Renata menatap gantungan boneka dolpin biru yang di berikan Julio entah kapan. Sekarang Renata sudah duduk dibangku kelas XII, dan itu berarti tak lama lagi ia akan melepas seragam putih abu-abunya. Renata tersenyum sedih, nyatanya sudah satu bulan semenjak kematian ayah Julio, Julio sudah tidak pernah lagi menyapa Renata. DiSekolah, Julio cenderung aktif dalam pembelajaran dan lebih sedikit berbicara. Bahkan Ewin dan David juga merasakan perubahan dari Julio yang dulu dan Julio yang sekarang. Renata yang dulunya menyebut Julio sahabatnya, bahkan tak tau status apa yang pantas diungkapkan diantaranya dan Julio. Entah mengapa semuanya terlalu cepat berubah, kadang Renata hanya dapat menatap Julio dari kejauhan. Kalaupun berpapasan, tatapan mereka sering bertemu, namun yang dapat Renata lakukan hanyalah menahan sesak yang membelenggu didada, rindu yang menjadi beban berat yang entah sampai kapan rindu ini akan berakhir.
"Lio lelet! Lo cepet banget berubah ya? padahal gue kangen elo, lo tau gak? PR matem gue udah numpuk dirumah, gue gak bisa lagi nyuruh lo lagi buat bikin PR matem gue. Lio? Lo tau gak? Mungkin aneh kalo lo dengar ini, tapi gue juga cinta sama lo, salah gak kalo gue juga cinta sama lo?" Tanya Renata sambil menatap gantungan dolpin itu. Seakan benda itu adalah Julio.
Renata menatap seluruh penjuru lapangan, ada banyak hal yang terjadi pada dirinya dan Julio diSekolah ini. Peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dan menjadi sebuah kenangan sehingga hanya dapat dikenang.
"Yaelah nih anak, melamun aja kerjaannya!" Celetuk seseorang membuat Renata mengedipkan matanya beberapa kali dan menoleh pada asal suara. Ternyata Kesi yang kini sudah duduk disampingnya.
"Lala mana?" Tanya Renata ketika menyadari Lala tidak bersama dengan Kesi.
Kesi mengedikkan bahunya, "biasa, dia dikantin"
Renata mengangguk paham sambil kembali menatap boneka dolpin yang sedari tadi dipegangnya. Kesi juga mengikuti arah pandang Renata, "imut banget dolpinnya, kayak elo" ucap Kesi sambil tertawa.
Renata mencubit lengan Kesi pelan, "Apa sih!"
Kesi menghentikan tawanya ketika melihat Julio yang kini sedang menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ren, coba deh liat sana, Julio lagi natap elo" ucap Kesi membuat Renata mengerutkan dahinya.
"Maksud lo?" Tanya Renata tak mengerti.
Kesi menangkup wajah Renata dan menghadapkannya pada Julio yang memang sedang menatap Renata penuh arti. Renata berusaha mencoba menemukan jawaban dari balik tatapan itu, namun semuanya itu sulit. Sekali lagi yang Renata lihat hanyalah Julio yang dingin tanpa mata yang menghangatkan. Renata segera mengalihkan pandangannya, ia tak mampu lagi menatap Julio tetlalu lama, yang ada hanya airmata yang akan jatuh tanpa aba-aba. Dan itu sudah sering terjadi semejak Julio berubah menjadi sosok yang tidak Renata kenal.
"Ke kantin yuk, gue lapar" ucap Renata kemudian beranjak dari duduknya, meninggalkan Kesi yang menatapnya aneh.
"Cinta begitu rumit" ucap Kesi lemas kemudian ikut beranjak dari situ.
***
Dibawah terik matahari, Julio masih asik dengan mendribble bola. Jangan tanyakan apa yang menjadi alasan Julio melakukan ini, karena dirinya juga tak tahu apa yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang ini. Semejak peristiwa kematian ayahnya, Julio seperti kehilangan semangat untuk menyapa hari esok. Yang dirasakannya hanyalah kehilangan dan sakit karena tak sempat meminta maaf pada almarhum ayahnya. Jika pada akhirnya akan seperti ini, Julio akan memilih untuk menyayangi ayahnya sejak pertama kali tahu ayah kandungnya masih hidup. Tetapi apa daya karena yang tersisa sekarang hanyalah sebuah penyesalan. Sejujurnya Julio tidak menginginkan semua ini terjadi, tentang jarak yang tercipta diantaranya dan Renata, dan tentang sikapnya terhadap Renata saat ini. dipikiran Julio, mungkin Renata akan bahagia dengan semua ini. Bagi Julio, dirinya sudah cukup untuk menyakiti Renata lebih dalam lagi, ia juga tak ingin membawa Renata kedalam belenggu hidupnya lagi, sudah cukup ia membuat Renata menangis disaat mengetahui bahwa dirinya pernah menyukai Tasya. Meski sebenarnya, Julio tak rela untuk melepaskan Renata, ia terlalu takut untuk kehilangan gadis itu, hanya saja keadaan memaksanya untuk melakukan hal ini.
"Julio woy! Istirahat dulu kek, ntar lo pusing gak bakal ada yang angkat!" Teriak David dari kursi penonton.
"Makin hari dia makin berubah" kali ini Ewin bersuara.
Awalnya Julio mengabaikan perkataan David, namun setelah itu ia akhirnya berjalan menghampiri kedua sahabatnya Ewin dan David.
"Julio, Julio, gue heran sama lo. Entah sejak kapan lo berubah kayak gini" ucap Ewin ketika Julio sudah duduk bergabung dengan mereka.
Julio melirik Ewin sebentar, "berubah gimana?"
"Lo kayak zombie" kali ini ucap David.
Ewin menatap David aneh, "lo tuh yang zombie!" Ucapnya kemudian beralih menatap Julio lagi.
"Jadi gini Julio, gue tau lo sangat terpukul saat lo kehilangan ayah lo, cuma bukan berarti lo harus menjadikan Renata sebagai pelampiasan. Mungkin bagi lo, semuanya baik-baik aja, tapi sebenarnya enggak" ucap Ewin serius.
Julio mengerutkan dahinya, "gue gak ngerti maksud lo" ucap Julio cuek.
Ewin menghembuskan nafasnya dengan lemas, "intinya, gue bisa lihat kalo Renata kangen elo yang dulu, dan dia cinta sama lo. Gue bukan orang yang punya indra ke enam atau sebagainya, tapi semua itu terlihat dari cara Renata natap elo. Mungkin lo gak sadar, karena hati lo terlanjur beku untuk Renata sentuh" ucap Ewin yang berhasil membuat semua pergerakan Julio berhenti. Karena nyatanya semua yang dikatakan Ewin barusan adalah sebuah fakta.
David menepuk bahu pelan, "gue rasa apa yang dibilang Ewin barusan adalah benar. Sebagai cewek, Renata gak mungkin bilang ke elo secara terang-terangan kalo dia suka sama lo, tapi setidaknya sebagai cowok, lo harus peka terhadap keadaan" ucap David membuat hati Julio tersentuh. Bahwa ia juga menyesal telah menciptakan situasi buruk yang pada akhirnya tidak membuat dirinya maupun Renata bahagia.
Tiba-tiba senyum Julio mengembang, jujur saja ia bersyukur memiliki dua sahabat yang selalu pengertian padanya, walau kadang suka membuat dirinya jengkel. Julio menatap kedua sahabatnya itu, "gue gak nyangka kalo lo berdua punya bakat terpendam" ucap Julio sambil mengangguk kagum.
Ewin dan David seketika memasang raut wajah bingung, "maksud lo?" Tanya mereka berdua secara bersamaan.
"Ewin teguh, David teguh" ucap Julio sambil menunjuk kedua sahabatnya dengan jari telunjuk.
"Anjirrr! Kirain apaan!" Protes Ewin dan David bersamaan lagi.
Julio hanya tertawa melihat kedua respon sahabatnya barusan, menarik perhatian Ewin dan David.
"Gue lega akhirnya lo ketawa juga" ucap Ewin sambil tersenyum lebar.
David juga ikut tersenyum, "iya, gue juga, setelah sekian lama lo gak ketawa, akhirnya sekarang lo kembali lagi kayak Julio yang gue kenal" seru David lega.
"Tapi kayaknya lo berdua harus bantu gue deh besok" ucap Julio yang terlihat sedang berpikir.
"Bantuin apa?" Tanya Ewin dan David bersamaan.
"ada deh! Btw lo berdua jodoh deh kayaknya, dari tadi bicaranya bersamaan mulu" ucap Julio sambil menggeleng.
Ewin dan David melempar tatapan jijik, "Idiwww amit-amit!" Seru keduanya heboh.
***
Yey! Akhirnya guys puji Tuhan chapter depan udah ending. Yey makin semangat ngetiknya, jadi guys untuk kali ini aku pengen bilang, gimanapun endingnya nanti, semoga bakal memuaskan dan gak membosankan hhee😄
See u next chapter ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Like You (Selesai)
Fiksi RemajaRenata tidak pernah menaruh perasaan nya pada Julio, tapi Renata tidak suka melihat Julio sedih, bagi Renata, kebahagiaan Julio adalah kebahagiaan nya juga. Namun, ketika keduanya tidak saling memiliki, tentang perasaan yang lama dan kembali lagi, m...