♡Dilematis♡

84 3 0
                                    

Pujian-pujian yang aku nyanyikan
Dibawah cahaya rembulan
Teriakkan desahan jiwa
Debaran-debaran hati dan
Hantu-hantu pikiran
Dimana kesunyian,
Cinta, keindahan dan kebajikan
Tinggal bersama.
♡♡♡

Kabut menyelimuti pagi, dingin menggigit, dari jauh terdengar cicitan burung saat mentari yang malu-malu menyapa. Desahan angin menyeruak. Membangunkan Fatih ditengah rombongannya yang masih terlelap.
Usai sholat subuh, ia duduk pada batu besar menikmati keindahan pagi di desa Zahra. Tidak peduli dingin yang menusuk hingga ke sendi. Pagi di kampung ini sungguh menakjubkan. Berada di puncak gunung merasakan angin sepoi-sepoi dan bau basah dari proses sublimasi semalam. Ingin rasanya Fatih tinggal lebih lama di kampung ini. Sudah dua hari berlalu dan itu terasa singkat sekali.

Entahlah ... apa yang membuatnya merasa begitu betah pada tempat ini, keindahan-keindahan alam yang ia temui dalam perjalanannya sebelumnya tidak kalah dari pada tempat ini.

Barangkali karena Fatih menemukan apa yang ia cari. Ia menemukan separuh jiwanya yang hilang, menemukan penawar rindu.
Ia menemukan segalanya pada sosok itu.
Dua hari di kampung Zahra, gawai perseginya tidak pernah mencicit. Tidak pernah menandakan ada notifikasi. Ternyata, kampung ini belum terjamah signal. Ada, tapi hanya terdapat di tempat-tempat tertentu.
Sekarang, ia mengerti kenapa gadis itu tidak ada kabar. Juga tak pernah aktif di media sosial.

Dua hari lagi ia akan kembali ke kota. Fatih akan mengabarkan Husain, kalau ia sudah mengunjungi pulau yang sering diceritakannya itu.
Selama didera rindu-rindu berat, ia sempat melupakan sahabatnya itu.

Bagaimana kabar Husain?

Hari ini, Fatih dan rombongannya akan turun gunung. Menginap semalam, di penginapan kampung dekat pendopo.
Setelahnya, ada hal yang harus di lakukan Fatih, ada yang harus ia ikat sebelum pergi. Jangan sampai ia kehilangannya dan ia tidak ingin kehilangan. Tidak!

***

Di akhir pekan hanya ada dua hal,  istrahat sepanjang hari, atau mengerjakan kerjaan yag terbengkalai dan tertinggal kemarin.
Begitu pula keluarga Zahra, rumah panggung klasik itu akan ramai. Anggota keluarga pemiliknya akan berkumpul di akhir pekan. Mengerjakan tugas mereka masing-masing.

Pagi-pagi Zahra yang bertugas masak sebelumkeladang. Emaknya  ke kebun samping rumah memetik sayuran. Dama yang membelah kayu bakar.

Setelah Zahra menghidangkan masakannya Zahra memanggil semuanya untuk makan.
"Mak, Pa, Dama makan yuk." panggilnya, mirip ibu asrama yang memanggil penghuni asramanya.

Di tengah makan yang diam, hanya terdengar dentingan oiring dan sendok. Tiba-tiba Dama teringat sesuatu.

"Kak Tia ... Dama dengar, kakak dekat dengan salah seorang pendaki gunung itu, ya?" Zahra menghentikan kunyahannya sejenak dan ia memilih tidak menggubris adiknya.

Abdullah masih diam dan tidak menghiraukan Dama, ia tahu kalau Dama selalu mengusili kakaknya. Namanya juga saudara, kalau dekat, macam Tom and Jerry. Saat jauh, saling kangen macam Upin Ipin.

"Eh, iya ya ... Emak juga dengar dari gosip-gosip tetangga, katanya kamu menggodanya sampai lelaki itu mengusap ubun-ubunmu, itu juga jadi gunjingan ibu-ibu arisan nak, kata mereka, kamu berjilbab tapi tidak bisa menjaga diri," ujar emaknya antusias, setengah emosi.

Betapa kejamnya fitnah, Zahra tidak melakukan apa pun tapi sampai seheboh itu fitnah di kampung ini. Betapa banyak orang menderita karena Fitnah, bahkan juga hancurnya sebuah Negara karena sebuah fitnah.
Mengingatkan Zahra, kepada istri Rasulullah, Aisyah Ummul Mukminin yang bahkan tidak diragukan kesucian akhlaknya. Pernah tertepa badai fitnah. Sepulang dari menyertai Nabi dalam perang melawan Bani Musthaliq, sayidah Aisyah tertinggal rombongan Rasulullah dan pasukan kaum Muslimin karena sesuatu hal. Esok paginya sayidah Aisyah pulang dikawal oleh pemuda tampan bernama Shafwan.
Sebagaimana dicatat dalam sejarah, akhirnya hal ini dijadikan sasaran empuk oleh orang yang membenci Islam untuk mengganggu dan merusak citra keluarga Nabi yang mulia.
Bisa dibayangkan kasak kusuk yang terjadi saat itu padahal pada saat yang sama kaum Muslimin akan menghadapi pasukan gabungan Quraisy yang kita kenal dengan perang Khandaq.
Akibatnya sedikit banyak mengganggu persiapan kaum Muslimin, fitnah memang kejam.

Mendengar ucapan istrinya, Abdullah masih bergeming,
Zahra menatap bapaknya sejenak, lalu kembali melirik  Emaknya dengan ekor matanya.
Zahra tidak ingin mempedulikan kata Maknya.

Apatisnya Zahra membuat  Khainani menahan kejengkelan

"Mutia, kamu dengarkan Emak nggak? berjilbab itu bukan hanya menghijabi tubuh tapi juga menghijabkan akhlak, jika kamu memutuskan untuk berhijab, maka kamu juga harus menjaga akhlakmu." Khainani gusar. Merasa tak dihargai setiap kali ia bicara, Zahra selalu tak acuh.

"Emak percaya pada ucapan orang-orang itu? mak ... Zahra cukup dewasa untuk mengetahui hal yang harus Zahra lakuin.  Zahra bukannya tidak mau mendengarkan Emak, Zahra hanya ingin Emak percaya pada Zahra itu saja. Mak yang melahirkan Zahra. Maklah yang lebih mengetahui semua tentang zahra, kenapa harus selalu mendengar kata orang-orang sih?" Kekecewaan nampak di wajah Zahra. Kenapa juga selalu saat makan mereka bersitegang.

Zahra, melirik bapaknya yang masih diam. Takut-takut jika bapaknya ikutan murka. Dama merasa bersalah, karena dia yang memulai pembicaraan. Sehingga quality time keluarganya jadi kacau.

"Emak hanya tidak ingin mendengar keburukanmu Mutia, bukannya tidak mempercayaimu nduk." Nada Khainani mulai melembut.

"Mak, akan ada orang yang selalu mencari keburukan kita, bahkan Rasulullah yang manusia sempurna saja selalu ada orang yang mencari kesalahan dan keburukannya. Itulah kenapa Ali bin Abi Tholib berkata,  tak perlu menjelaskan diri kita pada siapa pun, karena bagi orang yang menyukai kita tidak memerlukan itu dan orang yang membenci tidak akan mempercayai kebaikan diri kita."

Dama mendengus "Hmm kan? Ujung-ujungnya ceramah," katanya seraya memutar matanya dan berjalan membawa piring kotornya ke pantry.

"Bapak tidak peduli kata orang dan juga tidak peduli kamu dekat sama siapa Mutia, selama itu tidak mempengaruhi keputusan kamu terhadap perjodohanmu dan Husain." Akhirnya yang ditakuti ZAhra benar terjadi. Bapaknya bicara dengan nada dingin. Menusuk hingga kehatinya.

Bagaimana dengan Fatih? Disisi lain. Mereka, serupa sepatu yang menjumpai pasangannya. Lalu di lain sisi mereka serupa bulan dan matahari yang mustahil bisa bersama.
Zahra kembali mengingat  tatapan Fatih, yang membuatnya  lupa semuanya. Lupa bahwa keputusannya dinantikan seseorang.
Kalimat singkat yang di lontarkan Fatih terasa begitu manis, membaurkan pahitnya kabar perjodohannya itu.

Bagaimana Zahra mengatakan kepada bapaknya?
Namun, apa yang diharapkanya pada Fatih? Fatih tidak mengungkap perasaannya. Perlakuannya cowok itu  biasa saja. Tatapannya ataupun kalimat lembut Fatih, mungkin hanya terdengar indah di telinga Zahra karena Zahra merindukannya. Karena Zahra tidak bisa mengendalikan perasaanya atau karena Zahralah yang memiliki rasa yang besar. Bukan karena Fatih mencintainya juga. Atau barangkali Fatih hanya menganggap dirinya sebagai kawan atau adik tingkat yang lama tidak di jumpai. Tidak lebih!

Ah! Cinta memang unsur yang ambigu, unsur semesta yang paradoks penuh enigma. Cinta, menyakitkan tapi menyembuhkan, melemahkan juga menguatkan, membuat buta tapi membuka mata. Ah cinta.... perkara yang lebih rumit, dari pada perkara peperangan antar negara di timur tengah sana. Peperangan yang terjadi di Yerusalem tidak lain adalah konflik politik yang mengatas namakan agama. Karena apabila mereka mengerti agama, tentulah mereka paham bahwa agama bukan perang justru kedamaian. Dari asal katanya saja A (tidak) dan gama (kacau), jelas tidak mengajarkan kekerasan tapi mengajarkan kasih sayang.  Sedangkan cinta, bisa jadi bibit peperangan tetapi mendamaikan, meneguhkan keyakinan tetapi juga menyesatkan.
Lalu bagaimana? haruskah tetap mencinta? Sepertinya iya!  Supaya memecahkan misteri-misteri yang belum dipahami. Namun, cinta juga menciptakan misteri yang tak terpecahkan mengalahkan rumitnya misteri the Davinci code.
♡♡♡♡♡

inspirasi ini muncul begitu saja
Mungkin agak absurd
Ahh entahlahh. ... author lagi uring-uringan. Nggak ada pulsa, nggak ada sinyal dan nggak ada ... gandengan😣😂😂😂 tapi mending nggak ada gandengan daripada nggak ada pulsa. Bhaaakkk ketahuan authornya melarat. Kagak apa yaa melarat asal nggak pura-pura kaya dan nggak melarat kasih ayang. Ehehehehe...  sorry curcol lagi.

Aku akan bilang lagi, kalian pasti tahu. Apa hayoooooo?

Ai niiiid yuuuur voment guyyysss. Kesannya ngemis yak. Nggak apa, cuma ngemis voment di lapak ane. Nggak ngemis uang lo-lo pada kan? Berarti nggak ngerugiin iyak.

Dadah cantiik
Salam😊

Akasara Cinta  Dalam  Bait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang