♡Menguak keraguan♡

41 1 0
                                    

Dua hari ini Zahra memikirkan tentang pinangan Fatih, tapi belum juga menentukan putusan yang bulat. Orang tuanya pun hanya membiarkannya memutuskan sendiri.

Mereka tidak ingin lagi melihat kesedihan dalam diri putri mereka dengan memaksakan kehendak yang pernah mereka lakukan. sementara itu Fatih dalam penantiannya, laksana berabad-abad dalam kekhawatiran seperti berada dalam kungkungan penjara gelap yang mencekam.

Fatih belum bisa memutuskan apapun sekarang, andai Zahra tidak memberi jawaban sesuai keinginannya. Ia akan tetap menamai pesantren itu tanpa jawaban Zahra dan atas namanya. Pendidikan yang di cita-citakannya untuk ia dedikasikan pada generasi bangsa ini lebih penting daripada hasrat hatinya. Ia tidak akan memaksakan kehendak hatinya apabila itu tidak di kehendaki oleh yang maha berkehendak. Lagipula cinta sebenarnya tidak berbatas pada kebersamaan yang di cinta.

Rantai cinta yang sebenarnya bukanlah penyatuan melainkan keteguhan hati untuk tetap mencinta dalam dunia keterpisahan, barangkali  perpisahan adalah bentuk lain daripada sebenarnya cinta.

***
Zahra kian terlihat muram dan selalu termenung dalam dua hari ini padahal esok ia harusnya memberi jawaban. Namun entah kenapa, makin kesini ia makin bimbang dan makin banyak pertimbangan. Pinangan itu rupanya sangat mempengaruhi kehidupan yang susah payah ia bina selama tiga tahun ini. Dunianya seolah kembali carut marut setelah selama ini berjuang untuk tidak jatuh pada lembah keputus asaan. Tapi...  memilih untuk tidak mencintai sama sekali pun bukankah wujud lain dari putus asa? Bahkan itu juga sempat mempengaruhi profesinya sebagai seorang pengajar. Ia kadang tidak konsentrasi dalam mengajarnya dan memutuskan untuk pulang lebih cepat. Pikirannya senantiasa tenggelam dalam kekhawatiran tak beralasan. Ia takut kali ini pinangan itu adalah sebuah lelucon lain dari takdir yang selama ini mempermainkannya, membuat hatinya kian merasakan gundah gulana oleh prasangkanya sendiri.

"Oke, sampai di sini dulu pertemuan kita, sampai ketemu minggu depan dan jangan lupa kerjakan tugasnya yah," ucapnya mengakhiri pembelajaran hari ini. Ia beranjak meninggalkan kelas dan memutuskan untuk pulang cepat.

Sesampai di rumah, Zahra tidak langsung masuk rumah tapi memilih rehat di balai-balai di bawah pohon yang daunnya amat rimbun dan rindang dengan beberapa tajuk yang mencuar.

Disana ia kembali termenung menatap langit biru cerah dengan gumpalan-gumpalan awan putih yang lembut membentuk pola yang indah. Ia mendengarkan dendang seorang nenek  di sebelah rumahnya yang telah lama tinggal sendiri. Dendang yang syarat kerinduan semacam ungkapan rindu pada anaknya yang telah bertahun tahun pergi, dendang yang terdengar seperti sedang berbahagia dengan kesunyiannya yang pedih. Kemudian sesekali terdengar tawa dari beberapa anak kecil yang begitu riangnya, seakan dunia mereka merupakan taman kebahagiaan. Ah, betapa paradoksnya dunia, di sisi sepi ada riuh.
Penciumannya menghidu bau masakan emaknya yang beberapa hari ini tidak menggugah seleranya. Dalam beberapa menit kemudian pandangannya tertuju pada sepasang insan yang berjalan beriringan.
Seorang suami yang menggenggam tangan istrinya dengan hangat seraya tersenyum lembut, menatap wajah istrinya yang berpeluh bercampur sisa tanah ladang sembari berkelakar yang mengundang tawa sang istri. Nampaknya mereka baru kembali dari ladang sambil tertawa bahagia seperti sepasang pengantin baru yang tengah dirundung asmara yang menggebu.

Zahra kembali teringat pinangan itu. Ia kembali memikirkannya lagi, kembali bertanya-tanya.
Cintakah yang membuat mereka begitu bahagia?
Lalu apa yang ia khawatirkan, ketika ia punya cinta?  
Zahra penuh kesedihan... ia penuh kepedihan masa lalu dan ketakutan akan masa depan seperti hantu-hantu dalam kegelapan. Ia mencemaskan sesuatu yang belum pasti terjadi.

Bisakah ia mempercayai cinta sekali lagi?
Dapatkah kepedihan menjelma menjadi riak-riak kegembiraan?
Cepat-cepat Zahra istighfar dalam hati,  seharusnya semua kepedihan yang ia alami meniscayakan untuk bertadabur dan memetik hikmah dari setiap kepedihan, lalu  meyakini kebahagiaan  yang telah Allah janjikan.

Akasara Cinta  Dalam  Bait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang