♡ Dua karsa♡

52 2 0
                                    

Kesendirian tidak lain ialah wujud pemeliharaan jiwa dari-Nya
Pemeliharaan kesucian hati dari kekecewaan yang menghinakan
lalu adakah yang lebih indah dari pada kesendirian ?
adakah yang lebih mulia dari pada kesendirian ..?
Manakala kesendirian itu mengikis sekat antara pencinta dan Sang Cinta.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Alasan Fatih menghilang selama tiga tahun terakhir karena ia mendapat beasiswa melanjutkan studinya di wilayah timur. Tepatnya di Jerussalem. Ia sendiri tidak pernah menyangka akan pergi meninggalkan sang cinta tepat ketika ia berniat merentangkan tangannya menggapai impian-impian indahnya bersama Zahra. Begitulah pendidikan sekali lagi merenggut cintanya, memisahkannya dari sang terkasih, serupa angin yang menceraikan kelopak mawar dari tangkainya atau bak mimpi indah yang lenyap bersama terbitnya fajar.

Sejak kepala desa di kampung Zahra menyetujui pendirian pondok pesantren di kampung itu. Pembangunan sudah berjalan selama sebulan lebih, bangunan itu didesain dengan gaya khas arsitektur timur perpaduan antara relief dan kaligrafi  yang apik. Bangunan tersebut  sudah hampir kelar ketika Zahra mulai menyadari bahwa pembagunan itu didirikan oleh lelaki bernama Rahman Al-Fatih.

"Jadi orang yang mendirikan pesantren itu  bernama Rahman Al-Fatih?" Zahra bertanya penuh kebimbangan. Antara gamang dan berharap.

"Yepp, namanya Rahman Al-Fatih si tampan nan kharismatik. Dari yang saya dengar  ia belum mempunyai pendamping loh, Ra." Eva antusias menjawabnya. Teman sejawatnya. Zahra kian gamang mendengarnya. Merasa masih ada yang bergejolak dalam hatinya.

"Ra?" Eva mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Zahra "kau membayangkan sosoknya ya? Dosa loh!" Tuduh Eva tanpa perasaan.

Dasar gadis telat dewasa.
Zahra menoyor kepala Eva.
"Enak aja kalo ngomong. Aku hanya memikirkan kebun Emak, tadi malam celeng masuk dan merusak sayurannya." Zahra tidak sepenuhnya berdusta, karena memang isi kebun Emaknya menjadi rusak gara-gara dimasuki celeng sekeluarga.

"Kau beneran nggak mikirin si Fatih ini? Liat aslinya nyesel loh kamu, orang tampan dia Ra." Zahra  kembali geleng-geleng kepala. Betapa tak konsistennya temannya itu. Tadi menuduhnya sekarang memaksanya.

"Benar ini Ra," Eva gigih menerangkan.

"Iya Va, jadi kamu mau ninggalin bang Ahnaf karena lelaki itu?" Eva mencebik.

"Ya Allah Ra, gue cuma bilang dia ganteng kok, nggak niat ninggalin tunangan." Zahra tertawa, merasa bersalah dan lucu sekaligus. Eva bakalan berhenti kalau udah menyinggung Ahnaf. Lagi pula, ia sangat mengenal pria itu, hanya ia tidak mau repot-repot menjelaskan kepada Eva. Untuk apa?

***

Peluh hampir memenuhi separuh wajah Fatih saat ia sedang memantau pembangunan pesantrennya. Tinggal sedikit lagi sapuan semen basah utuk mengakhiri kerjaan para pekerjanya. Dalam hati, ia meniatkan  bahwa sekalipun pesantren ini tak semegah Taj Mahal, tapi ia juga mempersembahkannya untuk dewinya. Kadang-kadang bertanya konyol, tidakkah Tuhan akan marah padanya karena mencintai hambanya demikian besarnya?

"Nak Fatih belum memikirkan pendamping hidup?" Pertanyaan yang serta merta merusak monolognya. Pak lurah menelisik wajah Fatih. Fatih menyesap air minum kemasannya lalu tersenyum santun. Mereka di bawah pohon mangga yang belum juga berbuah tetapi berdaun rimbun belaka.

"Saya sudah lama memikirkannya, Pak. Hanya saja belum menemukan yang tepat."
Pak desa tersenyum.

"Ya ... sebenarnya yang tepat itu relatif. Kita harus menelisik diri, meninjau kembali niat dan ikhtiar seiring tawakal. Bila mana telah ada gadis yang memenuhi pikiranmu, datangilah orang tuanya segera. " Fatih manggut-manggut. Ia sudah menemukannya, tapi ada rasa kurang percaya diri bila bersangkutan dengan gadis itu. Padahal kalau dilihat, dia adalah pria ideal yang didambakan hampir separuh dari seluruh perempuan di Indonesia.

Akasara Cinta  Dalam  Bait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang