♡Perihal Kabar♡

89 2 0
                                    

Gelak-gelak tawa terdengar dalam kelompok anak-anak muda di bawah pohon dekat kampus, atau di cafetaria kampus yang pengunjungnya adalah mahasiswi-mahasiswi cantik dengan style bak artis itu. Ada juga sebagian mahasiswa urakan dengan potongan rambut gondrong, jeans lusuh dipadu kaus hitam lusuh. Kerjaannya molor tak mengenal tempat. Itu bukan karena peluang waktu molor yang lapang. Justru di balik itu semua, ada rutinitas perkuliahan yang agak menyebalkan sekaligus membosankan. Ada tugas menumpuk yang bisa saja tiga hingga empat laporan yang harus di buat dalam sepekan. Apalagi yang berstatus aktifis kampus. Seperti dalam lagu Zifilia, menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan. Maka perasaan itulah yang paling tepat bagi mahasiswa semester akhir. Betapa tidak, setelah berjibaku dengan penelitian dan skripsi. Kemudian berurusan dengan dosen pembimbing yang akan mengulur-ngulur waktu pertemuan dan konsultasi. Tak jarang, mahasiswa mengidap stres karena seringnya berhadapan dengan penolakan dan tingkah dosen yang sok jual mahal. Barangkali ini salah satu alasan ada mahasiswa yang tidak kelar-kelar menyandang status mahasiswa.

Zahra, mengalami tidak jauh beda dengan situasi dilematis itu . Sibuk dengan tugas akhir, berburu dosen pembimbing hingga akhirnya bertemu dan konsultasi. Namun skripsinya berakhir di tong sampah.  Dengan kalimat :  Perbaiki dari awal hingga akhir, semuanya salah. Mulai dari jarak spasi, kesalahan pengetikan, cataran kaki yang terlalu kedalam, ukurun catatan kakinya dan lain-lain. Apalagi judulnya, tulisan miringnya salah.  Jika sudah seperti ini, tentu saja tak punya waktu untuk memikirkan Fatih. Jangankan Fatih, makanan saja tak sempat terpikirkan jika ususnya tak menari-nari seperti cacing kepanasan atau asam lambungnya tak membuatnya mual-mual.

Sementara Fatih, menunggu kabar yang tak kunjung datang. Kadang-kadang membuat gundah. Tapi karena ia cukup logis, ia mencari kesibukan yang bisa membuat pikirannya teralihkan. Seperti sekarang, ia sedang membaca Filsafat modern, karya Nietze. Yang katanya Tuhan itu mati. Tiba-tiba saja, gawai pipihnya bercicit. Ia segera membuka notifikasi itu, dan sebuah senyum terbit dari bibirnya.

kuntum bunga : Assalamualaikum.
sore kak, gimana kabar ?
Ini minggu yang melelahkan kan? Dan semoga harimu menyenangkan .
Aku berusaha membunuh malu untuk mengirimimu pesan ini. Bicos yang mulia Rahman AlFatih tidak niat menrendahkan ego.

Fatih senyum-senyum membaca ocehan Zahra. Itu semacam uneg-uneg di buku diary. Geli campur gembira dan gemas. Diksi Zahra lumayan unik. membunuh rasa malu. Setaunya, malu adalah salah satu mahkota perempuan. Jadi, bila gadis itu  sampai membunuh malunya, maka pantaslah ia pria beruntung.

Ah gadis itu.

Selain cicak yang mengintip  disela-sela plafon, ada Husain yang bersaksi bagaimana ekspresi Fatih saat membaca pesan di ponselnya. Mirip jejaka yang baru pertama kali kasmaran. Memandangi ponsel seperti sedang memandangi gadis idamannya. Kasihan dia.

"Dari Zahra?"

"Iya, gadis konyol itu," gumam Fatih tersenyum.

Husain memakai kemejanya, sepertinya akan masuk kelas."Bukankah ia menggemaskan?"  Tanyanya kemudian.

"Iya." Fatih segera. Eh?

"Nggak maksud aku, ya .. gitu deh," ralatnya tak jelas. Ia tidak bisa fokus dengan Husain sebab pikirannya sedang memikitkan balasan yang tepat atas pesan Zahra itu.

Fatih: Waalaikumsalam, Jadi nasib si malu gimana  setelah kamu membunuhnya Ra? 😆😆😆
Maafkan aku, tadinya aku pikir akan mengganggu kegiatanmu bila mengirimimu pesan. Tapi, jujur aku selalu menunggu pesanmu.sempat gundah, eh? Maaf. Ah sudahlah, itu kebenaran. Aku tidak ingin menjadi pengecut, padahal kamu sudah capek-capek  membunuh si malu.

Yag menerima balasan, Zahra guling-guling diatas kasur minimalisnya, kakinya bergerak-gerak keatas dengan posisi telentang sambil senyum-senyum lebar. Dipukul-pukulnya guling seraya berkata, "lihat dia membalas pesanku, tidak sia-sia aku mengumpulkan keberanian. Dan kamu jangan mengejekku. Tapi aku harus balas apa sekarang?"

Ia masih berpikir untuk membalas pesan Fatih saat panggilan masuk ber-ID 'MALAIKATKU'

"Assalamualaikum, bapak."

"Waalaikumsalam nak, gimana kabarmu nak? kok jarang ngasih kabar, apa kamu sehat ?"

" Allhamdulillah Zahra sehat. Akhir-akhir ini sibuk di kamous jadi tidak sempat. Pulsa Zahra juga kadang tidak ada, kalian gimana kabar pak?"

"Allhamdulillah kami baik, usahakan selalu ngabarin, biar kami tidak khawatir." Zahra agak merasa bersalah. Seharusnya ia mengabarkan orang tuanya duluan, bukan malah mengabari Fatih.

"Iya pak, mak sama yang lain mana?"

"Emakmu lagi ada rapat PKK. Adek-adekmu kalo sore pasti nda di rumah, keluyuran mainlah mereka itu."

Sekarang menjelang sore, biasanya rapat PKK di desa memang sore. "Ya udah kalo gitu, sampaikan salam sayang buat mak dan adek-adek yaa Pa'."

"Iya nak, jaga dirimu, JANGAN lupa sholat, jangan telat makan, dan jangan suka mandi malam-malam."

"Siap, bapak presiden." Bapaknya tertawa di ujung sana.

"Kamu ini, mengejek bapak kamu?"

"Ya ndaklah pa', kan bapak presiden dalam keluarga kita. Jadi Zahra harus nurut kan?"

"Ada-ada aja kamu, ndok. Ya udah ya bapak ta matiin ini."

"Iya pa' assalamulaikum."

Baru saja memutuskan panggilan. Ia menyipitkan mata saat menerima pesan. Dari nomor tak di kenal.

Assalamualaikum. Begitu bunyinya. Ia berpikir untuk membalas. Tapi ia memilih membalas pesan Fatih.

Zahra ini aku, Husain. Masuk lagi satu pesan. Zahra melenguh.

Maaf, aku menyimpan nomormu dari Maira tanpa kau tahu.

Apa kau masih marah padaku?

Zahra bimbang, kemudian memantapkan hati untuk  membalas pesan Husain. Oke! Itu hanya pesan, tidak lebih.

Zahra: masalah kita sudah selesai  dipernikahan Khumairoh, dan aku tidak ingin mengungkit masa-masa labil itu. Sekarang kita sudah bertranformasi jadi pribadi dewasa. Jadi tak patut lagi saya menyimpan masalah-masalah yang tidak dewasa kemarin itu.

Husain: syukurlah. Itu baik jika kau tidak lagi memikirkannya. Apa ... apa kau tidak ingin mempertimbangkan kita bisa memulai semuanya dari awal?

Zahra mendongkol, bukankah tadi ia sudah mengatakan ia tak ingin lagi mengungkit hal-hal yang dulu. Bagaimana ia harus membalas sekarang? Tapi kenapa juga ia harus memikirkan ini. Membalas berarti akan memperpanjang  obrolan. Lebih baik ia memilih untuk mengobrol dengan Fatih. Ini jahat. Tapi Zahra tidak ingin membuat harapan untuk orang lain. Dasar pria! Mereka selalu pintar menciptakan konflik.
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

*Kuntum bunga itu makna daripada Zahra dalam bahasa Arab.

TBC

Hayyyuuuuuui.....   gimana kali ini? Absurd ya? 😯 aku butuh vomentnya.😇😍😙😙😙

Akasara Cinta  Dalam  Bait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang