Happy reading :)
"Lo sekarang ada hubungan apa sama Pak Aris? Are you two in relationship?"
Perempuan di samping Rissa bertanya dengan menyelidik. Matanya memperhatikan setiap gerakan Rissa ketika ia selesai bertanya. Dia bahkan sadar jika Rissa sedikit terkejut tadi, meskipun dengan cepat tertutupi wajah datar.
"Yes, hubungan antara GM dan Manajer Produksi."
"Gue gak sebodoh itu buat lo kibulin."
Rissa sedikit tergelak dengan ucapan Lala, terlebih ekspresi temannya itu yang sangat, sangat serius.
"Dan lo pikir hubungan apa yang gue sama Aris punya?"
"Friends? Bullshit! Kekasih? Maybe." jawab Lala mantap dengan sedikit pandangan menyudutkan.
"Gak mungkin cuma teman, ketika Lo sampe dianter pulang sama Pak Aris. Dan kalian harusnya cukup pandai untuk tidak bermesraan di dalam mobil sebelum pulang di parkiran kemarin, ketika lo tau, kalau fans Pak Aris lebih dari banyak di sini."
"But, we are friends. Gue gak punya hubungan apapun sama Aris." elak Rissa tenang, seolah mereka memang tidak punya hubungan apapun, selain berteman itu. Rissa membuka pintu ruangannya sebelum masuk dan diikuti Lala. Lalu mereka berdua duduk berhadapan di sofa.
"Oh, dan apa tadi? Aris? Hahaha." Lala tertawa mencemooh.
"Lo kenapa sih, La? Ada masalah? Lo seolah gak suka banget gue ada hubungan sama Ar—ekhem—Pak Aris. Kalo emang gue punya hubungan sama Pak Aris kenapa?"
"Jadi lo emang in relationship sama Pak Aris."
Rissa menghela napas. Cukup kesal juga dengan temannya yang tiba-tiba penasaran dengan dirinya dan Aris. Padahal saat dengan Gilang dulu, Lala tidak pernah seperduli ini dengan kisah asmaranya. Bahkan ketika tau, ia dan Gilang berpacaran pun, Lala tidak ingin tau bagaimana mereka akhirnya bisa berpacaran setelah berteman beberapa tahun, atau sekedar bertanya bagaimana Gilang menembaknya. Tidak pernah.
"Sorry, La. Tapi kayaknya gue gak punya kewajiban buat ngasih tau lo apapun yang terjadi sama gue. Termasuk ini."
Sedikit ragu ketika Rissa mengucapkan itu, karena ia tau mungkin ucapannya bisa sedikit melukai harga diri Lala. Tapi mau bagaimana lagi. Rissa, wanita itu terlalu tertutup untuk hal-hal yang memang tidak perlu dibuka."Gue temen lo kan, Sa?"
"Ya. Lo temen gue."
"Tapi gue ngerasa bukan teman lo. Gue pikir teman sudah bisa jadi alasan untuk cerita apapun yang lo rasain. Lo terlalu menutup diri, Sa"
Rissa terdiam. Hatinya sedikit mencelos. Dia tau ucapan Lala benar. Dia tau, dia terlalu menutup diri. Tapi dia juga tidak bisa untuk melakukan keinginan Lala. Dia tidak bisa untuk tidak terlalu menutup diri.
"La..." Rissa berdiri. Tangannya mengusap wajah sebentar sebelum ia membuang napas.
"Aris memang nganter gue pulang kemarin, dan kami ngobrol semalaman di apartemen gue sampai hampir pagi, lalu dia pulang. Pagi ini juga dia jemput gue, kami sarapan di apartemen sebelum berangkat. Itu, kalo lo pengen tau."
Mendadak Lala ikut berdiri. Wajahnya menyiratkan keterkejutan yang sangat tidak ditutup-tutupi. Sebelum perempuan itu menyebrangi meja dan beralih memeluk Rissa gemas.
Sementara itu, Rissa kebingungan. Ketika Lala justru memeluknya sambil melompat-lompat kecil.
"Jadi, bener kalian in relationship?" tanya Lala sekali lagi. Sambil menatap Rissa dengan berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into the Arms (TAMAT)
RomanceWanita kaku, keras, dan anggun. Bukan hal mudah saat ia hampir bisa move on dari cinta pertamanya, tetapi kembali dipertemukan dengan si cinta pertama. Meskipun nyatanya, hatinya selalu dimiliki si cinta pertama. Kalau begitu, terus berada di bel...