Chapter 15 End

660 64 69
                                    


"Ree," desisku lalu berbalik
menghadapnya.

Re tersenyum menatapku, dia menarik pinggangku memelukku dengan erat.

"Kamu kemana saja, Re?" Aku mengeratkan tanganku ke punggungnya.

"Apa kau sangat merindukanku?" ucapnya.

Aku mangangguk pelan menjawab pertanyaan itu.

"Apa kamu tidak merindukanku?" aku masih mendekap di dada bidang Re.

Re melepaskan pelukannya. Tangannya beralih memegang kedua pundakku dan sedikit mendorongku dari tubuhnya untuk menatap wajahku.

"Bodoh! Kenapa menangis," tangannya mergerak mengusap puncak kepalaku.

"Tentuh saja aku
merindukanmu"sambungnya lagi.

Jemari tangannya terulur menyekah air mata di pipiku dengan lembut.

"Menangis? Sepertinya aku benar-benar sudah gila sampai aku bisa tidak sadar seperti ini, sejak kapan air mata ini jatuh ke pipiku? Aku bahkan tidak menyadari kapan aku meneteskan air mata ini."

Re kembali menarik pinggangku. Memelukku erat.

Aku mendongak menatapnya bersamaan dengan itu. Kurasakan bibirnya menyuntuh lembut permukaan bibirku. Bergerak memberikan kecupan-kecupan lembut penuh perasaan yang membuat hatiku melayang

***

"Re, cobain deh kue buatan ku,"
aku duduk samping Re. Sambil menyodorkan sepotong kue tart yang ku buat tadi siang,
ke mulutnya.

Kami sekarang lagi duduk di atas sofa ruang tamu.

"Ini kue apa?" tanya Re ragu sambil menatapi kue di tanganku.

"Kue apa? Kue? Kue cinta!" sahutku refleks saja mengucapkannya.

Tanganku masih terulur. Menyodorkan Kue ini ke mulut Re.

"Ahhahaaaa! Ahhaaaaaaaaa!" Ifu tiba-tiba tergelak.

"Kue cinta bentuknya begitu! Bagaimana kalau kue benci? bisa tambah ancur kali! Nggak usah mau bro! Entar sakit perut! Ahahaha!" ledeknya.

"Aish! Dasar penguntit! Ember banget sih lo!" sahutku sewot.

Mereka berempat jadi tergelak.

Ifu, Kania, Mery dan Raffi. Lagi ngumpul main monopoli
di ruang tengah. Sementara
aku dan Re duduk di atas sofa ruang tamu. Ruang tengah dan ruang tamu hampir menyatuh hanya dipisah sedikit oleh sekat dinding pembatas. Tak heran kalau mereka bisa mendengar apa yang kami bicarakan. Mereka juga aneh katanya mau bikin pesta malah ngumpul main monopoli kayak anak kecil gitu.

"Yah, udah nggak usah."

Aku menarik tanganku lagi.

Tapi Re dengan cepat menyambar tanganku lalu menyuap kue yang tadi
kupegang.

Aku menatapnya dengan perasaan sedikit cemas, jujur saja ini pertama kalinya aku bikin kue. Jangan-jangan rasanya memang aneh. Kulihat mata Re memerah dan ekspresi wajahnya itu....

"Uhuhuk! Uhuhuk!" Re terbatuk batuk.

"Kamu kenapa Re? Kamu nggak apa-apakan?"

Aku panik langsung saja menghambur padanya. Re masih terbatuk-batuk sambil membungkuk memegangi
perutnya. Membuat aku bertambah panik.

"Kamu nggak apa-apakan Re? Apa rasanya sangat aneh? Apa kita perlu kedokter?" rancauku nggak jelas sambil meletakan tanganku ke perutnya.

Aku sangat panik melihat Re seperti ini. "Tapi kenapa..."

Romance VaganzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang