menerima permintaan maaf nya. Aren't you?

Fuck! Yeah, i am.

Dewi batinku berdebat sendiri. Aku kembali memperhatikan raut wajah kaku Aris, yang masih hanya memandang layar monitor di depan atau sesekali melihat laptop di hadapannyanya.

Suara seseorang menyebut namaku -dengan cukup keras- membuatku tersadar, dan membuatku sedikit gelapan. Ternyata asisten Aris, sedang bertanya tentang produk untuk bulan depan.

See? Seharusnya Aris bisa menanyakan ini padaku sendiri. Tapi dia bahkan melimpahkan pada asistennya. Apa dia marah denganku? Semurka itukah dia karena aku mengusirnya dengan tidak ter-hor-mat semalam?

Tentu, Rissa. Itu sama saja menginjak-injak harga dirinya sebagai laki-laki.

Shut Up!

Fine! Aku menyesal sekarang. Aku menyesal kenapa aku tidak menerima maafnya saja tadi malam. Kalau seperti itu, mungkin sekarang aku bisa melihat senyum menawan Aris untukku. Seperti senyum menggodanya kemarin siang, atau beberapa hari lalu.

Dan aku kembali tersadar dari lamunan saat suara deheman keras masuk ke telingaku, yang kini berasal dari Aris. Mata coklatnya menatap tajam ke arahku.

Sial! Aku memang ingin Aris sebentar saja mengalihkan pandangannya padaku, tapi tidak mengharapkan tatapan pertama darinya yang aku dapat hari ini berupa tatapan tajam yang terasa siap mencongkel mata lawan yang di tatapnya.

Stop it, Rissa! Hentikan ini sebelum kamu kembali tertangkap basah sedang melamun.

"Meeting selesai. Kita ulang dari awal besok pagi, saya tidak mau ada yang tidak fokus di sini."

Double Shit!!

"Dan saya harap, tidak ada kesalahan untuk besok. Bu Rissa, keruangan saya setelah makan siang."

Triple Shit!!!

Ini bencana! Tuhan... selamatkan aku.

—————

Sial.

Awh, fuck. Berapa kali aku mengumpat seharian ini!

Oke, tidak penting. Karena sekarang  aku—bodoh! Pikun!

Bagaimana aku bisa lupa. Hari ini aku ada janji menjemput Gilang saat makan siang.

Dan tadi, Aris mentitahku untuk ke ruangannya setelah makan siang.

Into the Arms (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang