Kepercayaan dan hormat lebih penting dalam sebuah hubungan
Karena cinta tak akan bisa bertahan tanpa tingkat kepercayaan
Dan hormat yang seimbang
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡Zahra akhirnya pulang dan beraktifitas kembali, setelah dua hari berada di rumah sakit.
Hari ini mentari tak terlalu menyengat, awan-awan pun arak-arakan, membentuk pola yang indah di langit biru.
Zahra duduk santai dan tenggelam dalam sebuah moment seperti ia telah kehilangan orientasi ruang dan waktu, serupa ekstasi. Kemudian sayup-sayup ponselnya mengganggu pendengarannya. Dengan malas ia menjawab telfon. Dari Fatih."Assalamualaikum."
"Lagi ngapain?" Zahra memutar mata.
"Mau jawaban yang jujur atau yang bohong?"
"Dua-duanya." Sahut Fatih di ujung sana.
"Mikiran kamu." Tak mendengar suara, Zahra memerika layar ponselnya. Masih tersambung.
"Kak?" Ia hanya mendengar deheman."Aku di bandara sekarang." Dingin sekali suara Fatih.
"Mau kemana?"
"Mau balik ke Jogja bersama Husain."
"Oh ya? Hati-hati."
"Kau tidak berniat kesini mengantar kepergianku?"
Zahra mendongak. "Akan kupikirkan."
"Tidak ada waktu. Sejam lagi take off." Itu penegasan.
"Aku tidak ingin menangis."
"Ya ampun Ra, apa yang harus di tangisi sih? Kau cukup kesini dan ...."
"Dan apa?" Zahra tertawa sinis, padahal matanya berkaca-kaca. Untung saja Fatih tidak melihatnya. Tak ada jawaban. "Jawab aku!" Masih tak ada jawaban.
"Dan melihatmu pergi, kau pasti tidak akan mengerti bagaimana perasaan orang yang ditinggalkan kan?"
"Oke, kau tidak usah datang." Ah, kenapa kalimat barusan malah membuat Zahra makin gamang. Kenapa juga dia harus seal-alay ini.
"Aku akan kesana!
***
Zahra celingukan hingga pandangannya terhenti pada seorang pria, sedang berdiri dengan koper di sisi tubuhnya. Tampak rapi dan cool, ditemani dua pria lain dan dua orang perempuan. Fatih bersama Husain, Rafiq , Mai dan seorang gadis yang belum pernah Zahra jumpai. Gadis itu melangkah ragu saat matanya bersitatap dengan pemilik netra coklat yang bulat, dengan kelopak mata yang tegas."Kau lama sekali." Fatih tak mengalihkan pandangannya.
"Kau akan tetap berangkat tanpa kedatanganku bukan?" Zahra tersenyum pahit. Susah payah ia membasahi tenggorokannya. Berusaha semaksimal mungkin agar tak menangis.
"Kau tidak sendiri, ada mereka juga di sini." Fatih menunjuk Mai dan keluarganya.
Zahra mengangguk-anggukan kepalanya, mengulas senyum pada Husain. Kemudian menekuri marmer di bawah kakinya. Mengatur perasaanya. Ini hanya perpisahan kecil. Takdir hanya sedang menjalankan fungsinya. Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Dan kalau ditakdirkan, mereka akan bertemu. Kalau tidak berarti takdir berkata lain. Ah takdir! Bukankah takdir sebagiannya ditangan manusia? Karenanya, sebagiannya adalah pilihan manusia. Zahra tidak punya hak mengintervensi pilihan Fatih untuk tetap melanjutkan studinya. Lagipula dia bukan siapa-siapa.
Interkom tiba-tiba berbunyi nyaring memenuhi ruang tunggu. Peringatan keberangkatan.
Zahra memandang langkah Fatih menuju garbarata, tatapannya nyeri. Langkah-langkah Fatih tegap dan pasti. Semakin langkah itu menjauh, semakin ia merasa sebagian dirinya ikut pergi. Ironisnya lagi, kehampaan memenuhi hatinya, hingga sesuatu seperti menghentak-hentak dirinya untuk mencegah kepergian pria itu.
Ya Tuhan! Zahra menatap langit-langit, memblokir air matanya. Ia bersidekap seperti memeluk diri sendiri. Mai mendekatinya. Kemudian memandang suaminya. Entah apa maksudnya. Tapi pasangan itu tahu, apa yang disembunyikan Fatih dan Zahra. Mungkin hanya kata sederhana yang membuat segalanya menjadi rumit.***
Tbc
Ehhmmm
tessss tessss.. jangan lupa vomentnya gangs😊😃😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Akasara Cinta Dalam Bait Doa
AléatoireDaku mencinta-Mu dengan dua cinta Satu karena hasrat dan satu karena Kaulah yang paling layak Hasrat-hasrat adalah karena kesibukanku mengingat-Mu daripada selain-Mu Kelayakan-Mu adalah karena Engkau telah bukakan tabir hingga daku dapat melihat...