Happy reading :)
Larissa-
"Get out! Get out, bastard!"
Fucked off!
Apa yang laki-laki sialan itu lakukan di sini! Aku tidak ingin diganggu, aku ingin sendiri. Kenapa dia tidak mengerti.
Oh, tentu saja untuk menertawakan mu, Rissa.
Sialan!
Dia kembali mendekat. Tanpa merasa takut akan teriakan ku atau tindakanku. Apa kurang jika hanya sebuah vas meja mengenai kepalanya sampai berdarah seperti itu. Apa perlu lemparan meja agar dia keluar?
"Aris, keluar! Keluar, sekarang!"
Bentakku lagi yang tidak berpengaruh apapun padanya. Tanganku meraih gelas di atas meja kasar, tentu saja untuk kembali melemparinya. Tapi kalah cepat, Aris sudah mencekal pergelangan tanganku. Melepas gelas lalu menarikku ke dalam pelukannya. Aku berontak. Satu tanganku yang bebas meninju bahunya keras-keras. Tapi dia tidak bergerak dari tempatnya, justru semakin mengeratkan pelukannya.
Aku meraung sekali lagi di dada Aris sebelum akhirnya menumpahkan air mata di sana. Tubuhku meluruh.
Aku sudah menjadi wanita gila seharian ini. Membentak siapa saja yang mengganggu waktu melamunku -untuk meratapi kejadian tadi malam- yang berharga. Semua yang masuk ruanganku sampai sore ini. Termasuk Tasya yang hanya ingin memberitahukan jadwal meeting ku siang tadi. Termasuk juga Aris yang sejak 15 menit lalu berada di ruangan ini.
Dia mengusap rambutku lembut, lalu mengecupnya. Tubuhku diangkat menuju sofa di ujung ruangan. Aris mendudukkan ku di sana, masih dalam pelukannya.
Sampai beberapa menit berlalu, baru tangisku terhenti. Dan aku segera melepaskan diri, menjauh. Dia meraih kepalaku, tapi aku melengos.
"Thanks. Tolong pergi, sekarang." ujarku tanpa memandangnya. Namun bisa kurasakan matanya menatapku tajam.
"Rissa, kamu kenap-"
"Pergi, brengsek! Saya mau sendiri. Just get out, asshole." suaraku merendah diujung kalimat dengan pandangan meminta. Tatapannya pun berubah melembut.
"Aku baru tau kamu suka mengumpat, seingatku kamu dulu gadis manis yang sopan. Bukan wanita penuh umpatan." Aku mencelos. Dia berbicara tentang dulu? Siapa dia? Dia bahkan tidak mengenal ku dalam waktu yang lama. Apa yang dia tau tentang aku dulu? Jadi, sekarang ia ingin bermain tentang 'Kamu dulu...'?
"Oh ya? Seingatku juga dulu Anda laki-laki brengsek. Tapi sekarang tetap, oh, semakin brengsek." balasku sinis. Rahangnya mengeras. Kenapa? Tidak suka aku mengatainya brengsek? Huh, bahkan itu sudah diperhalus. Harusnya aku mengatakan dia itu laki-laki bajingan.
"Dulu kamu juga gadis manis yang penurut. Bukan wanita bar-bar bermulut tajam." fuck! Who are you, fucking asshole!? Jangan menghakimi ku jika kamu bahkan tidak tau apa yang sudah aku alami!
"Dulu kamu juga laki-laki egois yang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain."
"Rissa, dulu-"
"Berhenti berbicara tentang dulu. Anda tidak tau siapa saya dulu. Anda baru mengenal saya 2 bulan ini, jangan berbicara seolah Anda mengetahui apapun tentang saya." potongku tajam dengan pandangan lurus menatap matanya.
Aris menghela napas. Ia berdiri lalu duduk di hadapanku. Hanya diam sambil menatapku dalam. Matanya berbicara. Betapa dia tidak suka dengan situasi ini. Betapa dia menyesal untuk dulu. Betapa dia ingin memeluk dan menenangkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into the Arms (TAMAT)
RomanceWanita kaku, keras, dan anggun. Bukan hal mudah saat ia hampir bisa move on dari cinta pertamanya, tetapi kembali dipertemukan dengan si cinta pertama. Meskipun nyatanya, hatinya selalu dimiliki si cinta pertama. Kalau begitu, terus berada di bel...