Kebencian adalah emosi yang melelahkan
Membuat hati menyisakan sedikit tempat bagi yang lain
Bahkan mungkin tidak ada
Ya Rabb penuhi hatiku dengan cinta
Agar tak ada ruang bagi kebencian♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Perlahan Zahra membuka matanya, ia terjaga dari tidurnya. Pandangannya menyapu seluruh ruangan yang didominasi warna putih, bau obat yang menyeruak.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Ra, mau kemana kamu? kamu nggak boleh kemana-mana dulu!" tegas Mai sambil menuntun tubuh Zahra agar berbaring kembali."Ra gimana keadaan Husain?" P
Mai mengernyit. Kemudian tersenyum "Husain ya? Cowok tampan di luar itu? teman SMAmu dan jadi sahabat Fatih itu kan?" Zahra memegang pelipisnya mendengarkan Mai."Dunia emang sempit ya."
"Eh, ngomong-ngomong dia sepertinya khawatir banget loh sama kamu."
Zahra berdehem jengah,"Dia hanya khawatir dengan dirinya sendiri."
"Ra." Mai menatapnya curiga. Memiringkan kepalanya, "hubungan kalian bukan hanya sekedar teman SMA kan?"
Zahra hendak mengelak, sayang tatapan Mai menuntut,"apaan sih? Nggaklah, hubunganku dengannya hanya sebatas itu."
"Oh ya? Trus kenapa mukanya blushing gitu?"
Omong kosong, pikir Zahra."ini karena aku kepanasan aja Mai." Zahra mengibas-ngibaskan tangannya.
"Kepanasan gimana? AC di ruangan ini cukup dingin kok." Mai tersenyum jahil. "Bilang aja kalo kamu emang lagi mikirin dia."
"Ya, gimana kalau kita membicarakan ini setelah aku sembuh, sambil ngeteh atau ngemil gitu?" Tawar Zahra. Berharap pembicaraan bisa berbelok arah.
Mai meraih jeruk di atas nakas, membukanya dengan pelan. "Ra aku tidak tahu apa masalah diantara kalian."
Zahra menghela nafas panjang."Mai aku tidak ingin membicarakan ini, aku...."
Pintu ruangan terbuka, Fatih menyembulkan kepalanya. Lalu masuk setelah melihat dua orang didalam.
"Gimana, udah baikkan?" Zahra mengangguk."Seperti yang kamu lihat."
Fatih tersenyum separo, "apa kau akan memusuhiku juga?"
Alis Zahra terangkat sebelah, "aku masih pasien loh?" Fatih tertawa tanpa suara. Tangannya terangkat. Tapi detik terakhir, logikanya menegur, bukan waktu yang tepat untuk menyentuh kepala gadis itu.
"Apa kau butuh perawatanku?" Itu tawaran yang menggoyahkan iman.
"Wooh." Mai berseru, mendramatisir dengan sebuah tepukkan diatas tempat tidur rumah sakit. Dasar ababil . Begitu Zahra memakinya dalam hati."Kalian berhasil membuat saya iri tau nggak!"
Yang benar saja."Hebat sekali, saya bisa mengalahkan orang tang baru saja jadi pengantin beberapa jam lalu." Zahra mencari-cari sesuatu.
"Sepertinya, aku tak perlu khawatir. Kalimat sarkasmu membuktikan kalau kamu sudah baikkan," ujar Fatih bersidekap.
Mai cengo. Zahra menatap Fatih dengan cibiran."saya tidak pernah menyuruh anda mengkhawatirkan saya."
Ya ampun .... "kau selalu pandai membuat orang marah." Fatih menghela nafas. "Tapi percayalah, Ra. Itu tidak mempan padaku." Nadanya membikin bulu kuduk Zahra meremang.
Oke, selain pandai membuat orang marah seperti kaya Fatih barusan kau harus pandai mengendalikan dirimu Zahra. "Terimakasih pujiannya." Zahra mengulas senyum lebar, tak sampai ke mata. "Apa ada sesuatu yang bisa saya makan? Mendengar kak Fatihbbarusan tiba-tiba membuat saya lapar."
Mai merasa keberadaannya tak di anggap. Semacam idgham. "Apa saya harus keluar untuk mencari makan yang layak untuk lidahmu, Ra?"
"Terimakasih nyonya, tapi saya belum punya label halal untuk berduaan dengan cowok ini." Lihat, Zahra pandai sekali membalas kalimat dengan tepat.
Ia merinding lagi ketika Fatih menatapnya dengan cara yang aneh, senyumnya terkulum. "Bagaimana kalau kita mencoba menghalalkan?"
"Oke, sepertinya kak Fatih yang harusnya di sini?" Zahra seperti mendapatkan ide baru, "Tidak, lebih tepatnya kak Fatih harus dirujuk ke rumah sakit jiwa." Zahra makin dongkol ketika cowok itu tertawa lebar. Seolah-olah Zahra sedang melucu.
Zahra mengerucutkan bibir. Fatih berhenti tertawa, lalu berdehem. "Sebenarnya, Husain inhin bertemu denganmu," ujarnya. Ekpresinya serius. Zahra diam. Mungkin sepatutnya ia mempertimbangkannya.
"Apa dia di sini?" Tanya Zahra. Fatih mengangguk.
"Kamu mau menemuinya?" Kini Mai yang bertanya. Zahra mengangguk ragu. Fatih keluar. Beberapa menit berlalu, Husain masuk dengan menundukkan kepala.
"Zahra." Husain mengangkat pandangannya. Tak ada sahutan hanya tatapan Zahra yang ia jumpai.
"Maafkan aku telah membuatmu seperti ini."
Zahra memilin-milin ujung baju pasiennya. Mai menggenggam tangannya. "Aku sakit karena tubuhku butuh istrahat, bukan karenamu. Jadi tak perlu minta maaf."
"Apa kau bisa memafkanku karena hal lain?" Husain mengintip ekspresi Zahra. Didapatinya hanya wajah datar. "Misalkan ...."
"Aku sedang mencoba memafkanmu." Kelegaan serasa menfaliri seluruh peredaran darah Husain.
"Benarkah?" gumam Husain nyaris tak terdengar. Zahra mengangguk.
Mai beranjak keluar tapi langkahnya terhenti. "Tidak usah keluar Mai." Ujar Zahra. Ditolehkannya pandangannya ke Husain. "Aku sudah memafkanmu, tapi aku belum nyaman bicara padamu," jujurnya.
Seolah tahu diri, Husain menimpali. "Baiklah, itu sudah cukup." Ia berbalik hendak keluar.
Rasa iba serta merta menyerbu naluri Zahra. Namun, ego mendominasinya. Ia hanya memandang kepergian Husain tanpa niat menghentikan yang mungkin bisa mengurangi perasaan tidak enak.
***
"Ra."
"Apa Mai?"
"Kadang sebuah masalah akan berakhor dengan pertengkaran hebat, dan biasanya itu adalah awal kepedulian yang lebih ekstrim," ucap Mai. Matanya menelisik. Zahra menurunkan buku dari pandangannya. Buku yang sempat diberi Fatih sebelum pergi tadi.
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."
"Aku sedang membicarakan Husain." Zahra memperbaiki posisinya tak nyaman. Apalagi mendapati tatapan Mai yang seakan-akan menelusup ke jantungnya.
"Antata aku dan Husain tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Dia hanya orang di masa lalu yang harusnya dilupakan setelah damai."
Mai menghela nafas panjang. Sia-sia kalau ia berusaha membujuk Zahra. "Okelah, kita lihat saja nanti. Kamu istrahat ya, mas Rafiq menungguku di luar. Aku akan datang menjemputmu besok.
**********
Tbc
Aku hadiir lagi gimana kali ini, monggo ninggalin jejaknya yuaa readers.
😂😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Akasara Cinta Dalam Bait Doa
SonstigesDaku mencinta-Mu dengan dua cinta Satu karena hasrat dan satu karena Kaulah yang paling layak Hasrat-hasrat adalah karena kesibukanku mengingat-Mu daripada selain-Mu Kelayakan-Mu adalah karena Engkau telah bukakan tabir hingga daku dapat melihat...