10. Selamat Malam, Rissa.

11.6K 535 26
                                    

Happy reading :)

Larissa-

Aku mengusap wajah kasar.

Apa aku semalam bermimpi? Tapi kenapa terasa begitu nyata? Bahkan aku masih bisa mencium wanginya di kamarku.

Tapi kenapa dia tidak ada sekarang?

Jadi, mungkin semalam hanya khayalanku. Oke, aku positif gila.

Tapi, rasanya semalam sangat nyata. Aku masih ingat. Aku pergi ke kelab karena ditelepon Farid, lalu diminta mengantarkan laki-laki mabuk yang ternyata-Aris. Aku yakin. Semalam aku tidak bermimpi ataupun berkhayal!

Tanganku terangkat mengusap wajah pelan. Sudahlah, aku punya jadwal padat hari ini. Jadi, daripada memikirkan sesuatu yang tidak pasti, lebih baik aku segera bangun.

Dengan malas aku mengucir rambutku asal, sebelum berdiri dan memasuki kamar mandi. Hari ini acaraku bersama tim produksi -yang membuat acara pameran- adalah mengecek segala persiapan pameran yang tinggal 5 hari lagi, tepat akhir pekan besok.

Aku akan seharian di sana mengawasi segala persiapan mulai dari dekor ruangan yang baru saja selesai kemarin sore, penempatan stand yang akan digunakan, jumlah barang yang akan di pamerkan, sampai bisa dipastikan tidak ada cela untuk hari-H nantinya. Seperti kata Aris, karena memang aku lah yang lebih tau dan paham hingga detail-detailnya. Jadi, aku memang turun lapangan langsung kali ini.

Dan sesuai kesepakatan, kami tidak akan mengenakan setelan kantor hari ini, karena akan berada di ruang serbaguna -tempat berlangsungnya acara- tepat di samping kanan kantor. Selesai mandi, aku segera memilih pakaian, lalu memutuskan memakai celana jins biru dongker dan kemeja putih polos. Mengucir kuda rambutku. Dan memilih menggunakan tas ransel kecil, bukan tas yang biasa aku bawa ngantor.
Oke, siap. Aku segera turun sambil berlari kecil menuju parkiran apartemen.

Tidak sampai 1 jam, mobilku sudah memasuki basement kantor dan aku segera menempatkannya dengan benar, kakiku langsung melangkah menuju ruang serbaguna. Di sana sudah banyak tim-ku yang hadir. Mereka sudah sibuk dengan urusan masing-masing, dan aku mulai ikut sibuk dengan mengecek persiapan.

Mencentang catatan yang menurutku persiapannya sudah beres.

Ruangan besar ini sudah menyerupai tempat bazar sekarang, dengan nuansa zaman dulu yang sangat terasa. Yang aku yakini membuat siapapun betah berlama-lama disini hanya untuk berdiri. Suasana rumah dan keluarga juga terasa di beberapa stand yang memang di desain untuk itu.

Sempurna!

Satu kata yang langsung terlintas di pikiran ku saat ini. Lega rasanya. Padahal aku pikir karena acara revisi sialan kemarin persiapan ini akan terganggu, bukan berarti aku berharap seperti itu.

Karena, hey! Siapapun pasti akan berpikiran seperti itu jika menjadi aku, untungnya semua orang yang ikut serta dalam acara ini bekerja dengan cekatan. Dan inilah yang aku suka dari semua pegawai kantor ini. Tidak ada unjuk jabatan jika sudah dalam keadaan seperti ini. Mereka sama-sama bekerja tanpa menunggu diperintah, bukannya hanya melihat sambil mengkritik tanpa saran! Jika tugasnya sudah selesai, masih terus bergerak membantu teman lain. Sampai semua selesai, baru akan istirahat bersama-sama.

Tanpa aku sadari sejak kapan, ruangan yang tadinya penuh suara mendadak hening.

Aris berdiri di depan pintu utama ruangan dengan angkuhnya. Aura dinginnya segera menyebar, membekukan semua tubuh yang melihatnya berdiri di depan sana. Aku pun sama.

Untuk beberapa detik, tubuhku berubah kaku. Sampai sebuah suara keras, menyadarkan kami semua dari keheningan aneh ini.

"Kita tidak digaji hanya untuk diam di tempat. Kambali bekerja!!"suara baritonnya menggema di setiap ujung ruangan, memantul cepat sampai membuat semua telinga terkesiap ketika mendengar. Dan sebelum teriakan kedua menderu, mereka sudah kembali dengan aktifitas masing-masing. Meskipun masih ada beberapa yang tetap berdiri di tempatnya sejak tadi.

Into the Arms (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang